tirto.id - “Apapun yang Anda berikan dan bermanfaat untuk orang lain, maka itu akan berbalik berlipat ke kita. Buktinya seperti saya saat ini, tidak ada yang menyangka Go-Jek akan sebesar ini. Yang penting kita fokus dan membuka diri pada keberuntungan.”
Nadiem Makarim, sang Chief Executive Officer (CEO) dan co-founder Go-Jek mengucapkannya pertengahan tahun lalu. Ia seakan menegaskan bahwa bisnis Go-Jek yang dirintisnya tak hanya bermodal keuletan dan semangat pemuda yang punya visi berwirausaha untuk bermanfaat bagi khalayak, tapi juga melipir ke persoalan keberuntungan.
Sebagai perusahaan startup, Go-Jek memang sering dihinggapi keberuntungan. Pada Agustus lalu, Go-Jek mendapatkan suntikan modal baru senilai $550 juta (sekitar Rp7,2 triliun). Dengan adanya dana segar tersebut, Go-Jek diperkirakan memiliki nilai valuasi sebesar $1,2 miliar, menjadikannya sebagai Unicorn pertama dari Indonesia. Pendanaan baru Go-Jek berasal dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital dan Capital Group Private Markets. Mereka bergabung dengan Sequoia India, Northstar Group, DST Global, NSI Ventures, Rakuten Ventures dan Formation Group yang telah lebih dahulu membenamkan investasinya di Go-Jek.
"Kami merasa sangat berterima kasih dan sangat bersemangat untuk dapat bekerja dengan mitra kelas dunia,” kata Nadiem Makarim dalam keterangan resminya.
Mengapa beruntung? Go-Jek masih dipercaya oleh banyak investor untuk membenamkan modal di model bisnis ojek online yang dianggap masih tahap “membakar uang”. Yang paling krusial, pada akhir tahun lalu, Go-Jek seperti lolos dari lubang jarum, kala menteri perhubungan Ignasius Jonan pada waktu itu akhirnya mencabut larangan soal beroperasinya ojek online di Indonesia.
Lagi-lagi Go-Jek lolos. Selama hampir dua tahun menjadi startup berbasis aplikasi online yang naik daun dan sudah dianggap sebagai kebutuhan khalayak banyak, Go-Jek jadi musuh bersama para ojek pangkalan (opang), beberapa insiden fisik sempat mewarnai, tapi lagi-lagi Go-Jek masih eksis.
Go-Jek bukan tanpa “cacat” untuk urusan internal perusahaan mereka. Selama dua tahun itu pula, kantor Go-Jek di Kemang Selatan, Jakarta Selatan beberapa kali jadi sasaran lokasi unjuk rasa para driver yang tak puas dengan kebijakan-kebijakan manajemen Go-Jek seperti soal tarif hingga bonus. Namun lagi-lagi, Go-Jek tetap bertahan. Hingga kini, kantornya mereka di Jalan Kemang Selatan, Jakarta Selatan masih berdiri kokoh dan segaris lurus dengan Jalan Benda, Kemang. Sebuah lokasi yang identik dengan apa yang disebut sebagai lokasi “tusuk sate”.
Kantor Gojek dan Tusuk Sate
Kantor pusat Go-Jek saat ini merupakan kantor baru, sebelumnya para manajemen bermarkas di Jalan Ciasem 1 No 36 Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak tahun lalu mereka pindah ke Jl. Kemang Selatan Raya 99 B Jakarta Selatan 12730.
Kawasan Kemang bukan tempat asing bagi para startup, sebut saja PT Bukalapak.com, pengelola marketplace bukalapak ini berkantor di Plaza City View, Jalan Kemang Timur No. 22. Lokasinya tak berjarak jauh dengan kantor Go-Jek. Yang membedakan, kantor Go-Jek lebih mudah dikenali karena lokasi yang strategis di persimpangan jalan.
Persoalan lokasi tusuk sate menjadi sensitif bagi mereka yang mempercayainya, karena dikaitkan dengan keberuntungan, terutama bagi hunian atau rumah tinggal. Bagaimana dengan lokasi tusuk sate untuk keperluan kantor seperti pada kantor Go-Jek?
Praktisi Feng Shui, Suhu Yo membedakan dua makna lokasi tusuk sate untuk rumah tinggal dan kepentingan bisnis. Lokasi tusuk sate untuk rumah tinggal sangat tak disarankan dalam perhitungan Feng Shui. Alasannya memang logis, dan sudah umum banyak diketahui, yaitu soal risiko kendaraan yang nyelenong ke rumah tusuk sate, gangguan lampu sorot kendaraan di malam hari, hingga persoalan hembusan angin lebih leluasa menghinggapi rumah tusuk sate yang berisiko membawa debu-debu dan berbagai penyakit. Persoalan angin ini pula yang justru menjadi kata kunci lain bagi lokasi tusuk sate untuk tempat bisnis seperti kantor Go-Jek.
“Lokasi kantor di tusuk sate untuk perusahaan transportasi bagus, mudah dapat angin. Transportasi itu ada unsur angin dan unsur api, perlu angin yang kuat, agar bisa dibawa terbang kemana saja lancar,” kata Suhu Yo kepada tirto.id, Rabu (9/11/2016)
Intinya, lokasi kantor Go-Jek di tusuk sate secara Feng Shui sudah sangat tepat. Lokasi tusuk sate juga dianggap cocok untuk bisnis restoran, hotel, perusahaan ekspedisi atau bisnis yang mengandung logam. Namun lain ceritanya bagi bisnis yang memiliki unsur kertas, kayu, kain malah tak cocok untuk lokasi tusuk sate. Penjelasannya memang seolah bisa diterima nalar, dan tergantung siapa yang mempercayainya.
“Untuk bisnis yang mengandung unsur kain, baju, kertas, kayu, kurang bagus, gampang rusak sobek, gampang tertusuk, toko pakaian kurang bagus, usaha kurang stabil,” jelas Suhu Yo.
Apapun pandangan Feng Shui, yang jelas hingga saat ini Go-Jek terus berkembang sebagai sebuah entitas bisnis startup. Pascasuntikan dana segar Agustus lalu, Go-Jek makin memperluas jangkauan bisnisnya tak hanya di layanan aplikasi transportasi online. Go-Jek telah mengakuisisi dua start-up asal India, C42 Engineering dan CodeIgnition. Mereka juga mengakuisisi PonselPay milik PT MVCommerce.
Pastinya, akuisisi-akuisisi ini bukan dari “tusuk sate” atau dari ahli Feng Shui tapi dari uang para investor. Barangkali lokasi tusuk sate hanya menjadi penyemangat dari apa yang disebut keberuntungan seperti yang pernah disampaikan oleh Nadiem Makarim.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti