tirto.id - Turki dihantam krisis akibat anjloknya nilai mata uang lira Turki terhadap dolar sekitar 40% sejak awal tahun hingga 13 Agustus 2018. Turunnya lira disinyalir disebabkan oleh kekhawatiran atas kebijakan ekonomi yang diusung pemerintah Turki, utang luar negeri yang mencapai ratusan miliar dolar AS, hingga hubungan dagang antara AS dan Turki yang kian memanas.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sempat menuduh AS sebagai biang kerok ambruknya nilai tukar lira. "Turki tengah menghadapi serangan ekonomi. Kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk melawan serangan ini dan akan terus melakukannya," tegas Erdogan sebagaimana dikutip ITV News.
Sebelumnya Presiden AS, Donald Trump, mengambil keputusan untuk menaikkan tarif impor besi dan aluminium dari Turki. Untuk aluminium, Trump menaikkan tarif impor hingga 20%, dan untuk tarif impor besi sebesar 50%.
Kendati begitu, ambruknya lira tidak serta merta salah Amerika, mengingat fundamental ekonomi Turki tak terlalu kokoh. Defisit transaksi berjalan Turki tercatat lebih dari 6% dan inflasi hampir menyentuh 20%.
Krisis di Turki rupanya mengundang adanya bantuan dari negara lain. Salah satunya adalah Qatar. Pada Rabu (15/8), pemerintah Qatar resmi mengumumkan bakal menyuntikkan investasi sebesar $15 miliar ke pasar keuangan dan perbankan Turki. Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, menyebut suntikan modalnya ke Turki merupakan wujud solidaritas.
Juru bicara presiden Turki, Ibrahim Kalin, menegaskan apa yang dilakukan Qatar merupakan bukti “bahwa Qatar berpihak pada Turki.”
Keputusan memberikan bantuan investasi lantas disusul dengan agenda pertemuan antara Erdogan dan Sheikh Tamim di Ankara. Sheikh Tamim adalah kepala negara asing pertama yang mengunjungi Ankara sejak krisis memukul telak Turki.
“Sebagai bagian dari pembicaraan penting yang saya lakukan di Ankara pada hari Jumat dengan Yang Mulia Presiden Erdogan, kami mengumumkan paket deposit dan proyek investasi senilai $15 miliar di negara tersebut, dengan harapan perekonomian kembali produktif, kuat, dan solid,” kata Sheikh Tamim lewat akun Twitter-nya, sebagaimana diwartakan Al Jazeera.
Selain membahas mengenai paket bantuan ekonomi, pertemuan kedua kepala negara itu juga merundingkan langkah-langkah guna meningkatkan kerjasama strategis Qatar-Turki.
Usai kesepakatan dana investasi diteken, lira Turki perlahan menguat hingga 5,75 poin terhadap dolar. Keesokan harinya, Kamis (16/8), nilai lira Turki terhadap dolar berada di poin 5,90.
Berawal dari Kudeta
Bantuan investasi Qatar untuk Turki adalah buah dari kemesraan Doha dan Ankara selama beberapa tahun terakhir. Hubungan Qatar-Turki terbilang awet di tengah kondisi geopolitik hari ini, khususnya di kawasan Timur Tengah yang cenderung tak stabil.
Solidaritas kedua negara bisa disaksikan ketika Turki dihebohkan oleh kudeta militer pada 2016. Saat itu, pemerintahan Erdogan digoyang oleh militer. Ankara menuduh simpatisan Fethullah Gülen—biasa disebut "Gülenis"—sebagai otak kudeta.
Selama satu dekade awal kepemimpinan AKP, Gülen menjalin hubungan akrab dengan Erdogan. Namun, hubungan itu retak sejak awal 2010-an akibat investigasi atas kasus korupsi yang melibatkan kader-kader AKP. Mengingat banyaknya para simpatisan Gülen di birokrasi pemerintahan, termasuk di lembaga peradilan dan kepolisian, Gülenis pun dituduh mendalangi investigasi tersebut.
Para simpatisan Gülen pun tak terima dan melawan. Salah satunya dengan aksi para jaksa dan penyidik hukum yang mengungkit-ungkit kasus korupsi kerabat dekat Erdogan. Erdogan yang paham kondisi itu lalu melakukan perombakan habis-habisan terhadap lembaga peradilan Turki.
Setelah retaknya hubungan Erdogan dan Gülen, kelompok sekuler militan seperti Ergenekon pun bersatu padu dengan kelompok Islam moderat pimpinan Gülen untuk menjatuhkan pemerintahan Erdogan yang mereka nilai korup dan tiran.
Kudeta itu memang akhirnya gagal karena sejumlah faktor. Salah duanya adalah rencana faksi Gülenis di militer yang dianggap tak matang dan kesuksesan Erdogan menggaet dukungan massa dengan mengklaim bahwa dirinya seorang sekuler tulen. Mendengar pesan Erdogan, rakyat Turki pun seketika membanjiri jalanan untuk memberikan dukungan kepada sang perdana menteri. Banyak pihak berpendapat bahwa kondisi ini bukan berarti Erdogan dicintai masyarakat Turki, tetapi karena publik tak mau kudeta militer terulang lagi.
Kegagalan kudeta membuat Erdogan memiliki legitimasi yang lebih besar untuk memburu musuh-musuhnya. Setelah kudeta, kurang lebih 8000 polisi dan 2700 jaksa serta hakim langsung dipecat. Sekitar 6000 tentara dijebloskan ke penjara.
Akan tetapi, kegagalan kudeta tak serta merta membuat Erdogan tenang dan tepat pada momen inilah Qatar menjulurkan tangan.Middle East Monitor mewartakan bahwa berdasarkan dokumen Kedutaan Qatar di Ankara, Doha mengirimkan pasukan khusus untuk melindungi Erdogan usai percobaan kudeta.
Dokumen yang ditandatangani oleh Dubes Qatar di Ankara, Salem Bin Mubarak Al-Shafi, mengklaim bahwa pengiriman pasukan khusus didasari permintaan Erdogan agar dirinya terhindar dari upaya pembunuhan. Sekitar 150 personel pasukan ditugaskan Qatar untuk “menjaga keselamatan Presiden Erdogan.”
Kian Mantap Karena Blokade
Satu tahun kemudian, giliran Turki yang membantu Qatar. Juni 2017, empat negara di Timur Tengah, yakni Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Doha dituduh membiayai teroris. Para diplomat Qatar diberi waktu 48 jam untuk meninggalkan negara-negara Teluk tersebut.
Tak hanya memutuskan hubungan diplomatik, empat negara itu juga memblokade Qatar di wilayah udara. Pesawat Qatar Airways, contohnya, dilarang melewati wilayah udara keempat negara. Walhasil, rute penerbangan Qatar Airways pun berubah dan harus berputar ke arah Iran, yang menjadi pintu satu-satunya untuk masuk ke Qatar.
Agar Qatar terlepas dari blokade, keempat negara Teluk mengajukan 13 syarat. Mereka mendesak Qatar untuk memutuskan hubungan dengan semua organisasi teroris dan sektarian seperti Ikhwanul Muslimin, ISIS, al-Qaeda, dan beberapa lainnya, termasuk menghentikan semua pendanaan bagi individu atau kelompok yang dianggap teroris oleh negara-negara Teluk tersebut.
Qatar juga harus menyerahkan tokoh-tokoh teroris yang menjadi buronan aliansi Saudi, membekukan aset mereka, dan memberikan sejumlah informasi: mulai dari tempat tinggal tinggal hingga keuangan para buronan kepada Arab Saudi dan konco-konconya. Tak hanya itu, Qatar juga diminta agar tidak memberikan kewarganegaraan kepada buronan Arab Saudi.
Pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran, yang menjadi satu-satunya pintu masuk ke Qatar, juga masuk dalam daftar desakan negara-negara Teluk. Iran adalah musuh bebuyutan Arab Saudi sehingga pemerintah negara-negara Teluk meminta Qatar untuk mengusir Garda Revolusi Iran dan memutus hubungan kerja sama militer.
Tak hanya Iran, keempat negara Teluk pun meminta Qatar menghentikan kerja sama militer dengan Turki dan menutup pangkalan militernya yang saat itu sedang dalam tahap pembangunan. Kantor berita Al Jazeera juga harus ditutup, termasuk beberapa kantor berita lainnya yang didanai Qatar seperti Arabi21, Al Araby, sampai Middle East Eye.
Segala tekanan yang ditujukan pada Qatar mendorong Turki untuk ambil sikap. Seperti diwartakan BBC, Erdogan menggambarkan isolasi Qatar sebagai “tindakan tidak manusiawi,” “bertentangan dengan nilai-nilai Islam,” serta tak ubahnya seperti “hukuman mati”.
Turki lantas mengirimkan bantuan kargo berisi makanan pokok (susu, yogurt, daging), 48 jam usai aliansi Saudi memutuskan memblokade Qatar. Tak hanya itu, Turki mengirimkan pasukan ke Qatar selepas parlemen Ankara meloloskan RUU yang mengatur penempatan militer Turki di Qatar. Sebelumnya, RUU ini mangkrak selama dua tahun di parlemen.
Keterlibatan Turki di Qatar menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang kontra menilai bahwa kehadiran Turki di Qatar melalui pasokan makanan dan militer membuat Ankara kehilangan kesempatan untuk jadi mediator yang netral. Alih-alih menjaga relasinya dengan kedua belah pihak (aliansi Saudi dan Arab), Turki justru memihak salah satu pihak yang berpotensi menyulitkan posisinya di masa depan.
Sementara yang mendukung menyatakan bahwa kehadiran Turki mampu mencegah invasi dan upaya penggulingan pemerintahan Qatar yang sah. Mantan direktur pelaksanan Al Jazeera, Wadah Khanfar, misalnya, menegaskan bahwa tanpa keterlibatan Turki, bisa jadi konflik di kawasan Teluk malah makin meruncing serta memancing perang lain.
“[...] Janji Turki untuk mengirimkan pasukan ke Qatar memang menghentikan eskalasi (konflik) itu serta menciptakan jalur negosiasi dan tuntutan lain," ujarnya sebagaimana dikutip Deutsche Welle.
Kudeta Turki dan blokade Qatar berandil besar melestarikan relasi kedua negara. Data Kementerian Luar Negeri Turki yang dilansir BBC menyatakan bahwa nilai perdagangan ekspor Turki-Qatar mencapai $424 juta pada 2015. Sementara nilai ekspor Qatar-Turki berada di kisaran $361 juta. Produk-produk yang jadi andalan kedua negara adalah peralatan listrik, furnitur, alumunium, sampai produk plastik.
Tak hanya itu, pada 2017, seperti yang dituturkan Wakil Ketua Kamar Dagang Qatar, Mohamed bin Twar, perusahaan-perusahaan Turki menangani proyek senilai $11,6 miliar di Qatar, yang sebagian besar berfokus pada pembangunan infrastruktur Piala Dunia 2022. Sebaliknya, investasi Qatar ke Turki mencapai $20 miliar, yang menjadikannya investasi kedua tertinggi di Turki. Salah satu yang terbesar: pembangunan fasilitas penyimpanan makanan senilai $444 juta di Pelabuhan Hamad.