tirto.id - Presiden AS Donald Trump mengungkapkan Korea Utara bisa memperbaiki dan mengembangkan perekonomiannya seperti seperti Vietnam dan Cina.
Trump juga mengatakan, Korea Utara bisa berkembang pasar pada sektor ekonomi seperti Vietnam jika "menyerah" terhadap senjata nuklirnya.
Saat ini Donald Trump sedang berada di Hanoi guna membahas denuklirisasi dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. KTT Trump dan Kim ini digelar pada 27-28 Februari 2019.
“Vietnam berkembang pesat seperti beberapa wilayah lainnya di dunia. Korea Utara bisa juga seperti itu, dan sangat cepat, jika mereka melakukan denuklirisasi,” cuit Trump di akun Twitternya.
"Potensinya menakjubkan, sebuah kesempatan besar, seperti belum pernah ada sebelumnya, untuk temanku Kim Jong-Un, kita akan segera mengetahuinya – Sangat menarik!"
Pada cuitan berikutnya, Donald Trump meminta Demokrat di Washington untuk tidak mendikte apa yang harus dilakukannya terhadap Korea Utara.
“Sebaliknya tanyakan kepada mereka kenapa mereka tidak melakukannya selama 8 tahun kepemimpinan Obama?”
Dikutip dari CNBC, Pada tahun 2018, saat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengunjungi Vietnam, dia menyampaikan, Korea Utara bisa mengikuti jejak Vietnam dalam hal hubungan baik dengan AS maupun kesejahteraan ekonomi.
Vietnam berhasil menjalin hubungan baik dengan AS setelah bermusuhan sebalam beberapa dekade.
“Keajaiban tersebut bisa kalian alami juga,” kata Pompeo.
Vietnam mengalami kemajuan ekonomi yang pesat selama beberapa tahun terakhir. Melansir Aljazeera, Vietnam mengalami perubahan besar setelah perang Vietnam berakhir pada 1975. Sepuluh tahun kemudian, dibantu program pembebasan ekonomi, Vietnam mulai bangkit.
Saat ini, dua kota besar di Vietnam, Ho Chi Minh dan Hanoi penuh dengan tempat usaha, supermarket, bar, dan restoran. Pertumbuhan ekonomi yang cepat dicapai dengan pasar terbuka dan sektor manufaktur.
Vietnam kini merupakan pengguna perangkat elektronik yang melebihi jumlah penduduknya sendiri (1 orang Vietnam dapat memiliki lebih dari 1 perangkat komunikasi).
Sebaliknya, Korea Utara mengalami keterbatasan pangan karena bencana alam dan sanksi internasional karena percobaan nuklir membuat dunia barat memotong hubungan dagangnya.
Program Pangan Dunia menyatakan bahwa 10,3 juta jiwa di Korea Utara kekurangan gizi pada 2017, hingga pada Januari lalu Korea Utara, melalui perwakilannya meminta bantuan PBB untuk bantuan makanan.
Di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, yang memerintah sejak kematian ayahnya pada 2011, Korea Utara mengambil langkah kecil untuk terobosan ekonomi dengan mengizinkan rakyat bercocok tanam, beternak dan jual beli sembako.
Tahun lalu, Trump juga menyampaikan akan fokus pada pengembangan ekonomi ketimbang nuklir karena capaian persenjataan telah memenuhi target.
Sebuah penelitian oleh Ahli Ekonomi Asia Timur, Ruediger Frank menyatakan bahwa kelas menengah di Korea Utara rata-rata tinggal di Kota besar seperti Pyongyang. Warga ini memiliki akses mobil, smarthphone, dan kebutuhan dasar lainnya, yang mayoritas di impor dari negara tetangga seperti Cina.
“Kelas ekonomi yang homogen telah mengalami perubahan, yaitu lebih beragam untuk saat ini,” tulisnya dalam website 38 North.
Reformasi yang dilakukan Kim Jong-un menimbulkan kehausan akan kemakmuran seperti yang dialami Korea Selatan, Cina, dan negara-negara lainnya.
Frank juga mengatakan bahwa Vietnam dan Cina tetaplah komunis meskipun mereka memainkan permainan bisnis ala kapitalis.
Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong Ho mengunjungi Vietnam November lalu. Ia disambut oleh Perdana Menteri Pham Binh Minh yang menyampaikan bahwa Vietnam siap berbagi dalam pengalaman pengembangan ekonomi dengan Korea Utara.
“Bagi saya, Vietnam adalah model terbaik untuk membujuk Korea Utara keluar dari kegagalan ekonomi dan dapat menjadi motivasi terbaik untuk melakukan denuklirisasi,” kata Michael O’Hanlon, Direktur penelitian Kebijakan Luar Negeri Institusi Brookings, Washington kepada Aljazeera.
Selain Vietnam, Korea Utara bisa meniru Cina untuk pertumbuhan ekonomi. Vietnam meniru kebangunan ekonomi Cina pada akhir 1970-an. Dibawah kepemimpinan Dengn Xiao Ping, Cina mula lebih liberal sembari mempertahankan 1 partai, bahkan mempertahankan energi nuklir dan program persenjataan.
Namun, Cina memiliki kelebihan yang Vietnam maupun Korea Utara tidak punya, yaitu rakyat. Dengan 1,4 miliar penduduk, Cina diuntungkan dengan tenaga kerja murah dan pasar domestik yang besar.
Vietnam di sisi lain, dengan 95 juta penduduk, mengejar ketertinggalan dengan mengizinkan investor asing dan partner dagang lebih besar dari yang dilakukan Cina. Pada 2017, volume perdagangan mencapai lebih dari dua kali lipat berdasarkan data Bank Dunia.
Korea Utara dengan hanya 25 juta jiwa membutuhkan kebebasan perdagangan luar negeri dan kebijakan investasi jika ingin sukses dan mengembangkan perekonomiannya.
Editor: Yantina Debora