Menuju konten utama

Tradisi Memberi Uang Saat Perayaan

Memberikan uang untuk hadiah sudah menjadi tradisi di Indonesia. Beberapa negara seperti Malaysia, Jepang, Tiongkok, dan lainnya juga mengenal tradisi serupa menjadi bagian perayaan.

Tradisi Memberi Uang Saat Perayaan
seorang anak melihat angpao lebaran bercorak kartun di kawasan pasar anyar tangerang, banten, selasa (21/6). angpao lebaran tersebut dijual dengan harga rp5.000 per tiga angpao dan mendekati lebaran permintaanya kini meningkat. antara foto/lucky r/foc/16.,

tirto.id - Aji Prasetyo, bocah 10 tahun senang bukan kepalang. Jari jemarinya sibuk menghitung berlembar-lembar uang persenan dari hasil keliling hari pertama Idul Fitri. Bagi anak sekecil Aji, Idul Fitri adalah kegembiraan dengan pakaian serba baru dan banyak lembaran uang persenan di tangan dari pemberian keluarga besar dan tetangganya.

“Lagi menunggu persenan lagi, biar banyak, buat beli sepeda,” ujar Aji.

Di Indonesia, memberi uang sebagai hadiah sudah lumrah dalam perayaan seperti Idul Fitri, Imlek, perayaan pernikahan, kegiatan melayat, dan lain sebagainya. Pada perayaan hari raya, seperti Imlek dikenal istilah angpao. Istilah angpao beras menyambut tahun baru Imlek. Warna merah sendiri melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tiongkok, yang menunjukkan kegembiraan dan harapan nasib baik bagi penerimanya.

Di Tiongkok, angpao ditemukan kali pertama pada masa Dinasti Han. Pada masa itu sebagian besar angpao menggunakan uang tembaga yang memiliki lubang bundar dan lubang segi empat di bagian tengah. Biasanya pada bagian depan, terdapat kalimat keberuntungan “fu shan shou hai” yang artinya semoga berbahagia dan panjang usia, ada juga yang bertuliskan “qiang shen jian ti” yang artinya semoga sehat selalu. Sedangkan di bagian belakang terdapat lambang keberuntungan seperti harimau, kura-kura, dan sebagainya.

Infografik Angpao Lebaran

Dalam tradisi orang Tionghoa, seseorang wajib memberikan angpao terutama orang yang telah menikah, pernikahan merupakan batas antara masa anak-anak dengan usia dewasa. Harapannya pemberian angpao dari orang yang telah menikah bisa memberikan nasib baik kepada orang yang menerima.

Pemberian hadiah seperti angpao juga berlaku di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Majalah Living World pernah mengulas soal tradisi ‘duit raya’ saat hari raya idul Fitri di Malaysia. Tradisi ini juga sering disebut green envelope, karena uang sebagai hadiah tersimpan dalam amplop berwarna hijau. Warna hijau melambangkan warna yang melekat bagi umat Muslim. Tradisi ini merupakan bagian dari konsep zakat, yang mengatur kaum muslim menyisihkan 2,5 persen dari kekayaan untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Pemberian uang sebagai hadiah juga populer pada acara pernikahan di beberapa negara. Selain di Indonesia, tradisi semacam ini juga berlangsung di Jepang, Tiongkok, Nigeria, dan Polandia. Uang jadi hadiah yang sangat umum dalam sebuah perayaan pernikahan di Jepang. Orang tua mempelai pria secara tradisional memberikan uang kepada keluarga pengantin wanita dalam amplop khusus yang disebut ashugi-bukuro. Amplop itu dihiasi dengan hiasan emas dan perak yang dipilin dan diikat menjadi simpul dekoratif.

Jumlah uang di dalamnya biasanya sebesar tiga bulan gaji pengantin pria atau jumlah yang ditetapkan sebesar 500.000 yen (sekitar US$ 5.000). Pemberian uang tidak berhenti sampai di situ saja. Para tamu juga memberikan hadiah uang tunai kepada pengantin wanita. Seorang teman pengantin wanita bisa memberi sekitar US$ 300, dan teman yang sangat dekat bisa memberi US$ 500. Pemberian dari seorang atasan, paman atau bibi bisa mencapai US$ 1.000. Biasanya nama pemberi hadiah dan jumlah keseluruhan uang di dalamnya tertulis di bagian luar amplop.

Di Jepang, juga ada tradisi memberi uang sebagai hadiah kepada anak-anak setiap tahun, yang disebut sebagai tradisi "Otoshidama". Awalnya tradisi Otoshidama menggunakan kue beras yang melambangkan semangat. Pemberian uang mulai menggantikan kue beras sejak periode Edo--sekitar 410 tahun lalu. Nilai uang bisa diberikan per tahun sebanyak 5.000 yen sampai dengan 10.000 yen. Ketika anak-anak tumbuh dewasa maka gilirannya untuk memberikan "Otoshidama" untuk anak-anaknya.

Selain sebagai perayaan menyambut hari bahagia, tradisi memberi uang, juga dilakukan saat peristiwa kematian seperti yang terjadi di Indonesia. Tradisi ini sebagai bentuk hubungan sosial di masyarakat sebagai simbol saling membantu, bentuk pernyataan simpati. Apapun bentuknya dan di mana pun, memberi uang untuk hadiah dalam konteks positif sebagai tradisi yang sudah hadir lama di masyarakat dan berlangsung turun temurun.

Baca juga artikel terkait IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra