Menuju konten utama

Tole, Mima, dan Sepenggal Kisah Heroik WNI di Israel

Kisah kemanusiaan ini datang dari negeri seberang. Dari warga negara Indonesia, yang menjadi pahlawan dalam tragedi Holocaust di negeri kincir angin. Penolongnya adalah dua orang asli Indonesia, Tole Madna dan Mima Saina.

Tole, Mima, dan Sepenggal Kisah Heroik WNI di Israel
Papa tole bersama dua anaknya. Alfred dipangku Mima Saina. [Foto/Dok. Alfred Munzer untuk Monique Rijkers]

tirto.id - Foto hitam putih itu dikirim oleh Monique Rijkersmelalui pesan elektronik kepada tirto.id. Gambarnya, tiga anak berwajah bule, dan dua orang dewasa berwajah Indonesia. Anak lelaki di pangku seorang wanita dan rambutnya lebih pirang. Lelaki kecil itu adalah Alfred Munzer, seorang bayi berdarah Yahudi berhasil selamat dari tragedi Holocoust. Mima dan Tole adalah dewi fortuna bagi Alfred.

Atas jasa keduanya, nama Tole dan Mima pun disematkan sebagai pahlawan dalam situs yadvashem.org. Nama Indonesia di situs itu tertulis masuk dalam negara Righteous Amongthe Nations per tanggal 1 Januri 2016. Dokumen dalam situs itu juga menggunakan bahasa ibrani. “The Holocaust Martyrs, and hero rememberauthority,” begitu keterangan tertulis di situs yadvashem.org seperti dikutip tirto.id.

Catatan pendek sejarah Tole dan Mima juga dituliskan dalam situs itu. Mima dan Tole dijadikan pahlawan nasional Israel berkat jasanya telah mempertaruhkan nyawa mereka demi Alfred Munzer. Masih dalam catatan itu, Tole tertulis sebagai seorang Katolik, sedangkan Mima Saima diyakini seorang muslim. Tole lahir pada tahun 1898 di Maos, Jawa Tengah ketika zaman Hindia Belanda. Dia pindah ke Belanda setelah diadopsi keluarga bermarga Bosmans dan menetap di Den Haag. Sementara Mima Saina merupakan pembantu Tole. Dia bertugas menjaga dan merawat anak Tole.

Kisah Kemanusiaan dan Hari-hari Menegangkan

Catatan soal perjalanan Tole dan Mima Saina menolong bayi yahudi bernama Alfred memang minim. Singkat cerita, pada tahun 1926, Tole menikah dengan seorang wanita Belanda bernama Johanna Adrianna Van Der Roest. Dia dikaruniai tiga orang anak. Anak pertamanya bernama Wilhelmina, anak kedua bernama Dewi, dan terakhir Tole memiliki anak lelaki. Dia bernama Tole Johannes Hendricus. Sayang, pernikahan dengan Johanna kandas. Tole bercerai dengan istrinya dikenal dengan panggilan Annie pada tahun 1936.

Tahun 1942, ketika Jerman menginvasi Belanda banyak orang Yahudi menjadi buruan. Perburuan orang-orang Yahudi oleh tentara SS Jerman ini juga mengantarkan pertemuan antara Tole, Mima dengan Alfred Munzer. Mima Saina bernama asli Sainah. Dia merupakan pengasuh anak bungsu Tole, Johannes Hendricus biasa dipanggil Rob. Sainah merupakan imigran asal Indonesia. Tak ada catatan perjalanan Sainah atau akrab disapa Mima Saina bisa sampai ke Belanda.

United States Holocaust Memorial Museum mencatat kisah Afred. Dia tercatat lahir pada tanggal 23 November 1941 di Den Haag, Belanda. Alfred Munzer terlahir dari pasangan berdarah Yahudi asal Polandia. Ayahnya bernama Simcha, sedangkan ibunya bernama Gisele. Keduanya masih memiliki hubungan dekat sebagai sepupu. Simca berasal dari kota Kanczuga, sedangkan ibunya berasal dari Rymanow. Kedua kota itu berada di Polandia Selatan.

Hasil pernikahan itu, Simca dan Gisele dikaruniai tiga orang anak. Anak pertamanya bernama Eva, sedangkan anak kedua mereka bernama Leana. Mereka adalah kakak Alfred Munzer. Ketika Alfred lahir, kondisi Belanda saat itu sedang diinvasi Belanda. Tragedi perpisahan keluarga itu pun dimulai.

Enam bulan setelah Alfred lahir, ayahnya, Simca diwajibkan melapor ke kamp buruh Jerman. Simca menolak, pada saat itu dia berpura-pura sakit dan dirawat untuk menjalani operasi hernia. Empat bulan setelahnya, situasi makin darurat dan membuat Simca harus menyelamatkan keluarga mereka. Banyak cara dilakukan oleh Simca agar tidak menjadi korban perburuan tentara SS Nazi. Dia berpura-pura gila dan melakukan percobaan bunuh diri. Tujuannya agar dia dibawa ke rumah sakit jiwa.

Sementara istrinya, Gisele menjual barang-barang milik mereka untuk kemudian menyusul suaminya ke rumah sakit jiwa dan berpura-pura bekerja sebagai perawat. Untuk menyelamatkan ketiga anaknya, Gisele pun menitipkan buah hatinya kepada tetangga juga dengan teman dekatnya. Dua kakaknya dititipkan kepada tetangga mereka, sementara Alfred dititipkan kepada teman dekat Gisele yang juga mantan istri Tole Madma, Adrianna Van Der Roest dikenal Annie. Alfred pun dititipkan Annie kepada kakaknya. Belakangan, kakaknya ketakutan dan demi keselamatan diapun menghubungi Tole untuk menitipkan Alfred agar selamat dari perburuan Nazi.

Dari sinilah awal pertemuan mereka bermula. Alfred dibawa oleh Tole untuk dirawat di rumah mereka. Kebetulan di rumahnya, Tole juga tinggal bersama dengan tiga anaknya hasil pernikahan dengan Annie. Untuk merawat anak bungsunya, Tole mempekerjakan Mima. Mima pula yang kemudian merawat Alfred selama tiga tahun.

Rasa cinta Sainah menjaga dan merawat Alfred begitu mengharukan. Dalam kondisi perang dunia II serta keadaan darurat di Belanda kala itu, Sainah pernah berjalan bermil-mil agar Alfred memperoleh susu. Alfred bahkan masih mengenang lagu “Nina Bobo”. Monique Rijkers, orang yang memberikan foto masa kecil Alfred kepada tirto.id menuliskan sebuah cerita tentang kenangan itu. Lagu itu juga ikut menyelamatkan nyawa Alfred dari buruan Gestapo. Mima memang menjadi ibu pengganti bagi Alfred ketika kedua orang tuanya dalam pelarian dari kejaran tentara SS Nazi.

Perjuangan Tak Mengenal Perbedaan

Masa perang pun mulai berakhir. Alfred kecil makin tumbuh dewasa. Ketika itu juga Gisele mencari keberadaan Alfred, sementara ayahnya Simca tutup usia sebelum Perang Dunia II berakhir. Dua kakaknya pun bernasib serupa. Eva dan Leana menghadap sang khalik setelah ditangkap pasukan SS Nazi untuk di pindah ke kamp penampungan. Dia sempat dirawat selama dua tahun oleh tetangga mereka.

Simca Lama tak bertemu dengan anaknya, dia pun mencari keberadaan Alfred setelah pindah dari kamp ke kamp tawanan Yahudi oleh tentara Jerman. Ketika kembali bertemu dengan anak bungsunya, Gisele butuh waktu untuk memperkenalkan jika dia adalah ibu kandungnya. Gisele pun memaklumi, karena Mima adalah orang yang saban hari bersama Alfred ketika dia dikejar-kejar tentara SS Jerman.

Hingga akhirnya Gisele membawa Mima untuk tinggal serumah bersama dengan Alfred. Sayang tidak beberapa lama, Mima Saina meninggal dunia. Alfred pun diboyong Gisele untuk tinggal di Belgia. Tak lama di Belgia, Gisele membawa Alfred untuk migrasi ke Amerika. Kini, Alfred kecil, seorang bayi Yahudi diselamatkan oleh Tole dan Mima menjadi seorang ahli. Dia dokter spesialis Pulmonologis di Washington Adventist Hospital, Takoma Park, Washington D.C.

Ketika Presiden Joko Widodo melawat ke Amerika Serikat, Alfred pun pernah menemui Jokowi. Ketika Dino Patti Djalal menjabat sebagai Duta Besar di Amerika Serikat, Alfred pernah diundang untuk menceritakan kisahnya diselamatkan oleh orang Indonesia.

Aksi kemanusian dilakukan Mima Saina seolah memberi pelajaran bagi banyak orang. Di tengah kesulitan dan bahaya tragedi holocaust, Mima rela menyelamatkan nyawa seorang bocah yang bukan buah hatinya. Apalagi dengan latar belakang berbeda, Mima adalah seorang muslim sementara Alfred berdarah Yahudi. Namun, Mima merawat bocah kecil itu dengan penuh kasih sayang. Sebagai bentuk penghormatan, nama Mima pun terpahat di Wallof Honor, Museum Yad Vashem, Jerusalem, Israel.

Keduanya dianggap pemberani dan rela mempertaruhkan nyawa untuk orang-orang Yahudi dari ancaman perburuan Nazi. Menurut Monique Rijkers, kisah mengenai Tole dan Mima Saina juga disebut dalam Congressinal Record Vol 148 yang terbit pada tahun 2002. Profil mereka pun dibacakan oleh Henry A Waxman, Mantan Anggota Kongres Amerika Serikat dari Partai Demokrat. “Dua pahlawan sejati Holocaust,” kata Henry A Waxman.

Mengutip petuah dari mendiang Gus Dur “Tidak penting agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik, orang tidak akan melihat agamamu”. Begitulah barangkali Mima dan Tole akan dikenang.

Baca juga artikel terkait ISRAEL atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Humaniora
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti