Menuju konten utama

Tito Karnavian, Upaya Jokowi Melepas "Ganjalan Pintu"

Presiden Joko Widodo membutuhkan mitra jangka panjang untuk menata institusi Polri selama masa jabatannya. Dia mengajukan Komjen Polisi Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal Badrodin Haiti. Padahal nama Tito tak disodorkan Wanjakti.

Tito Karnavian, Upaya Jokowi Melepas
Kepala BNPT Komjen (pol) Tito Karnavian menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Antara foto/M Agung Rajasa

tirto.id - Terjawab sudah siapa calon Kapolri pilihan Jokowi yang sejati. Setahun lalu, saat menunjuk Komjen Badrodin Haiti, pertimbangannya lebih sekedar mengisi posisi kosong setelah Komjen Budi Gunawan dinyatakan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kini, Komjen Tito Karnavian agaknya diharapkan Jokowi bisa menjadi partner jangka panjangnya guna mewujudkan polisi yang profesional dan bisa diandalkan.

Surat pengajuan nama Tito sebagai Kapolri yang ditandatangani Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah diterima oleh Ketua DPR Ade Komarudin, pada Rabu (15/6/2016) pagi. Komisi III DPR pun sudah menyatakan bakal langsung memrosesnya.

“Kami harapkan sebelum memasuki libur hari raya Idul Fitri, sudah bisa kita selesaikan dan bisa ditetapkan dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna," kata Bambang Soesatyo, Ketua Komisi III, pada hari itu juga.

Sebagai konsekuensi atas pilihan Presiden Jokowi, Tito Karnavian harus “melibas” banyak seniornya di Akademi Kepolisian (Akpol). Maklum, Tito yang alumni 1987 harus menggantikan Badrodin yang alumni 1982. Itu artinya, loncat lima angkatan dan ada beberapa jenderal bintang tiga dari empat angkatan --1983, 1984, 1985 dan 1986-- yang harus ikhlas merelakan posisi Kapolri.

Padahal, berderet nama jenderal bintang tiga (komjen) – alumni empat angkatan-- yang kini berada di posisi elite Mabes Polri di Jalan Trunojoyo. Sebut saja Irwasum Komjen Dwi Prayitno (1982), Wakil Kapolri Komjen Budi Gunawan (1983), serta Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Budi Waseso (1984).

Belum lagi Kabaharkam Komjen Putu Eko Bayuseno (1984), Kapusdiklat Polri Komjen Syarifuddin (1985), juga Sekretaris Utama Lemhannas Komjen Suhardi Alius (1985).

Meloncati hingga empat angkatan tentu menarik, mengingat pergantian Kapolri pada umumnya hanya loncat satu atau dua angkatan. Kalaupun ada yang loncat hingga tiga angkatan, terjadi saat Timur Pradopo (1978) menggantikan Bambang Hendarso Daruri (1974) di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menduplikasi Timur

Saat ini, Tito Karnavian menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Jabatan itu diembannya belum lama, yakni per 16 Maret 2016. Pangkatnya naik menjadi Komjen baru pada 12 April 2016. Sebelum menjadi Kepala BNPT, Tito mengisi pos Kapolda Metro Jaya dengan pangkat Irjen atau bintang dua, sejak 12 Juni 2015.

Kini, begitu namanya diajukan ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi, bisa dikatakan bahwa bintang di pundak Tito sudah genap menjadi empat bintang atau jenderal. Artinya, Tito hanya butuh waktu dua bulan agar bintang di pundaknya genap menjadi empat.

Prestasi Tito ini hanya kalah dari Timur Pradopo saat ditunjuk sebagai Kapolri oleh Presiden SBY, pada Oktober 2010. Timur yang didapuk menggantikan Bambang Hendarso Daruri, perlu 18 hari agar bintang di pundaknya menjadi empat.

Terlepas dari loncatan karier, banyak yang menganggap bahwa Tito memang layak untuk memimpin Trunojoyo. Secara akademik, Tito memiliki curricullum vitae yang tak bisa dipandang sebelah mata. Dia menyandang titel Master of Arts (MA) dalam studi kepolisian dari University of Exeter, Inggris. Plus gelar Ph.D dengan status magna cum laude untuk bidang terorisme dan Islam Radikal dari Nanyang Technological University, Singapura.

Belum lagi sederet prestasi yang ditorehkannya. Mulai dari menangkap buronan Tommy Soeharto dalam kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, penangkapan gembong teroris Azahari Husin di Batu, Malang, Jawa Timur, hingga membongkar jaringan teroris pimpinan Noordin M Top.

Abaikan PDI Perjuangan

Secara politis, penunjukan Jokowi terhadap Tito memang mengejutkan. Maklum, sejauh ini, PDI Perjuangan tampaknya masih menginginkan Komjen Budi Gunawan menjabat Kapolri untuk menggantikan Badrodin Haiti. Sebagai catatan, saat masih berpangkat Kombes, Budi Gunawan pernah menjadi ajudan pribadi Presiden Megawati Soekarnoputri yang menjabat 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004.

Keterkejutan partai banteng yang merupakan pendukung utama Presiden Jokowi, setidaknya dilontarkan Trimedya Panjaitan, Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan. “Dari dua nama yang awalnya diberikan dan kemudian diberikan satu lagi, enggak ada namanya Pak Tito. Makanya kita surprise," kata Trimedya yang juga Wakil Ketua Komisi III, pada Kamis (16/6/2016).

Maksud Trimedya, nama Tito tidak tercantum dalam daftar usulan yang diajukan Dewan Jabatan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri untuk calon Kapolri. Wanjakti yang dipimpin Kapolri atau Wakapolri itu, hanya mengajukan nama Komjen Budi Gunawan, Komjen Budi Waseso, dan Komjen Dwi Priyatno.

“Memang ini hak prerogatif Presiden. Tapi buat apa Wanjakti melakukan penyaringan? Buat apa Kompolnas melakukan penyaringan?" sesal Trimedya sembari mengatakan bahwa partainya bakal mencermati proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap Tito yang akan dilakukan di Komisi III, pada Rabu (22/6/2016).

Hal menarik lainnya terkait munculnya nama Tito, tak lain pernyatan Kapolri Badrodin Haiti yang mengaku sempat diminta masukan oleh Presiden Jokowi soal penggantinya. Menurutnya, Presiden memang tertarik dengan prestasi Tito, khususnya dalam menangani tindak pidana luar biasa.

Setelah itu, dia pun melakukan pembicaraan personal dengan Tito. Masih menurut Badrodin, Tito sempat menolak diusulkan menjadi calon Kapolri karena ingin fokus sebagai Kepala BNPT. Namun di mata Badrodin, pernyataan Tito lebih karena keseganan terhadap banyak seniornya di Mabes Polri. “Maksudnya dia itu, kita mengertilah," ujar Badrodin kepada wartawan, di Komplek Istana Kepresidenan, pada Rabu (15/6/2016).

Tak Tertarik 'Ganjal Pintu'

Lalu adakah alasan lain bagi Jokowi untuk memilih Tito?

Menarik menyimak pendapat mantan Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala yang mengatakan bahwa Presiden Jokowi bakal memilih sosok yang loyal dalam jangka panjang. Harap dicatat, Tito baru akan pensiun pada tahun 2022.

Masih menurut Adrianus, setelah Budi Gunawan tidak dipilih karena adanya pertarungan dengan KPK, pilihan berikutnya adalah Badrodin Haiti. Pilihan itu dianggap terbaik, meski Badrodin dianggap tidak muda lagi. “Presiden pilih Badrodin Haiti baik, karena itu saya pakai istilah 'ganjal pintu sebentar'. Sebelum kemudian Badrodin pensiun, Presiden mencari Kapolri yang panjang masa aktifnya." ujarnya.

Masa tugas Badrodin akan segera berakhir. Namun, Presiden Jokowi tampaknya masih enggak untuk memilih Budi Gunawan. Pilihan berikutnya, adalah Dwi Priyatno. Sayangnya, penunjukan Dwi juga hanya akan menjadi ganjal pintu.

“Presiden nggak mau lagi memilih ganjal pintu sebentar. Makanya presiden memilih calon kapolri permanen yang lebih panjang usia aktif masa jabatannya. Minimal pak Jokowi bisa bekerja sama hingga akhir masa jabatan,” ujar Adrianus kepada tirto.id.

Begitulah, Presiden Jokowi agaknya memilih “berinvestasi” dengan menunjuk Komjen Tito Karnavian yang kredibel dan mempunyai segudang prestasi. Tujuannya, menata Mabes Polri dan menciptakan personel yang andal. “Kita senang dengan kapolri yang panjang usia aktifnya karena dengan begitu punya waktu untuk menutaskan programnya hingga selesai,” tutup Adrianus.

Baca juga artikel terkait KAPOLRI atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Mild report
Reporter: Kukuh Bhimo Nugroho
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti