tirto.id - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menyarankan pasien COVID-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri untuk mengecek saturasi atau kadar oksigen secara rutin, termasuk mereka yang menunjukkan gejala persisten setelah pemulihan.
Masuknya virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 ke tubuh melalui sistem pernapasan, menyebabkan cedera langsung pada paru-paru melalui peradangan dan pneumonia dan berdampak negatif pada seberapa baik oksigen ditransfer ke aliran darah.
Tingkat oksigen dalam tubuh yang normal berkisar antara 95 hingga 100 persen. Jika kadar oksigen di dalam tubuh seseorang berada di bawah 90 persen, ia dianggap memiliki kadar oksigen yang rendah dan memerlukan tindakan medis, demikian sebagaimana dikutip dari laman Medical News Today.
Sebelum membeli oximeter, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Berikut ini tips membeli alat pengukur saturasi oksigen, yang dikutip dari Bussines Insider.
Jenis atau Tipe Oximeter
Hal pertama yang harus ditentukan adalah jenis oximeter yang Anda butuhkan untuk digunakan di rumah. Jadi, ada tiga jenis yaitu oximeter denyut ujung jari, oximeter genggam, dan oximeter denyut janin.
Untuk penggunaan di rumah, oximeter ujung jari adalah yang paling cocok. Sementara dua jenis lainnya digunakan di rumah sakit dan klinik, dan harganya lebih mahal.
Harga dan Fitur
Harga oximeter denyut jari di Indonesia berkisar antara Rp100 ribu hingga Rp300 ribu, tergantung jenis dan fitus-fiturnya.
Carilah oximeter yang memiliki tampilan cerah dan jernih, terbuat dari bahan yang tahan lama, beberapa tahan air dan merupakan nilai tambah jika terdapat fitur pembacaan detak jantung.
Oximeter bisa diperoleh di apotek, toko alat kesehatan, atau dipesan secara online melalui e-commerce.
Tingkat Akurasi
Akurasi adalah faktor kunci sebelum memutuskan membeli oximeter. Sayangnya, tidak ada cara untuk memeriksa keakuratan pada saat pembelian, tetapi cara terbaik adalah memeriksa ulasan dan sertifikasi sebelum membeli.
Hal yang sama terjadi dengan oximeter denyut, karena pembacaan ini menunjukkan kondisi kesehatan Anda saat ini. Pembacaan yang salah pada oximeter bisa menjadi sangat serius di kemudian hari.
Periksa Sertifikasi
Pastikan untuk memeriksa sertifikasi untuk memastikan kualitas oximeter. Ada beberapa organisasi yang mengesahkan kualitas dan standar, yang juga menjamin keakuratan perangkat.
Beberapa sertifikasi yang dapat diandalkan adalah FDA, RoHS dan CE.
Tips Cek Saturasi Oksigen dengan Oximeter
Ada beberapa hal yang perlu pasien COVID-19 tanpa gejala ataupun bergejala ringan perhatikan saat mengukur saturasi oksigen menggunakan pulse oximeter selama menjalani isolasi mandiri di rumah, mulai dari posisi tubuh hingga kuku jari. Hal-hal ini agar pengukuran bisa menghasilkan angka yang akurat.
Dari sisi frekuensi, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Vito Anggarino Damay menyarankan pasien mengukur minimal sebanyak tiga kali.
"Minimal tiga kali. Pagi siang malam tidak ada jam yang ketat," ujar dia kepada ANTARA melalui pesan elektroniknya, dikutip Senin, 7 September lalu.
Menurut Vito, saat mengukur, sebaiknya posisikan tubuh dalam keadaan duduk dan kondisi pasien tenang atau rileks. Kondisi pilek yang biasanya dialami sebagian pasien COVID-19 tidak akan mempengaruhi saturasi oksigen.
Pengukuran saturasi oksigen dilakukan untuk mendeteksi bila terjadi hypoxia atau kondisi tubuh kekurangan oksigen yang bisa dialami pasien COVID-19.
Mengutip laman WebMD, tanpa oksigen, organ-organ tubuh seperti otak, hati dan lainnya bisa rusak hanya dalam beberapa menit usai gejala dimulai.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit yang menjadi biru atau merah ceri, pasien mengalami kebingungan, batuk, detak jantung cepat, napas cepat, bekeringat dingin, sesak napas dan mengi.
Tetapi, tak semua pasien COVID-19 merasakan gejala atau keluhan ini, padahal kadar oksigen dalam darahnya sangat rendah.
Ada kasus saat pasien merasa baik-baik saja padahal angka saturasi oksigennya di bawah rentang normal yakni 95-100 persen atau disebut happy hypoxia.
Di sisi lain, ada kondisi yang bisa mempengaruhi angka saturasi oksigen, salah satunya gambaran pneumonia di paru-paru.
Kondisi ini biasanya akan menurunkan angka saturasi oksigen. Oleh karena itu, sebelum pasien melakukan isolasi mandiri, sebaiknya lakukan dulu rontgen dada (foto x-ray).
"Kalau normal tidak ada tanda pneumonia viral barulah isolasi mandiri. Lebih baik lagi kalau dokter yang memutuskan boleh isolasi mandiri," kata dia.
Kembali mengenai pengukuran oximeter, dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis penyakit dalam yang menjadi edukator hoaks COVID-19, RA Adaninggar melalui sebuah talkshow daring mengenai isolasi mandiri belum lama ini, mengingatkan pasien agar memastikan kondisi kukunya bersih dari cat kuku dan tidak panjang.
"Syaratnya tidak boleh pakai kuteks, bisa menghalangi sinar infrared-nya (di oximeter). Jadi harus kuku yang bersih dan jangan terlalu panjang. Kalau terlalu panjang nanti enggak sampai ke (alat). Jarinya boleh yang mana saja," tutur dia.
Kemudian, untuk memudahkan dalam pengukuran saturasi oksigen mengggunakan oximeter, dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorokan (THT) yang juga Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India, Harsh Vardhan melalui laman Twitter-nya memberi panduan yang bisa pasien ikuti.
Pasien sebaiknya beristirahat dulu selama 10-15 menit sebelum melakukan pengukuran. Setelah itu, letakkan tangan di dada dan tahan selama beberapa waktu.
Berikutnya, masukan jari tengah atau telunjuk ke dalam oximeter, tunggulah beberapa saat hingga pembacaan angka oximeter stabil. Kemudian, catatlah angka tertinggi yang muncul.
Lakukan pengukuran tiga kali sehari kecuali pasien merasa ada perubahan pada kesehatannya.
Segera berkonsultasi dengan tenaga medis bila terjadi sesak napas atau penurunan kadar oksigen hingga di bawah 95 persen dan berusahalah menjaga kondisi agar tak panik sembari mengikuti saran dari tenaga medis.
Editor: Iswara N Raditya