Menuju konten utama

Tinja yang Diolah Menjadi Makanan dan Minuman

Salah satu solusi mengatasi limbah tinja: mengolahnya menjadi makanan.

Tinja yang Diolah Menjadi Makanan dan Minuman
Ilustrasi. Perkembangan teknologi mampu menginovasi feses menjadi makanan, di Jepang daging yang dibuat dari feses telah banyak ditemui. Foto/AP

tirto.id - Peningkatan populasi manusia mendatangkan banyak permasalahan, salah satunya sampah manusia. Sisa-sisa pencernaan, macam tinja, dapat dihasilkan sebanyak 125-250 gram per hari oleh masing-masing manusia. Buangan tinja tersebut, jika tak dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber masalah serius bagi kesehatan.

Jika dikalikan, maka untuk Jakarta saja, tinja yang dikeluarkan setiap hari bisa mencapai lebih dari 714 ton. Maka dari itu, beragam upaya dilakukan mengurangi tumpukan tinja ini. Misalnya dengan mengolah tinja menjadi biogas, pupuk, hingga olahan makanan.

Di Jepang, untuk menghadapi krisis pangan, sekaligus merespon masalah pengelolaan tinja, Mitsuyuki Ikeda dari Okayama Laboratory menciptakan inovasi makanan dari tinja manusia: steak tinja.

Setelah melakukan penelitian, Ikeda menemukan adanya kandungan protein tinggi dalam lumpur limbah tinja. Pembuatannya adalan dengan mengekstrak protein llimbah, lalu memberi cairan enhancer. Setelah setengah jadi, daging buatan dimasukkan ke alat exploder untuk diolah sebelum dapat benar-benar dimakan.

Agar warnanya terlihat merah segar seperti daging pada umumnya, ia menambahkan cairan pewarna dan menambahkan protein kacang kedelai. Masalah rasa, tak perlu disangsikan, sebab uji coba rasa awal menyatakan rasa steak daging buatan ini sama seperti steak daging sapi biasa.

Sayangnya, sebelum benar-benar bisa dimakan, ada beberapa masalah yang harus diatasi. Pertama, biaya pembuatan steak daging kotoran ini lumayan mahal. Bisa mencapai 10-20 kali lipat dari pembuatan steak daging sapi biasa. Masalah kedua, tentu saja rasa jijik yang menghinggapi para konsumen ketika tahu bahan baku daging steaknya terbuat dari tinja manusia.

"Banyak orang pasti enggan untuk memakannya," kata Ikeda seperti dilansir Mother Network Nature.

Namun, masalah kedua mungkin bisa ditekan dengan menawarkan komposisi gizi steak ini yang cukup tinggi, yakni 63 persen protein, 25 persen karbohidrat, 9 persen mineral, dan 3 persen lipid. Apalagi, steak daging sapi berbahan tinja ini juga menyumbang penyelesaian masalah lingkungan. Seperti diketahui, rantai industri daging telah menyumbang 18% emisi gas rumah kaca.

Sosis Tinja Bayi

Tak hanya di Jepang saja dilakukan inovasi mengolah tinja menjadi makanan. Inovasi serupa juga sudah dilakukan di Spanyol. Jurnal Meat Science menyebutkan inovasi mengolah tinja di Spanyol ini menghasilkan sosis “Feut” yang berbahan dasar tinja bayi. Inovasi ini diklaim memiliki beragam manfaat, seperti melancarkan pencernaan.

Sebenarnya yang dimaksud sosis dari tinja bayi tidak seperti daging tinja manusia yang dibuat di Jepang. Sosis yang dipakai memang sosis asli yang terbuat dari daging sapi, hanya saja ditambahkan bakteri yang diambil dari tinja bayi untuk membuat sosis menjadi lebih lezat.

Tim ilmuwan di Spanyol yang menguji bakteri dari 43 sampel kotoran bayi menemukan enam bakteri, namun hanya satu yang sepenuhnya menjadi sosis. Bakteri yang diambil adalah bakteri prebiotik, yakni Lactobacillus dan Bifidobacterium. Selain menjadikan sosis lebih lezat, bakteri ini nantinya akan membuat sosis menjadi makanan kesehatan yang mengandung prebiotik, seperti yoghurt.

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), probiotik adalah suatu mikroorganisme hidup yang bermanfaat bagi kesehatan inang, baik itu hewan maupun manusia. Prinsip kerja probiotik memanfaatkan kemampuan mikroorganisme tersebut dalam menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak.

Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroorganisme untuk memecah ikatan. Pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana mempermudah penyerapan oleh saluran pencernaan manusia. Bakteri probiotik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia, di antaranya untuk sistem kekebalan, sistem intestinal, sistem urogenital, hingga menurunkan efek alergi.

Bifidobacterium dan lactobacillus digunakan pada orang-orang dengan sindrom iritasi usus, ulcerative colitis, atau kantong ileum. uga bisa digunakan perempuan untuk mendukung kesehatan vagina.

Infografik makanan dari Feses

Minuman Fermentasi Tinja

Selain makanan, olahan tinja manusia juga bisa berbentuk minuman. Di Korea Selatan, terdapat minuman beralkohol bernama Ttongsul yang terbuat dari fermentasi tinja anak-anak dan alkohol dari sulingan air gandum selama berbulan-bulan.

Wine gandum ini tidak banyak dinikmati di Korea Selatan karena hampir punah pada tahun 60-an sebab tidak banyak orang yang tahu cara pembuatannya. Dokter Lee Chang Soo adalah salah seorang yang masih menggunakan bahan baku spesial untuk membuat wine sekaligus obat tradisional ini.

Wine ini dibuat dengan fermentasi gandum yang sudah dicampur dengan tinja anak-anak berusia kurang dari enam tahun yang murni dan tidak terlalu berbau. Setelah difermentasi selama sehari, beras yang sudah dimasak dan tidak mengandung gluten dicampurkan ke dalam air fermentasi.

Gandum ini digunakan sebagai bahan fermentasi karena mengandung banyak protein, baru kemudian ditambahkan beras biasa untuk menambah rasa. Campuran tersebut kemudian disatukan dalam sebuah mangkuk dan ditambahkan air yang mengandung tinja dan didiamkan selama seminggu dalam ruangan bersuhu 30-37 derajat celcius.

Minuman dengan kadar alkohol 9 persen ini kadang digunakan sebagai obat oleh orang Korea zaman dulu. Seperti untuk menyembuhkan luka, tulang yang patah hingga epilepsi. Sama halnya seperti kotoran ayam untuk mengobati masalah pencernaan atau kotoran kelelawar untuk mengobati kecanduan alkohol.

Baca juga artikel terkait TINJA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Zen RS