tirto.id - Tiga neyalan Pulau Pari divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Hal tersebut lantaran ketiganya dianggap melakukan pungutan liar pada pengunjung Pantai Perawan.
Para nelayan tersebut ialah Mustaghfirin alias Boby, Bahrudin alias Edo, dan Mastono alias Baok. Ketiga nelayan itu merupakan pengurus pantai yang tugasnya mengelola Pantai Perawan.
"Menyatakan Mastono alias Baok dan Bahrudin alias Edo terbukti bersalah sah meyakinkan melakukan pemerasan secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara masing-masing 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Agustin di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (7/11/2017).
Vonis untuk Mustaghfirin alias Boby dibacakan terpisah, bedanya hanya barang bukti disita negara. Selain itu ketiganya dikenakan denda administrasi Rp 5 ribu.
Sejak kasus mereka dilimpahkan Polres Kepulauan Seribu pada Senin (15/5/2017), saat itu juga Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menahan ketiganya di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Akan tetapi karena vonis yang sedianya dilaksanakan pada Selasa (23/10/2017) dimundurkan, ketiga nelayan tersebut menjadi tahanan rumah.
Sedangkan vonis yang dilayangkan pada mereka dikurangkan masa tahanan yang sudah dilakukan.
Mereka divonis karena tindakan menagih biaya masuk pulau ke wisatawan pada Maret 2017. Mereka ditangkap Tim Saber Pungli Polres Kepulauan Seribu atas dugaan melakukan pungli kepada wisatawan.
Hakim menyatakan para nelayan tidak berhak melakukan pemungutan biaya masuk sebab itu merupakan kewenangan Badan Pengelola Pajan dan Retribusi Daerah (BP2RD). Sedangkan tarif yang dipatok warga terhadap Pantai Perawan tidak masuk perda terkait retribusi. "Unsur dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan orang lain tanpa hak, memaksa seseorang dengan kekerasan atau tanpa kekerasan telah terbukti. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan juga terbukti," ucap Agustin.
Agustin menuturkan, dalam fakta persidangan ditemukan bukti bahwa dalam sepekan ketiga nelayan diperkirakan bisa mendapatkan Rp2,5 juta dari hasil menjual tiket masuk. Uang tersebut antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu diambil nelayan dan sisanya untuk perawatan masjid pulau dan sumbangan sosial.
Vonis hakim jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum mendakwa mereka dengan ancaman pidana dalam pasal 368 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) KUHP, ancaman pidana minimal sembilan tahun penjara.
Hakim menganggap para terdakwa sebelumnya tidak mau terus terang. Namun diringankan dengan para terdakwa tidak pernah dihukum dan menjadi tulang punggung keluarga. "Atas tuduhan itu, saudara mempuanyai hak menerima dan menolak, sesuai yang diatur undang-undang selama 7 hari," jelasnya pada ketiga terdakwa.