tirto.id - Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama kembali menimbulkan kontroversi. Dalam pidatonya usai kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pria yang karib disapa Ahok itu mengimbau agar para Pegawai Negeri Sipil (PNS) bersikap netral. Jangan gara-gara Pilkada, lanjut dia, masa depan Jakarta dikorbankan.
“Kalau berdasarkan agama saya tak mau berdebat, karena gara-gara itu saya disidangkan. Tapi kalau [Anda] milih berdasarkan agama, saya mau bilang kalau Anda melawan konstitusi,” ujar dia.
Komisioner Bawaslu RI Nelson Simanjuntak menilai masyarakat yang memilih berdasarkan agama tidak dilarang oleh undang-undang selama menggunakan hak pilihnya dengan baik.
"Memilih berdasarkan agama tidak melanggar konstitusi. Adalah hak orang untuk menggunakan hak pilihnya, mau memilih karena berdasarkan agama atau identitas primordial lainnya, itu tidak masalah," ujar Nelson kepada Tirto, Sabtu (11/2/2017) malam.
Menurut Nelson, hal yang melanggar proses demokrasi ketika birokrasi pemerintah dan lembaga milik negara, baik BUMN maupun BUMD diperintahkan untuk memilih Paslon tertentu dengan intimidasi. Pelanggaran pemilu juga bisa diterapkan apabila ada organisasi masyarakat yang memerintahkan anggota mereka untuk memilih salah satu Paslon dengan pendekatan intimidasi.
Akan tetapi, Nelson menilai, warga sebaiknya memilih tidak berdasarkan latar belakang primordial semata. Apalagi, lanjut Nelson, seseorang memilih karena himbauan organisasi untuk memilih Paslon tertentu justru menimbulkan diskriminasi dalam kontes Pemilukada. Akan tetapi, semua itu tetap sah karena tidak dilarang dalam undang-undang.
"Namun, hal seperti itu tidak terhindarkan karena di Indonesia diakui adanya parpol berbasis agama," tutur Nelson.
Pakar hukum tata negara Hifdzil Alim mengatakan, tidak ada masalah bagi warga untuk memilih salah satu paslon berdasarkan latar belakang agama. Ia mengatakan, hal yang melanggar justru ketika seorang Paslon tidak bisa maju Pilkada karena alasan agama.
"Kalau dibatalkan pencalonan karena agama itu yang melanggar konstitusi," ujar Hifdzil saat dihubungi Tirto.
Hifdzil mengatakan, UUD 1945 mengatur seseorang untuk memilih dan dipilih, tetapi tidak membatasi agama tertentu. Sebagai contoh, pasal 28 UUD 45 mengatur bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih, berserikat, maupun beraktivitas di Indonesia. Untuk dalam konteks maju dalam Pilkada, pasal 6 dan pasal 7 UUD 45 serta UU 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Oleh karena itu, ia melihat tidak ada satu pun pelanggaran yang dilakukan jika seseorang memilih berdasarkan agama.
"Kalau kemudian ada orang memilih berdasarkan agama saya rasa tidak melanggar konstitusi," tutur pakar pidana yang aktif di Yogyakarta itu
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz