Menuju konten utama
Al-Ilmu Nuurun

Teori Peredaran Darah Ibn al-Nafis yang Terlupakan Sejarah

Jauh sebelum diklaim oleh para ilmuwan Eropa, teori peredaran darah telah dipikirkan seorang dokter dari bangsa Arab bernama Ibn al Nafis.

Teori Peredaran Darah Ibn al-Nafis yang Terlupakan Sejarah
Ilustrasi Ibn al Nafis. tirto.id/Sabit

tirto.id - Teori peredaran darah dalam dunia medis membutuhkan waktu lebih dari 2000 tahun untuk hadir seperti yang diketahui saat ini. Pendapat soal sistem sirkulasi yang sekian lama dipegang teguh pada abad ke-2 berdasarkan pemikiran Galen, seorang dokter Yunani kuno, bahkan terbukti cacat.

Tokoh yang berpengaruh besar dalam kedokteran Eropa itu pernah menyatakan, sistem pembuluh vena terpisah dari arteri, kecuali keduanya melakukan “kontak” dengan “pori-pori tak terlihat”.

Pendapat itu dipandang salah kaprah karena teori kedokteran Galen dipengaruhi hal-hal filosofis. Teori peredaran darah kemudian mulai diperbarui dan dikembangkan kembali oleh bangsa Eropa pada abad keenam belas. Adalah Servetus, Vesalius, Kolombo, dan William Harvey, ilmuwan Eropa yang diyakini telah mematangkan hipotesis sistem peredaran darah ini.

Namun, penemu yang secara komprehensif menjabarkan sistem sirkulasi darah yang sekaligus membantah teori Galen justru datang dari seorang dokter terkemuka abad ke-13: Ibn al Nafis. Sosok yang terlupakan itu mulai dipertimbangkan sebagai penemu pertama teori peredaran darah nyaris 300 tahun sebelum hipotesis itu dikukuhkan William Harvey.

Lelaki bernama lengkap Ala-al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi itu lebih dikenal sebagai Ibn al Nafis. Ia lahir pada tahun 1213 di Damaskus. Ibn al Nafis mengenyam pendidikan dokter di Medical College Hospital atau Bimaristan Al Noori. Pada 1236, Ibn Nafis pindah ke Mesir dan bekerja di Rumah Sakit Al Nassri. Dia kemudian diangkat sebagai kepala direktur Rumah Sakit Mansuriya dan menjadi dokter pribadi Sultan.

Ibn al Nafis sempat menerbitkan sebuah buku terkenal berjudul Sharah al Tashreeh al Qanoon. Buku itu hampir terlupakan hingga akhirnya pada 1924 seorang dokter dari Mesir, Muhyiddn At-Tathawi menemukan manuskrip bernomor 62243 dengan judul Commentary on the Anatomy of the Canon of Avicenna di sebuah perpustakaan Jerman. Dalam buku ini, Ibn al Nafis memaparkan deskripsi awal sistem peredaran darah manusia.

Sistem Peredaran Darah Pulmonalis Ibn Nafis

Dalam pandangan Ibn Nafis, peredaran darah manusia dimulai dari bilik kanan, melalui arteri pulmonalis, kemudian mengalir ke paru-paru. Lewat vena pulmonalis, sirkulasi darah kemudian kembali ke serambi kiri menuju bilik kiri untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Teori Ibn Nafis tersebut kini dikenal dengan sistem peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.

Teori yang dikemukakan Ibn Nafis tersebut berusaha membantah pendapat Galen yang telah diakui sekian lama. Dikutip dari artikel ilmiah yang ditulis Saeed Changizi Ashtiyani, Galen mengasumsikan bahwa darah mengalir melalui invisibel holes atau “lubang tak terlihat” yang terdapat antara dua bagian jantung. Hipotesis tanpa dasar yang dikemukakan dengan penuh keyakinan oleh dokter paling diakui pada Abad Pertengahan itu bahkan telah diterima sebagai kebenaran absolut.

Masih dari laporan Ashtiyani, sejumlah peneliti Arab mencoba memberikan pandangan terkait teori sirkulasi yang dikemukakan Galen. Menurutnya, kekeliruan Galen dalam sistem sirkulasi darah ini diperoleh melalui pembedahan anak yang lahir prematur. Galen menyatakan ada sebuah lubang yang menghubungkan bilik kanan dan bilik kiri jantung. Kondisi demikian rupanya ada dan berkembang dalam tubuh si anak yang mengalami kelainan bawaan.

Maka dari itu, melalui penelitian yang dilakukan, Ibn Nafis kemudian menyangkal teori Galen dengan menyatakan:

"Setelah bilik kanan menyempit, darah harus masuk ke bilik kiri untuk mendapatkan 'semangat vital', tapi tidak ada lubang di antara kedua ventrikel karena jantung bagian ini lebih tebal, atau seperti dihipotesiskan, tidak ada [lubang] yang terlihat.

Ibn Nafis melanjutkan, “Untuk itu, darah harus mengalir ke paru-paru melalui arteri pulmonalis untuk menyebar ke paru-paru dan bercampur dengan udara sehingga partikel tertipis di dalamnya disaring. Kemudian, [darah] memasuki vena pulmonalis sehingga bisa mentransfer darah yang telah bercampur dengan udara dan siapkan melahirkan semangat vital ke bilik kiri.”

Melalui pernyataan itu, Ibn al Nafis membantah pendapat Galen dengan menegaskan tidak ada lubang antara bilik kanan dan kiri jantung dalam sistem peredaran darah. Darah di bilik kanan harus masuk ke paru-paru lewat arteri pulmonalis untuk memperoleh oksigen, atau yang dimaksud semangat vital oleh Ibn Nafis. Setelahnya, darah yang bercampur oksigen masuk kembali melalui vena pulmonalis menuju serambi kiri untuk didorong ke bilik kiri sehingga bisa diedarkan ke seluruh tubuh.

Dengan kata lain, peredaran darah ini membawa darah tanpa oksigen menuju paru-paru kemudian mengalirkan darah kaya oksigen kembali ke jantung. Bila digambarkan secara singkat, sistem peredaran darah Ibn Nafis bermula dari bilik kanan – arteri pulmonalis – paru-paru – vena pulmonalis – (serambi kiri) – bilik kiri.

Terkait sistem peredaran darah itu, Ibn al Nafis juga menyatakan bahwa harus ada jalur komunikasi kecil antara arteri pulmonalis dan vena pulmonalis. Berdasarkan laporan yang ditulis John B. West, hipotesis ini diprediksi telah menginspirasi temuan pembuluh kapiler paru-paru yang baru mencuat 400 tahun kemudian oleh Marcello Malpighi (1628-1694).

"Dan untuk alasan yang sama ada jalur yang tampak [atau pori-pori, manafidh] antara dua [pembuluh darah, yaitu arteri pulmonalis dan vena pulmonal],” demikian yang dipaparkan Ibn Nafis dalam Commentary on the Anatomy of the Canon of Avicenna.

Ibn al Nafis sekali lagi mencoba membantah kekeliruan teori Galen yang berkaitan dengan pembuluh darah dalam hubungannya dengan jantung dan paru-paru. Penelitiannya berujung pada kesimpulan bahwa darah dipompa dari bilik kanan ke paru-paru, tempat darah akan bercampur dengan oksigen, untuk kemudian dialirkan ke bilik kiri. Dengan teori ini, Ibn Nafis membuktikan bahwa darah disaring di dalam paru-paru, yang lebih lanjut dikenal sebagai sistem peredaran darah pulmonal.

Teori Ibn al Nafis yang membuatnya terlihat menonjol ini adalah argumennya soal pembedahan jantung dan paru-paru. Dari pembedahan itu, ia menjadi orang pertama pula yang menyatakan paru-paru terdiri atas sejumlah bagian, di antaranya laring, pembuluh arteri, dan pembuluh vena. Lokasi semua bagian itu terletak dalam jaringan yang lembut dan berpori.

infografik al ilmu ibn al nafis sirkulasi darah paru paru

Terlupakan Selama 300 Tahun

Hal menarik dari Ibn al Nafis adalah teorinya tentang mekanisme peredaran darah dalam buku Commentary on the Anatomy of the Canon of Avicenna baru diketahui dunia Barat sekitar sembilan puluh tahun yang lalu.

Seorang dokter muda Mesir, Muhyiddn At-Tathawi, menemukan manuskrip tersebut di perpustakaan negara bagian Prusia di Berlin. Ia selanjutnya mempelajari manuskrip Ibn Nafis dan membandingkannya dengan teori modern. Kajian itu ia tuangkan dalam buku berjudul Ad-Daurah Ad-Damawiyah Tab'an Li Al-Qurasyi.

Dr. At Tathawi kemudian dipekerjakan oleh Dinas Kesehatan Masyarakat Mesir dan dipindahkan ke kota-kota provinsi kecil di mana dia tidak dapat melakukan penelitian lebih lanjut. Untungnya, Max Meyerhof, seorang orientalis medis terkemuka di Kairo, menyadari temuan tersebut. Meyerhof pun menulis sebuah komentar singkat tentang tesis Dr. At-Tathawi demi menyelamatkan teori Ibn Nafis dari pelupaan.

Kondisi itu menguntungkan, karena tesis ini tidak pernah dipublikasikan dan hanya lima salinan tertulis dari tesis itu yang dibuat. Meyerhof kemudian menerbitkan terjemahan dari bagian-bagian yang relevan dengan Commentary on the Anatomy of the Canon of Avicenna Ibn al-Nafis itu ke dalam bahasa Jerman, Perancis, dan Inggris.

Teori peredaran darah Ibn al Nafis telah berusia 300 tahun sejak mulai diklaim sejumlah ilmuwan Eropa abad keenam belas. Orang pertama yang memaparkan kesamaan teori dengan Ibn Nafis adalah Michael Servetus (1511-1553).

Ia menyatakan, "Namun, interaksi [bagian kanan dan kiri jantung] ini dilakukan tidak melalui dinding tengah jantung, seperti yang umum dipercaya. Namun dengan pengaturan yang sangat cerdik, darah didesak ke depan. Dari ventrikel kanan jantung melalui jalur yang panjang melalui paru-paru; Darah dirawat oleh paru-paru, menjadi kuning kemerahan dan dituangkan dari arteri pulmonalis ke dalam vena pulmonalis."

Pernyataan Servetus itu termaktub dalam sebuah risalah teologis, Christianismi Restitutio, (Restorasi Kekristenan). Namun, buku ini dianggap sesat oleh orang Katolik dan Calvinis yang mengakibatkan Servetus dibakar di sebuah pasak di Jenewa. Hanya tiga eksemplar buku yang bertahan sampai sekarang.

Gagasan yang sama diungkapkan oleh Realdus Columbus, muridnya Juan Valverde (sekitar 1555-1587), Andreas Vesalius, dan William Harvey.

Dikatakan bahwa Harvey pada tahun 1616 menjelaskan secara rinci dan lengkap tentang peredaran darah tersebut. Kemudian pada tahun 1628, dia memberikan pandangannya kepada dunia dalam risalahnya yang terkenal Exercitatio Anatomica de Motu Cordis et Sanguinis in Animalibus (Sebuah Anatomi Gerak Jantung dan Darah pada Hewan).

Sayangnya, Harvey tidak bisa membuktikan pembuluh kapiler yang mengalirkan darah dari pembuluh arteri ke pembuluh vena. Ia pun tidak mengenali fisiologi sirkulasi di paru-paru terkait pergantian karbon dioksida dengan oksigen, yang mana hal ini baru bisa dijelaskan sepenuhnya dijelaskan Lavoisier pada abad ke-18.

Sepanjang Ramadan, redaksi menayangkan naskah-naskah yang mengetengahkan penemuan yang dilakukan para sarjana, peneliti dan pemikir Islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan, dan teknologi. Kami percaya bahwa kebudayaan Islam—melalui para sarjana dan pemikir muslim—pernah, sedang, dan akan memberikan sumbangan pada peradaban manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Naskah-naskah tersebut akan tayang dalam rubrik "Al-ilmu nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".

Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Humaniora
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Maulida Sri Handayani