tirto.id - Komnas HAM mencatat ada upaya penanganan kepolisian berupa penegakan hukum dalam aksi demonstrasi #ReformasiDikorupsi pada 24-30 September 2019.
"Upaya penangkapan meliputi penangkapan, pemeriksaan, penahanan, maupun upaya diversi pada pelaku anak," ucap Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah, di kantor Komnas HAM, Kamis (9/1/2020).
Data per 15 Oktober 2019, ada 1.489 orang di DKI Jakarta yang ditangkap dengan kategori pekerjaan. Mereka terdiri dari 165 orang tidak bekerja/preman, 94 orang swasta, 328 orang umum, 648 pelajar dan 254 mahasiswa.
Selanjutnya, 1.109 orang dibebaskan lantaran terbukti tidak bersalah, 218 orang ditangguhkan, 92 orang diversi, 70 orang ditahan dan 380 orang berstatus tersangka.
Dari 380 tersangka itu dibagi perannya seperti diduga membawa senjata tajam (2 orang), bawa bom molotov dan merusak Pos Polantas (2 orang), mendokumentasikan dan menyebarkan peristiwa (17 orang), melempar batu pada petugas (91 orang), tidak mengindahkan perintah petugas (133 orang) dan peserta aksi (135 orang).
Pada kategori diversi, 22 anak menjalani hukuman di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani.
Hairansyah melanjutkan, kategori 70 orang yang ditahan tersebar di beberapa kantor polisi yaitu 31 orang di tahanan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, 31 orang Polres Metro Jakarta Pusat, 6 orang di Polres Metro Jakarta Barat, 1 orang di Polres Metro Jakarta Utara dan 1 orang di Polres Metro Jakarta Timur.
Dugaan Pelanggaran Protap Kepolisian
Hairansyah menyatakan Polri memiliki prosedur tetap (protap) yang tidak memperkenankan anggotanya melakukan dugaan tindak kekerasan dan upaya paksa.
Jika ada tindakan tersebut tentu ada batasan atau syarat tertentu. "Misalnya kebutuhan mendesak, melindungi diri. Itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah tindakan yang dilakukan mengikuti ketentuan," kata Hairansyah.
Akibatnya pelanggaran protap itu, maka berimbas ke hal lain seperti terbatasnya akses terhadap terduga pelaku perihal pendampingan. Maka pihak keluarga korban, keluarga terduga pelaku dan pihak lain yang ingin mengetahui keberadaan mereka akan sulit.
Hairansyah juga menyorot ihwal lambannya akses medis terhadap korban, semisal ada korban yang ditemukan dalam kondisi luka.
"Menurut informasi polisi, [korban] tidak dibawa ke rumah sakit atau langsung dapat perawatan medis, tapi dibawa ke kantor polisi dan ditangani [seadanya]," ujar dia. Keterbatasan terhadap bantuan hukum bagi yang ditangkap turut terjadi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri