Menuju konten utama

Tayangan Youtube Babi-Kurma dan Genre Dark Comedy yang "Provokatif"

Dark comedy menghadirkan lelucon dalam bentuk ironi yang membikin kita mempertanyakan prasangka-prasangka kita.

Tayangan Youtube Babi-Kurma dan Genre Dark Comedy yang
Majelis Lucu Indonesia. FOTO/Youtube

tirto.id - “Neraka, neraka, api neraka, babi di neraka.”

Di atap sebuah tempat indekos, Tretan Muslim seperti biasa memandu tayangan bertajuk The Last Hope Kitchen di akun Youtube-nya. Isinya adalah siaran acara masak-memasak dengan bahan baku tak lazim. Pernah ia mengolah sup ayam dengan kuah minuman penyegar Adem Sari.

Di lain waktu, Muslim membikin bolu dengan selai dari suplemen herbal cair Pilkita. Malam itu, bersama partnernya di Majelis Lucu Indonesia (MLI), Coki Pardede, Muslim memasak daging babi dengan saus kurma pada Sabtu, 20 Oktober 2018.

Muslim dan Coki adalah komika Indonesia jebolan Stand Up Comedy Indonesia (SUCI). Kini mereka tergabung dalam manajemen MLI dan seringkali disandingkan untuk membawa materi-materi dark comedy. Persona Muslim dan Coki lekat dengan humor-humor satire tentang toleransi beragama dan solidaritas. Namun, materi The Last Hope Kitchen kali itu dianggap sebagian orang sebagai penistaan agama.

Sambil mendekatkan daging babi ke telinga, Muslim berlaku seolah mendengar jeritan si daging babi tengah disiksa api neraka. Tak lama ia mengambil sari kurma dan madu berlabel huruf arab sebagai bahan pelengkap masakan. Ia lalu mencampur babi, sari kurma, dan madu untuk direbus.

Sambil tertawa, Coki ganti berkelakar, “Bagaimana jika sari-sari kurma masuk ke pori-pori [daging babi], apakah cacing pitanya jadi mualaf?”

Unggahan Muslim langsung menuai kontroversi, akun-akun sosial media mengatasnamakan agama tertentu menyebut Muslim dan Coki menista. Tak butuh waktu lama untuk viral, Muslim akhirnya memutuskan menghapus konten tersebut sambil kembali berkelakar di akun Twitter-nya: “Hobi yang berbahaya 2018: Sky Diving, Show Boarding, Downhill, Base Jumping, Volcano Boarding, Swimming with Sharks, Memasak.”

Padahal, jika dilihat secara utuh, konten memasak ala Muslim lebih menyindir fenomena "kearab-araban" yang kini diasosiasikan dengan agama Islam. Ketika memakai madu sebagai saus, misalnya, ditekankan labelnya yang bertuliskan huruf Arab. Namun, ada bagian warganet yang menganggap guyonan mereka, termasuk soal babi yang haram, menyindir ajaran Islam.

Jauh sebelum konten The Last Hope Kitchen milik Muslim dituduh menista agama, ada dua komika lain yang membawakan materi dark comedy dan juga dianggap menghina agama, Ge Pamungkas dan Joshua Suherman.

Ge dianggap melecehkan Islam saat mengetengahkan isu banjir di Jakarta yang dikaitkan dengan kinerja pemerintah mengatasi banjir. “Netizen dulu saat Jakarta banjir, 'ah ini semua gara-gara Ahok kita diazab' sekarang Jakarta banjir bilangnya ini cobaan dari Allah. Allah akan menguji hambanya yang dicintainya. Cintai apaan?” punchline Ge kali itu disambut oleh riuh tawa penonton.

Lalu Joshua dalam acara roasting MLI membawakan isu minoritas dan mayoritas dalam beragama. Objek roasting kali itu, Cherly eks Cherrybelle, dianggap selalu kalah pamor oleh anggota lain, Anissa. Menurut Jojo, Anissa lebih menonjol di antara anggota Cherrybelle lainnya, termasuk Cherly karena faktor agama yang ia anut. "Mayoritas selalu menang," begitu premisnya.

“Kenapa Anissa selalu unggul daripada Cherly, ah sekarang gue ketemu jawabannya. Makanya Che, Islam!”

Komedi Kelam

“So, how’s it all going in the nigger-torturing business, Dixon?”

“It’s ‘persons of color’-torturing business, these days, if you want to know”.

Mildred Hayes berbincang dengan seorang polisi rasis, homofobia, korup, dan inkompeten, Jason Dixon, di sebuah ruang interogasi dalam adegan film Three Billboards Outside Ebbing, Missouri. Lontaran pertanyaan Hayes bernada sarkastis, menyindir Dixon yang rasis. Ironisnya, Dixon yang rasis itu malah mengoreksi kata "nigger" yang digunakan Hayes menjadi "persons of color", istilah yang dianggap lebih patut secara politis.

Laman Universitas Berkeley, California menyebutkan bahwa dark comedy awalnya muncul pada 1940. Penulis Perancis, André Breton, menciptakan istilah black humor untuk menggambarkan teks yang berada di tengah-tengah tawa dan air mata, mengambil ketidakbahagiaan dan mengubahnya menjadi lelucon. Bagi Breton, black humor yang juga disebut dark humor atau dark comedy, yang menertawakan penderitaan dan masalah keseharian lewat medium sastra, seni, dan film. Secara bersamaan, genre ini menawarkan rasa lega, tapi juga memprovokasi ketidaknyamanan.

Kamus Cambridge menyebut black comedy sebagai film atau permainan yang dapat melihat sisi komedis dari hal-hal yang biasanya dianggap sangat serius, seperti kematian atau penyakit. Sementara itu, Patrick O'Neil dalam jurnal Canadian Review of Comparative Literature merujuk black humor sebagai celetukan yang muncul dalam percakapan santai nan kritis.

Infografik Dark comedy

Genre ini berusaha untuk merepresentasikan hal-hal yang paling mengerikan dan serius, membaca humor sebagai reaksi terhadap keputusasaan atau kecemasan. Singkatnya, para penikmat dark comedy memilih untuk tertawa daripada menangis.

Soal Three Billboards, The Guardian menyebut film ini sukses menggelitik nalar penonton lewat lelucon tentang warna kulit.

“Kita diajak tertawa karena hanya dalam momen [komedi kelam] kita mempertanyakan mengapa kami tertawa, dan melalui introspeksi itulah kita mulai memeriksa prasangka-prasangka kita sendiri dan menghadapi persoalan yang mungkin kita hindari."

Baca juga artikel terkait KOMEDI atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani