Menuju konten utama

Target Kementerian PUPR Tingkatkan Alokasi Dana Rumah Swadaya

Anggaran rumah swadaya tersebut juga akan mendapatkan tambahan anggaran dari pinjaman dana World Bank.

Target Kementerian PUPR Tingkatkan Alokasi Dana Rumah Swadaya
Pekerja memasang atap rangka baja ringan pada proyek pembangunan rumah di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/10/2017). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

tirto.id - Pagu anggaran Direktorat Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2018 sebesar Rp9,633 triliun, sementara pada 2017 hanya sebesar Rp8,148 triliun. Kenaikan itu terjadi pada alokasi pembangunan rumah swadaya, yang semula Rp1,930 triliun, menjadi Rp3,259 triliun.

Direktur Jenderal Penyedia Perumahan Khalawi Abdul Hamid mengatakan anggaran rumah swadaya tersebut juga akan mendapatkan tambahan anggaran dari pinjaman dana World Bank. Dia mengungkapkan hal tersebut untuk mendorong adanya percepatan kelayakan rumah bagi masyarakat secara merata.

“Dari percepatan yang baik untuk rumah tidak layak huni itu di rumah swadaya, jadi kita dengan World Bank melihat yang mengentaskan kemiskinan itu yang perbaikan kelayakan dulu. Baru kita meningkat ke rumah milik,” ujar Khalawi di kantor Kementerian PUPR Jakarta pada Selasa (5/12/2017).

Khalawi mengungkapkan saat ini belum ada penandatangan nota kesepakatan dengan World Bank, sehingga belum dapat merincikan. Pihak kementerian masih berusaha mengkaji manfaat serta beban risikonya. Dimungkinkan pembahasan dapat rampung pada awal 2018.

“Bisa dapat bantuan dari World Bank karena memang target kita sangat besar untuk rumah tidak layak huni, dan dalam rangka mempercepat capaian target program Satu Juta Rumah juga,” ucapnya.

Pada 2018 ditargetkan juga sebaran lokasi pembangunan rumah layak huni antara Indonesia Timur dan Barat tidak terpaut disparitas yang jauh, yaitu Timur 49,7 persen dan Barat 50,3 persen. Secara total perbandingan pembangunan yang diharapkan pada 2018 adalah 51,7 persen di Barat dan 48,3 persen di Indonesia bagian Timur. Sementara pada 2017, sebaran pembangunan 46 persen di Barat dan 54 persen di Timur.

“Indonesia Timur disparitasnya sekarang membaik, artinya keseimbangan, enggak ada lagi yang disparitas,” lontarnya.

Kemudian, ia menambahkan bahwa dalam pembangunan, setiap daerah memiliki karakteristik masing-masing. Seperti di Indonesia Timur yang masih asing dengan keberadaan rusun dan memiliki lahan yang masih mencukupi, karenanya rumah swadaya menjadi pilihannya.

Berbeda dengan karakterisik pembangunan di kota, seperti Jakarta yang telah giat membangun rumah vertikal di tengah ketersediaan lahan yang makin sedikit dan harga tanah yang tinggi. Untuk tren generasi muda mendatang (milenial), rumah susun atau apartemen menjadi pilihan ketimbang dengan rumah tapak, seperti yang telah terjadi di negara besar Singapura dan Hongkong.

“Didorong dengan gaya hidup generasi milenial ini yang telah berubah,” katanya.

Khalawi melanjutkan bahwa setiap daerah tidak jarang memiliki program tersendiri untuk menggenjot ketersediaan hunian yang layak bagi masyarakat daerahnya, seperti pemerintah DKI Jakarta dengan program DP Rumah 0 Persen.

“Supportnya dalam hal memberikan hunian kepada masyarakat, tidak ada pelanggaran oleh Pemda (Perintah Daerah),” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait RUMAH atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto