tirto.id - Tahun ini bukanlah tahun yang baik untuk raksasa elektronik asal Korea Selatan, Samsung. Maksud hati ingin semakin meninggalkan pesaing-pesaingnya dengan mengeluarkan Galaxy Note 7, produk itu malah membuat Samsung kelabakan. Galaxy Note 7 ternyata bermasalah, melahirkan skandal baterai yang memalukan sekaligus merugikan.
Namun Samsung tetaplah Samsung. Data menunjukkan perusahaan tersebut masih merajai pasar ponsel pintar dunia.
Lembaga riset pasar Gartner pekan lalu telah merilis data terbaru mengenai pasar ponsel dunia pada kuartal III/2016, dan data tersebut menunjukkan betapa masih perkasanya Samsung dalam pasar ponsel pintar dunia. Pada periode itu, Samsung mencatatkan penjualan sebanyak 71,7 juta unit dan dengan demikian menguasai 19,2 persen pangsa pasar dunia. Dengan catatan, penjualannya memang turun cukup drastis jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni sebesar 83,6 juta unit.
Penjualan pada periode ini merupakan performa paling buruk yang pernah dirasakan oleh Samsung. Perusahaan ini mengalami penurunan penjualan sebesar 14,2 persen jika dibandingkan kuartal III tahun lalu. Jelas hal ini merupakan dampak dari pukulan keras yang diberikan oleh skandal baterai pada unit Note 7.
Sebagai informasi, menurut catatan Gartner, penurunan terbesar yang pernah dialami Samsung sebelumnya adalah pada kuartal IV/2014. Saat itu penurunan penjualan mencapai 12,3 persen.
Sebelumnya, para analis memperkirakan bahwa kerugian yang mungkin akan dialami Samsung akibat skandal meledaknya baterai Note 7 dapat mencapai sekitar $1 milyar. Hal itu masih ditambah dengan perkiraan akan rusaknya citra merek (brand image) Samsung dalam jangka panjang, yang tentu dapat berpengaruh pada penjualan raksasa elektronik tersebut.
Namun demikian, Samsung boleh sedikit lega hati, sebab apa yang diprediksi oleh para analis tersebut untungnya tidak terlalu tepat. Terlepas dari kerugian yang dideritanya, citra merek mereka tidak terlalu terpengaruh oleh dampak negatif dari skandal baterai Note 7 itu. Hal ini berarti Samsung boleh berharap penjualannya di masa depan akan dapat pulih kembali.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Reuters/Ipsos dalam periode 26 Oktober hingga 9 November, terbukti bahwa pelanggan Samsung masih sangat loyal. Sebanyak 91 persen pengguna Samsung saat ini mengatakan jika mereka akan kembali membeli produk lainnya, dan sebanyak 92 persen mengatakan mereka akan membeli produk umum Samsung yang lain.
Di antara mereka yang mengetahui persoalan dengan Galaxy Note 7, sebanyak 27 persen berkata mereka akan menempatkan merek Samsung dalam prioritas pertama mereka ketika akan membeli ponsel. Sementara di antara mereka yang tidak tahu skandal tersebut, sebanyak 25 persen mengatakan mereka akan menilik ponsel Samsung terlebih dahulu.
Sebagai informasi, survei itu diselenggarakan di 50 negara bagian Amerika Serikat dan melibatkan 2.375 responden yang memiliki ponsel pintar Samsung, serta 3.158 pengguna iPhone besutan Apple.
Sementara itu, di rumah mereka sendiri, di Korea Selatan, perusahaan riset Brand Stock mengatakan bahwa merek Samsung Galaxy masih menduduki posisi puncak dalam daftar Top 10 Brand Stock Index perusahaan lokal Korsel pada Kuartal III/2016. Samsung Galaxy mendapatkan skor 912,2 poin, diikuti oleh toko retail lokal E-Mart dengan skor 908,5 dan Kakao Talk dengan skor 903,4 poin. Brand Stock mengatakan, reaksi cepat Samsung pada permasalahan baterai ponsel pintar Note 7 tampaknya mendapat reaksi positif dari pasar, demikian ditulis The Korea Herald.
Sebagai catatan, Samsung memang menarik total Note 7 dari pasar setelah pembaharuan yang dilakukan pasca penarikan yang pertama ternyata tidak sepenuhnya berhasil. Masih terdapat sejumlah perangkat Note 7 dengan baterai baru yang dilaporkan tetap bermasalah.
Gartner pun memuji langkah Samsung tersebut, meski tetap memprediksi bahwa raksasa elektronik itu masih akan mengalami kesulitan penjualan dalam waktu dekat.
"Keputusan untuk menarik Galaxy Note 7 sudah benar, tetapi kerusakan pada merek Samsung akan membuat perusahaan lebih sulit untuk meningkatkan penjualan smartphone dalam jangka pendek," kata Anshul Gupta, Direktur Riset di Gartner. "Bagi Samsung, suksesnya peluncuran Galaxy S8 kemudian menjadi penting, supaya mitra dan pelanggan kembali percaya pada merek [Samsung].
Bertahan dari Gempuran Apple dan Pabrikan Cina
Data penjualan Samsung juga menegaskan betapa kuatnya dominasi Samsung dalam pasar ponsel pintar. Perusahaan itu masih tetap mampu menjaga posisinya meski tengah mendapatkan gempuran dari Apple dan mulai bangkitnya pabrikan Cina.
Apple sesungguhnya dapat memanfaatkan momentum skandal baterai Note 7 untuk menggenjot penjualan iPhone 7 dan 7plus yang telah dijual beberapa saat sebelum Note 7 diluncurkan, seperti yang telah dikatakan oleh sejumlah analis sebelumnya. Namun yang terjadi kemudian adalah sebaliknya.
Penjualan Apple sendiri terus turun hingga pada kuartal III/2016. Pada periode tersebut penjualan iPhone turun 6,6 persen jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pangsa pasar pun menyusut menjadi 11,5 persen, yang terendah sejak kuartal I/2009. Penjualannya di dua pasar terbesarnya yakni Amerika Serikat dan Cina, masing-masing turun 8,5 persen dan 31 persen.
"Penarikan Samsung Galaxy Note 7 tidak berpengaruh banyak pada penjualan Apple iPhone 7 Plus, sebab pengguna Note 7 cenderung untuk setia dengan Samsung atau setidaknya dengan Android," tegas Roberta Cozza, direktur riset di Gartner.
Jika melihat performa Apple akhir-akhir ini yang minim inovasi namun terus menerapkan strategi penjualan yang menguras dompet para konsumen – termasuk dengan penjualan adaptor karena tidak seragamnya port pada perangkat keras mereka – maka Samsung boleh masih merasa aman dari serbuan Apple.
Di sisi lain, pabrikan asal Cina yang memimpin angka pertumbuhan penjualan di periode tersebut juga masih belum mampu menggoyahkan tahta Samsung, meski berhasil mengoyak penjualan Apple di pasar lokal.
Gupta mengatakan, penjualan ponsel pintar di Cina tumbuh 12,4 persen dan Oppo serta BBK Communication Equipment – perusahaan yang memproduksi Vivo – merupakan perusahaan Cina yang berhasil mengeksploitasi peluang penjualan yang tersedia. 81 persen penjualan ponsel pintar Oppo dan 89 persen penjualan ponsel pintar BBK berasal dari Cina.
"Kedua vendor itu juga tumbuh dengan kuat di India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Rusia," tambahnya.
Huawei, di sisi lain, semakin mengejar pangsa pasar Apple dengan selisih kurang dari 3 persen. Seri ponsel pintar Honor milik Huawei-lah yang menjadi ujung tombak mereka, dengan ekspansi ke Eropa dan AS diperkirakan mampu membuat perusahaan itu dapat mencetak pertumbuhan positif di masa depan.
Akan tetapi, terlepas dari kebangkitan pabrikan Cina tersebut, rasanya masih butuh waktu lama bagi mereka untuk dapat menyalip Samsung. Selisih persentase penjualan yang masih tajam, dan masih kuatnya branding Samsung di mata konsumen, membuat Samsung memang masih berada di atas. Pabrikan Cina juga masih sulit untuk mengejar Samsung, terutama jika mereka belum memproduksi ponsel pintar pada kelas yang sama dengan seri Galaxy Samsung.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti