tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat angkat bicara tentang polemik perilisan 200 nama mubalig oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi menyatakan 200 nama mubalig rilisan Kemenag tersebut bukan daftar final dan akan terus bertambah sehingga tidak perlu menjadi bahan polemik.
"Nama-nama tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Menag belum final jadi masih bisa berkembang dan bertambah," kata Zainut dalam keterangan resminya, pada Minggu (20/5/2018) seperti dikutip Antara.
Meski perilisan 200 nama Mubalig tersebut memicu polemik, Zainut menyatakan MUI bisa memahami tujuan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam merilis daftar itu.
Dia menjelaskan Kemenag merilis daftar nama mubalig itu sesuai dengan tiga indikator. Pertama, mubalig harus memiliki kompetensi tinggi dalam memahami ajaran Islam. Kedua, mubalig harus mempunyai pengalaman cukup dalam berceramah sehingga mampu menyampaikan isi pesan ke masyarakat dengan tepat. Ketiga, mubalig harus memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.
Zainut meyakini masih banyak nama-nama mubalig lain yang layak memenuhi kriteria tersebut meski belum masuk dalam daftar rilisan Kemenag.
"MUI yakin bahwa masih banyak nama-nama ulama, kyai atau mubalig yang belum tercatat dan itu tidak berarti mubalig tersebut tidak memenuhi tiga kategori di atas," kata Zainut.
Rekomendasi dari kemenag tersebut, menurut dia, juga bukan menjadi sebuah keharusan yang harus diikuti tetapi hanya sebuah pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat.
Meski ada daftar itu, Zainut menambahkan, masyarakat memiliki hak untuk memilih penceramah agama yang sesuai dengan kebutuhannya.
"Memang sebaiknya tetap mengacu kepada tiga ketentuan yang sudah digariskan oleh Kemenag tersebut agar ceramah agama tidak keluar dari substansinya," kata dia.
Karena itu, Zainut berharap publik tidak menjadikan rekomendasi Kemenag itu sebagai polemik, tetapi disikapi dengan bijaksana agar tidak justru merusak suasana kekhusyukan saat Ramadhan tahun ini.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin sudah menegaskan bahwa perilisan daftar 200 nama mubalig bukan untuk memilah-milah nama dai yang boleh berceramah atau tidak.
"Bukan itu tujuannya. Ini semua dalam rangka memenuhi harapan dan permintaan dari masyarakat," kata Lukman di Jakarta, pada Sabtu kemarin sebagaimana dilansir laman resmi Kemenag.
Menurut dia, daftar nama tersebut juga belum final. Selama ini, perumusan daftar itu berdasar masukan dari berbagai sumber, baik tokoh-tokoh agama maupun ormas Islam.
"Artinya di kemudian hari akan muncul nama-nama sesuai dengan masukan yang kita terima dari tokoh-tokoh ulama dan ormas Islam. Sehingga mereka bisa kita manfaatkan ilmunya,” kata Lukman.
“Ini daftar yang sangat dinamis dan akan senantiasa mengalami updating dan perubahan penambahan," Lukman menambahkan.
Lukman juga menjelaskan nama-nama Mubalig, yang dirilis oleh Kemenag, memenuhi tiga kriteria utama, yakni menguasai secara mendalam substansi ajaran Islam, memiliki pengalaman luas sebagai penceramah, dan berkomitmen tinggi terhadap kebangsaan.
"Atas dasar itulah kami merilis 200 nama penceramah tersebut. Yang harus menjadi catatan kita semua adalah, bahwa ini rilis yang pertama dan bukan satu-satunya," Lukman menegaskan.
Meskipun demikian, Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LD PBNU) Maman Imanulhaq mengkritik langkah Kemenag merilis daftar 200 nama mubalig tersebut.
"Negara tidak perlu intervensi terlalu jauh dalam kehidupan beragama warga negara," kata Maman di Majalengka, pada hari ini sebagaimana dilansir Antara.
Maman mengatakan seharusnya Kemenag hanya perlu mengumumkan kriteria mubalig yang ideal saja, tanpa harus merilis daftar nama penceramah.
"Tidak perlu merilis daftar itu atau membuat sertifikat bagi mubalig. Yang bisa dilakukan hanya membuat kriteria untuk para mubalig, kriteria saja," ujar dia.
Menurut Maman, kalaupun perlu dibuat daftar mubalig, sebaiknya ormas-ormas Islam yang merilisnya dengan merujuk kepada kriteria yang ditetapkan oleh Kemenag.
Editor: Addi M Idhom