tirto.id -
"Nanti akan ada istilah plat merah dan plat hitam, kan? Saya kira itu dampak buruknya," kata Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nasaruddin Umar kepada Tirto, Sabtu (19/5/2018).
Nasaruddin mengaku terkejut saat mengetahui Kemenag mengeluarkan 200 nama mubalig untuk rujukan masyarakat.
"Terus terang saja, saya masih bertanya-tanya apa reasoning (pikiran) Kementerian Agama mengeluarkan daftar tersebut," ujarnya.
Menurutnya, ada kemungkinan Kemenag mengambil daftar nama-nama mubalig yang pernah menjadi penceramah di Masjid Istiqlal. Sebab masjid agung tersebut memang melakukan seleksi kepada setiap mubalig yang berceramah, baik dalam ibadah salat Jumat maupun ibadah lain, seperti salat id dan tarawih
"Ya barangkali ambil dari sana. Karena yang salat di Istiqlal, kan, pejabat-pejabat penting negara, jadi diseleksi terlebih dahulu. Tapi, kan, seleksi itu bukan untuk kemudian direkomendasikan," ucapnya.
Wakil Menteri Agama di periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya menduga 200 nama mubalig yang dirilis Kemenag lebih ditujukan kepada instansi dan lembaga negara yang sedang mencari penceramah agama.
"Biasanya, kan, memang ada ketidaktahuan ustaz mana saja yang kira-kira sesuai berbicara di lingkungan pemerintahan. Karena khawatir nanti salah, akhirnya beritanya ke Kemenag," imbuhnya.
Jika hal itu benar, kata Nasaruddin: "Maka reasoning dari kementerian bisa diterima. Kita lihat hikmahnya ke sana saja."
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai Kemenag tidak berhak menentukan mubalig mana yang boleh dan tidak boleh menjadi rujukan. Menurutnya kewenangan itu mestinya diserahkan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mardani mengatakan MUI merupakan instansi yang punya kewenangan dan pengalaman menilai kapasitas keilmuan seorang penceramah.
Ia khawatir langkah Kemenag malah menimbulkan friksi di kalangan para mubaligh dan memperkuat polarisasi di masyarakat.
"Kalau usul saya pemerintah enggak usah masuk ke situ. MUI sajalah. Pak Maruf Amin sama Pak Jokowi dekat banget, loh. Pak Maruf Amin saja yang bicara. Kalau Pak Maruf Amin yang bilang, 200 mubalig yang direkomendasikan, bagus menurut saya," ujar Mardani.
Argumentasi dari Menteri Agama
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin memandang pemerintah harus menyaring arus informasi pemahaman agama yang beredar di masyarakat. Dalil itulah yang membuat Lukman menilai inventarisasi 200 nama mubalig untuk dijadikan rujukan berceramah agama menjadi relevan.
Daftar nama ini merupakan rilis awal yang dihimpun dari masukan tokoh agama, ormas keagamaan, dan tokoh masyarakat. Jumlah daftar ini tentu akan terus bertambah seiring masukan dari berbagai pihak.
“Nama yang masuk memang harus memenuhi tiga kriteria itu. Namun, para mubalig yang belum masuk dalam daftar ini, bukan berarti tidak memenuhi tiga kriteria tersebut,” ujar Menag. "Artinya, data ini bersifat dinamis dan akan kami update secara resmi," sambungnya.
Info selanjutnya, bisa berkirim pesan whatsapp melalui nomor 0811-8497-492.
Menag berharap, rilis daftar nama mubalig ini bisa memudahkan masyarakat mengakses para penceramah yang dibutuhkan. Langkah ini diharapkan akan memperkuat upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama sesuai misi Kementerian Agama.
Dari Mana 200 Nama Mubalig Diperoleh?
Direktur Jenderal Bina Masyarakat Kemenag Muhammad Yamin mengklain 200 nama mubalig yang dirilis Kemenag berasal dari para pengurus masjid serta beberapa organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia. Penyusunan nama-nama mubalig itu dilakukan jelang bulan Ramadhan oleh tim kecil yang dibentuk Kemenag. Tim itulah yang mendaftar nama-nama para mubalig berdasarkan usulan bebrapa organisasi masyarakat dan dewan pembina masjid.
Klaim pelibatan Istiqlal seperti dikatakan Yamin bertentangan dengan pengakuan Nasaruddin. Di saat yang sama Yamin
juga tak bisa menjelaskan organisasi mana saja yang mengusulkan nama-nama 200 mubalig tersebut selain NU dan Muhammadiyah.Datar nama 200 mubalig yang dirilis secara resmi oleh Kemenag pada Jumat (18/5/2018) bisa dilihat melalui tautan berikut ini: 200 Nama Mubaligh Rekomendasi Kemenag.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar