tirto.id - Mari mulai dengan sedikit angka. Menurut proyeksi lembaga riset eMarketer (2015), akan ada 83,5 juta unit ponsel pintar yang aktif di Indonesia pada 2018 dan 92 juta pada 2019. Jumlah itu merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Dibandingkan Filipina, negara penghuni peringkat kedua, Indonesia unggul lebih dari dua kali lipatnya.
Tentu selalu ada orang-orang yang menyebut angka itu sebagai cerminan "budaya konsumerisme" atau semacamnya. Itu truisme saja, seperti mengatakan bahwa air adalah benda cair, dan truisme senantiasa membosankan. Kita, di sisi lain, dapat memilih jalan yang lebih asyik dengan membaca angka itu secara positif.
Ambil contoh Cina, negara dengan pengguna ponsel pintar terbanyak di dunia—lebih dari 540 juta pada 2015. Bersamaan dengan meluasnya penggunaan internet, kepemilikan ponsel pintar yang masif itu menentukan pertumbuhan industri retail online. Lembaga iResearch mencatat bahwa penjualan online mengambil porsi 10 persen dari keseluruhan penjualan industri retail Cina pada 2015.
Persoalannya, angka kerusakan ponsel pintar relatif tinggi. Menurut riset Plaxo pada 2011, sekitar 33 persen pengguna pernah merusak atau menghilangkan ponsel pintar mereka sendiri. Dan pada 2013, sebuah riset di Inggris menemukan bahwa rata-rata ponsel pintar dengan merek tertentu rusak hanya sekitar 10 pekan sejak dibeli.
Ada 23 juta pengguna yang merusak ponsel mereka saat menyaksikan acara-acara olahraga di Amerika Serikat. Sebagian orang kelewat bersemangat mengayunkan tangan dan malah membikin ponselnya terpelanting, sebagian yang lain tak sengaja menjatuhkannya ke gelas penuh bir. Liburan pun tak kalah membahayakan bagi ponsel pintar. Menurut data Square Trade, satu dari delapan keluarga merusak alat-alat elektronik saat mereka merayakan hari-hari besar, dan sepertiga dari seluruh alat elektronik yang remuk itu ialah ponsel pintar.
Tanpa penanganan yang tepat, hal itu dapat menghambat pertumbuhan penjualan online. Mudahnya: kapan kita punya uang buat berbelanja atau berdagang online jika ponsel kita rentan rusak dan biaya perbaikannya mahal sehingga sebentar-sebentar kita harus membeli yang baru?
Perusahaan-perusahaan penghasil ponsel pintar dapat melakukan dua hal. Pertama, menciptakan produk-produk tahan banting dan kebal bacok; kedua, menyediakan jaringan layanan purnajual berupa service center seluas-luasnya. Pilihan pertama agaknya kurang pas, mengingat bahwa ponsel pintar bukanlah cobek. Maka, perusahaan-perusahaan ponsel yang menjual produknya di Indonesia harus menyediakan layanan purnajual yang memadai.
Dalam satu laporan riset pangsa pasar kuartal I-2017, IDC menganalisis keadaan dan perkembangan perusahaan-perusahaan penghasil ponsel pintar terbesar di dunia. Dari lima perusahaan yang dibicarakan dalam laporan tersebut, hanya ada satu perusahaan yang layanan purnajualnya disebutkan, yaitu OPPO. IDC mencatat itu sebagai salah satu strategi OPPO yang berhasil membuat bisnisnya terus bertumbuh.
Pada 7 Mei 2013, OPPO mendirikan service center-nya yang pertama di Indonesia di mal ITC Roxy Mas, Jakarta. Dan hingga September 2017, ada 108 pusat pelayanan purnajual OPPO telah tersebar di 32 provinsi Indonesia. Jumlah dan pertumbuhan service center yang serius itu, bagi OPPO, ialah wujud tanggungjawab mereka selaku salah satu perusahaan ponsel pintar dengan penjualan tertinggi di Indonesia. Layanan itu dapat dinikmati oleh setiap pelanggan OPPO, terlepas dari jenis dan kelas produk yang mereka miliki.
Tak hanya serius dalam membangun kuantitas, layanan purnajual OPPO pun unggul dalam kualitas. Untuk setiap persoalan yang dikeluhkan pengguna, OPPO menjanjikan pelayanan paling lama satu jam, dan itu sudah termasuk pengaduan, pemeriksaan, dan tindakan. Apabila ada kerusakan yang memerlukan penanganan lebih lama, OPPO tetap menjanjikan waktu 1 jam kepada konsumen untuk mengetahui status perbaikan perangkatnya.
OPPO juga menyediakan meja pelayanan face-to-face di mana pengguna dapat menyampaikan keluhan dan berkonsultasi secara langsung kepada teknisi, bahkan menyaksikan teknisi memperbaiki ponselnya.
Kemudian, untuk memudahkan para pelanggan yang bertempat tinggal jauh dari service center, OPPO menawarkan layanan antar-jemput perangkat yang bermasalah dari rumah pengguna buat diperbaiki di service center terdekat dan kemudian dikembalikan lagi ke pengguna. Tak hanya layanan antar-jemput dan perbaikan perangkat yang gratis, panggilan telepon ke call center penjemputan pun bebas biaya.
Dengan dukungan pelayanan purnajual yang demikian sungguh-sungguh, para pengguna OPPO tak perlu cemas jika ponsel pintar mereka rusak. Mereka yang menggunakan ponselnya untuk berdagang online tak perlu khawatir kehilangan omzet, yang berbelanja bisa menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang selain ponsel baru.
Tanpa jual-beli online yang ramai, mustahil perusahaan-perusahaan e-commerce raksasa seperti Alibaba dan JD.com terlahir di Cina. Jika penjualan online tumbuh dengan baik di Indonesia, akan ada efek domino yang terus bergulir dan menyuburkan industri teknologi digital pada berbagai sisinya. Investor-investor akan berdatangan buat menyokong perusahaan-perusahaan rintisan Indonesia, dan seterusnya.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis