Menuju konten utama

Surat Cinta tentang Hasan Minhaj si Manusia Power Point

Patriot Act with Hasan Minhaj tidak dilanjutkan oleh Netflix sejak 18 Agustus 2020 lalu.

Surat Cinta tentang Hasan Minhaj si Manusia Power Point
Hasan Minhaj tampil di konser amal Stand Up For Heroes tahunan ke-13 untuk mendukung Yayasan Bob Woodruff di Teater Hulu di Madison Square Garden pada hari Senin, 4 November 2019, di New York. (Photo by Greg Allen/Invision/AP)

tirto.id - Awalnya saya mengira saya akan jadi orang hebat pada usia 25. Tapi, yang terjadi adalah krisis dan badai. Ada banyak alasan untuk jadi pemurung di bulan-bulan berakhiran -ber itu. Satu atau dua orang mungkin menemukan saya sering melamun--mungkin juga terlihat marah--selama empat bulan itu. Tapi, saya akhirnya belajar bahwa hidup kadang hanyalah upaya untuk berdamai dan memaafkan diri sendiri. Memaafkan diri sendiri juga bukan perkara sederhana, tapi setidaknya jalanmu akan lebih landai.

Setidaknya kamu perlu berterima kasih kepada Hasan Minhaj untuk urusan itu. Masih ingat, stand-up spesialnya yang kamu puja-puja itu? Iya, Homecoming King yang tayang di Netflix pada 2017. Coba bayangkan jika kamu tak mendengar lagi nasihat Hasan pada waktu itu? “Kamu harus berani, kamu harus berani melakukan yang benar, dan keberanian itu, harus lebih besar ketimbang rasa takut akan terluka,” ucap Hasan.

Saya pikir saya tak akan pernah mendengar nasihat itu dari seorang pelawak. Namun, pernyataan itu cukup mendorong saya untuk melakukan hal-hal tepat.

Dan kamu menyaksikan Homecoming King di saat yang tepat karena kamu merasa tidak bisa memaafkan dirimu waktu itu. Kamu pikir bepergian ke tempat-tempat seperti Jogja, Palu, Solo, Padang, Aceh, hingga Singapura itu bisa meringankan kekecewaanmu. Seperti Hasan yang juga terbang ke Chicago, Los Angeles, Nashville, dan San Fransisco untuk menggelar stand-up. Bedanya, kamu melakukan hal yang sama untuk menyembunyikan luka.

Kamu juga bisa paham bahwa di balik semua itu patah hati adalah persoalan utamanya. Seperti yang pernah Hasan bilang, “Kamu tahu ketika pertama kali jatuh cinta, rasanya seperti mencicipi Heisenberg Blue. Dan semuanya tak akan sama setelah itu”.

Baiklah, Hasan Minhaj adalah aktor utama yang menginspirasimu menjalani masa-masa berat usia 25. Kamu pun terinspirasi tak hanya dari stand-up spesialnya di Netflix, tapi juga seluruh musim Patriot Act with Hasan Minhaj yang bikin kamu percaya bahwa segala kejadian bisa dicari benang merahnya.

Lalu, kamu kembali kecewa karena program talk show komedi itu tak lagi dilanjutkan Netflix setelah tayang selama enam musim. Maka, pada 18 Agustus lalu, kamu punya satu alasan untuk bersedih.

Seperti kita semua, Hasan juga memulai semuanya dari awal. Dalam sebuah aksi stand-up, ia pernah berujar, “Aku tak percaya bahwa suatu hari aku akan jadi lebih dari bintang iklan komersial”. Benar, kesempatan besar itu akhirnya datang. Pada 2014, Hasan bergabung dengan The Daily Show sebagai koresponden. Waktu itu ia dipekerjakan oleh Jon Stewart. Ia makin dikenal lewat lelucon-leluconnya ketika berpidato di White House Correspondents Dinner, sebuah acaragala dinner untuk jurnalis yang bertugas di Gedung Putih, pada 2017. Saat itu, ia bercanda soal alternative facts karena diundang sebagai imigran sekaligus Muslim. Ia berpidato ketika Paman Sam makin tak ramah kepada minoritas.

Tahun itu pula, Netflix menawari Hasan stand-up spesial Homecoming King yang membuatnya memperoleh Peabody Awards pertama pada 2018. Ia lalu meninggalkan The Daily Show pada Agustus 2018 untuk memulai komedi mingguannya sendiri, Patriot Act with Hasan Minhaj.

Program ini tayang sejak Oktober 2018 dalam enam volume. Seri yang dibuat oleh Prashanth Venkataramanujam dan Hasan sendiri itu ditujukan untuk memberi perspektif baru terhadap lanskap politik, current affairs, dan budaya popyang dibungkus komedi satir ala late night show. Selama kurang dari 30 menit, Hasan Minhaj bermonolog diiringi grafik, data, cuplikan berita, dan potongan video terkait isu yang sedang ia bahas. Hasan sendiri menyebutnya sebagai “Woke TED Talk”.

Kamu makin menyukai Patriot Act karena kebetulan membuat naskah-naskah eksplanatoris dengan riset untuk Instagram TV Tirto, Ada Apa Dengan Data (AADD). Kamu berusaha nonton Patriot Act sebanyak-banyaknya sebelum syuting agar kelihatan edgy dan menarik seperti Hasan. Tapi, ternyata di depan kamera semua jadi berbeda. Kamu mencoba melucu dan banyak bergerak supaya kelihatan seperti Hasan, tapi gagal.

Jika isinya adalah monolog dengan grafik, data, dan cuplikan berita, apa bedanya dengan show kebanyakan? Ini dia, Hasan tak cuma ngomong dan mengomentari isu di permukaan. Episode “Arab Saudi” misalnya berhasil membuat sebuah komando angkatan bersenjata AS (CENTCOM) meminta maaf secara langsung lewat pernyataan pers karena salah satu dokumennya menyebut orang Arab Saudi memiliki "darah negro".

Episode yang sama juga bikin pemerintah Arab Saudi kebakaran jenggot karena Hasan memaparkan kemungkinan terlibatnya putra mahkota Saudi, Mohammad bin Salman, dalam kematian jurnalis Jamal Khashoggi. Pemerintah Arab Saudi bahkan menghapus episode tersebut dari negara mereka.

Hasan juga membuat onar di kampung halaman orangtuanya, India, lewat episode “Indian Elections” pada Maret 2019. Dengan gamblang ia mengkritik Perdana Menteri Narendra Modi dan partai penguasa Bharatiya Janata Party (BJP). Tak hanya itu, ia juga mewawancarai oposisi Modi, Shashi Tharoor, yang merupakan anggota parlemen dari partai Indian National Congress. Mereka mendiskusikan persoalan seperti ultra-nasionalisme Hindu, konflik di Kashmir, dan pembunuhan masal terhadap Muslim dan minoritas Dalit. Episode itu sukses menyulut keributan antara pendukung dan oposisi Modi.

Indonesia dalam kepala Hasan tidak eksotik. Lihatlah episode “The Ugly Truth of Fast Fashion” pada November 2019. Episode itu memaparkan dampak buruk industri yang memproduksi pakaian dalam jumlah besar dan waktu singkat terhadap lingkungan, yakni Sungai Citarum. Korbannya tentu saja warga yang tinggal di sekitar Citarum. Salah seorang balita dilaporkan terkena gangguan liver karena keluarganya bergantung pada aliran air Citarum.

Sementara itu, pihak industri tekstil dari Indonesia malah menyampaikan komentar bodoh seperti, “Dengan tingkat polusi seperti ini, barangkali 50 tahun lagi kita akan jadi mutan, seperti di film X Men”. Tentu saja Hasan mengolok-olok lawakan bapak-bapak yang tak lucu dan tak patut itu.

Sama seperti kamu yang sering ditertawakan di video-video Instagram itu, Hasan juga sering diolok-olok. Orang-orang di internet menyebutnya Bollywood Bitch! “Kuharap kamu mampu mengubah tayangan tengah malam, dasar kamu Bollywood Bitch!” atau “Hasan Minhaj: Bollywood Bitch yang presentasi pakai power point”.

Idenya soal membawakan topik-topik reaktif juga membuatnya dipandang sebelah mata. Bagaimana mungkin pelawak membawakan isu yang berat? Lalu, presentasi lewat layar? Bukankah pelawak talk show semestinya duduk di kursi dan bercengkrama dengan bintang tamu, atau mengomentari cuplikan berita seperti yang banyak kita jumpai lewat The Daily Show with Trevor Noah, Last Week Tonight with John Oliver, The Late Show with Stephen Colbert, Late Night with Seth Meyers,atau The Tonight Show Starring Jimmy Fallon.

Bye-Bye Canned Laughter!

Tapi, Hasan berhasil membawa angin segar untuk late night show yang lama kelamaan hanya diisi pria kulit putih dengan potongan rambut sama. Seri pertama Patriot Act berhasil mendapat rating 100 persen dari Rotten Tomatoes. Website tersebut menilai Patriot Act berbeda dari komedi sejenis lainnya berkat keberhasilan Hasan Minhaj dan tim di balik layar yang berhasil memadukan pemikiran, perasaan, kritik, dan katarsis. The Guardian juga pernah menulis, Hasan punya perspektif dan latar belakang yang beda. Ini jadi senjatanya dalam melontarkan komentar-komentar yang kritis terhadap kekuasaan.

Tapi, kan, The Daily Show juga dibawakan Trevor Noah yang punya perspektif beda? Ya Mate, tapi format acaranya masih seperti talk show komedi kebanyakan. Jangan salah, Trevor Noah, Stephen Colbert, Jimmy Kimmel, dan Jimmy Fallon lucu, kok. Meski dua Jimmy itu mulai sulit dibedakan. Oh, diam Seth Meyers, dialog lawakmu dengan benda-benda mati itu sudah tak lucu!

Hasan sempat menyampaikan lewat akun Instagramnya, "Aku akan merindukan program ini, tapi kudengar ada pria British yang juga membawakan acara seperti ini."

Yang ia maksud tentu John Oliver. Saya setuju John sangat kompeten membawakan isu-isu serius. Tapi sampai situ saja. John bicara sangat cepat dari belakang meja, dan tunggu, bukankah suara tawa itu adalah canned laughter?

Sebagai tambahan, Patriot Act sendiri adalah Undang-undang yang diteken Presiden Bush pada 26 Oktober 2001. USA PATRIOT sendiri merupakan singkatan dari Uniting and Strengthening America by Providing Appropriate Tools Required to Intercept and Obstruct Terrorism. Hasan memang tak pernah menyebut secara langsung mengapa acaranya dinamai Patriot Act. Namun, ia pernah menyinggung di Homecoming King tentang bagaimana imigran di AS, termasuk keluarga Hasan, bertahan dan dituntut untuk terus menunjukkan loyalitas simbolik ke negara dalam iklim masyarakat yang rasis pasca-peristiwa 9/11.

Patriot Act patut dirayakan karena akhirnya kita punya pelawak muslim keturunan India yang membongkar isu-isu serius dengan sangat memikat. Ia bicara soal “lota” pada episode-episode awal. Aduh, orang Amerika mana yang tahu apa itu lota. Hanya saja Hasan yang tak segan-segan menjelaskan bahwa lota adalah bidet yang digunakan untuk cuci tangan di India.

Infografik Misbar Hasan Minhaj

Infografik Misbar Hasan Minhaj. tirto.id/Nauval

Betul, Hasan berusaha membawa peradaban ke sebuah negeri yang masih cebok dengan tisu, sebuah negeri yang penduduknya panik dan berebut tisu toilet ketika pandemi COVID-19 dideklarasikan WHO.

Di satu episode, ada Anna Kendrick jadi gimmick dan bicara soal meditasi (menit ke 1:54). Di episode lainnya, Hasan bercengkrama dengan mbak-mbak kesayangan kita semua, Alexandria Ocasio-Cortez (AOC),soal aturan “winner takes all” yang membatasi pilihan-pilihan publik AS dalam pemilu. Tentu mendengar AOC bilang, Honk honk or whatever!! sudah bikin kita senang.

Juga jangan lupa ketika Hasan hampir membuat kita percaya bahwa Justin Trudeau bisa menyanyi lagu-lagu daerah Afghanistan. Ia bahkan merasakan tensi seksual antara dirinya dan Bernie Sanders ketika sedang ngobrol soal kampanye capres sosialis itu.

Coba sebutkan alasan untuk tidak menyukai Patriot Act? Tentu itu semua jadi tak berarti jika bukan Hasan aktor sentralnya. Hasan membagi emosinya pada kita semua. Ketika kesal, ia ikut mengutuk. Ketika sedih, kita bisa lihat dari wajahnya. Lawakan Hasan juga lebih relevan karena ada penonton, dan bukan cuma tawa palsu alias canned laughter.

Barangkali, kita tak akan benar-benar percaya jika mas-mas kulit putih di belakang meja itu peduli pada imigran, pada konflik di Kashmir, atau balita di pinggiran Sungai Citarum. Barangkali kita tak akan percaya pelawak punya kapasitas untuk membawakan isu-isu seperti itu hingga Hasan Minhaj.

Sebenarnya bukan cuma Patriot Act, masih banyak program sejenis yang belum beruntung di Netflix. Pada Oktober 2017, Netflix tidak melanjutkan talk show Chelsea Handler, Chelsea, setelah dua musim. Sementara pada Agustus 2018, giliran The Break milik Michelle Wolf dan The Joel McHale Show With Joel McHale yang tidak dilanjutkan.

Hanya saja, tidak melanjutkan program yang telah memenangkan Emmy, Peabody, dan dua Webby Awards adalah keputusan yang disesalkan. Mengingat delapan episode yang rilis selama lockdown yang dieksekusi dengan detail dan riset mendalam. Hasan membuka musim keenam yang sekaligus jadi musim penutup tersebut dengan “How Coronavirus Broke America” dan memaparkan bagaimana kebijakan-kebijakan Trump malah memperburuk masalah yang sudah ada.

Ia juga bicara soal kematian George Floyd dan industri surat kabar lokal yang nyaris mati. Tapi, episode “We’re Doing Elections Wrong”pada 21 Juni dan diskusi dengan AOC soal kubu progresif dan moderat di Partai Demokrat tentu jadi yang terbaik. Episode “Why Doing Taxes Is So Hard” jadi yang terakhir mengudara pada 28 Juni.

Mungkin bakal muncul pertanyaan, apakah Hasan atau Patriot Act yang patut dirindukan? Bagaimana mungkin memisahkan keduanya ketika mereka adalah satu paket? Format show seperti Patriot Act bisa saja ditiru oleh acara lainnya, tapi apakah ada jaminan akan lebih baik jika bukan Hasan yang membawakan?

Untuk sekarang, saya hanya ingin mengendapkan kenyataan bahwa tak ada lagi Patriot Act with Hasan Minhaj yang menginspirasi menulis dan melewati krisis usia 25. Saya pikir, setelah ini, semua akan baik-baik saja.

Terima kasih Hasan yang sudah menguatkan lewat lawakan-lawakan dan petuah sederhana.

Baca juga artikel terkait PELAWAK atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Windu Jusuf