Menuju konten utama

Sultan HB X: Inggris Belum Teken Perjanjian Pengembalian Manuskrip

Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, banyak manuskrip Keraton Yogyakarta yang ada di luar negeri, namun Inggris belum mau menandatangani perjanjian internasional tersebut.

Sultan HB X: Inggris Belum Teken Perjanjian Pengembalian Manuskrip
Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan pidato saat pembukaan Internasional Symposium on Javanese Studies and Manuscripts of Keraton Yogyakarta di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Selasa (5/3/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, banyak manuskrip Keraton Yogyakarta yang ada di luar negeri termasuk Inggris.

Meski begitu, kata Sultan, Inggris belum mau menandatangani perjanjian internasional soal pengembalian naskah tersebut.

"Dalam perjanjian internasional sepertinya Inggris belum mau tanda tangan. Kokean sing dibalekke [kebanyakan manuskrip yang dikembalikan]," kata Sultan saat jumpa pers Internasional Symposium on Javanese Studies and Manuscripts of Keraton Yogyakarta di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, Selasa (5/3/2019).

Upaya untuk mengembalikan manuskrip Keraton Yogyakarta, ujarnya, terus dilakukan. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, Sultan menyebut telah ada perjanjian terkait dengan pengembalian manuskrip yang ada di Inggris.

Setelah perjanjian kebudayaan itu, pihaknya kemudian ikut mengisi salah satu poin perjanjian.

"Saya ngisinya, bisa tidak saya mendapatkan sesuatu terhadap naskah Keraton Yogyakarta, entah itu dikembalikan entah, baik itu fotokopi, digital atau apapun, yang penting kami tahu naskah Keraton Yogyakarta yang ada di British itu kami dapat," ujar Sultan.

Dari perjanjian itu kemudian ditindaklanjuti secara resmi untuk meminta kembali manuskrip-manuskrip milik Keraton Yogyakarta yang ada di Inggris.

"Dari kesepakatan itu kami tindak lanjuti, saya punya alasan dengan mengirim surat ke British Library, itu dasarnya menindaklanjuti salah satu perjanjian pemerintah Indonesia-Inggris menyangkut naskah," ujarnya.

Namun demikian, kata Sultan, proses tersebut tidaklah mudah. Perlu waktu yang lama untuk bolak-balik mencari tahu manuskrip apa saja yang ada di Inggris. Dan hal itu belum sepenuhnya membuahkan hasil untuk dapat membawa pulang manuskrip asli ke Yogyakarta.

"Pengalaman ini pun hanya negosiasi-negosiasi, bertemu melihat naskah mana yang dipilih dan lain sebagainya itu proses sudah memakan waktu sendiri dan kalau enggak sabar ya sudah," katanya.

Sultan mengatakan, dari proses yang lama dengan melakukan negosiasi secara intens, sejauh ini pihak British Library telah sepakat untuk memberikan 75 manuskrip milik Keraton Yogyakarta. Namun manuskrip tersebut dalam bentuk digital, bukan fisik aslinya.

Di sisi lain kata Sultan, masih banyak manuskrip yang tersebar di Inggris, tidak hanya berada di British Library saja. Di sejumlah tempat lain di Inggris bahkan kata Sultan ada yang meminta imbalan 8 poundsterling per lembar hanya untuk mendigitalisasikannya.

Sultan menyebut ada ribuan manuskrip Keraton yang dijarah ketika Inggris melakukan menduduki Keraton Yogyakarta pada 1812.

"Naskah pada masa HB II menurut sejarawan Profesor Djoko Suryo ketika lebih dari 7.000 naskah yang dibawa ke Inggris," kata Sultan saat membuka simposium dalam rangka peringatan 30 tahun dirinya bertahta, di Hotel Royal Ambarukmo, Selasa (5/3/2019).

Baca juga artikel terkait KERATON YOGYAKARTA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno