Menuju konten utama

Studi: Perluasan Pertanian Kecil Indonesia Sebabkan Hilangnya Hutan

Hasil studi menyebutkan bahwa, perluasan pertanian menjadi penyebab hilangnya sebagian hutan di Indonesia.

Studi: Perluasan Pertanian Kecil Indonesia Sebabkan Hilangnya Hutan
Ilustrasi. Kondisi sebagian kawasan hutan yang rusak di sekitar pegunungan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, Sabtu (3/3). ANTARA FOTO/Akbar Tado

tirto.id - Pertanian skala besar, terutama untuk menumbuhkan kelapa sawit, tetap menjadi penyebab utama deforestasi atau penggundulan hutan di Indonesia.

Namun, dampaknya telah berkurang secara proporsional dalam beberapa tahun terakhir.

Penelitian terbaru mengatakan bahwa perluasan pertanian menjadi penyebab hilangnya sebagian hutan di Indonesia.

Penelitian yang dipublikasikan di Environmental Research Letter ini menjelaskan bahwa rata-rata 600 ribu hektar hutan hilang setiap tahun dan 57 persennya dipakai untuk perluasan pertanian besar. Tren ini memuncak dari 2008 hingga 2010.

"Pada akhir 2000-an, perkebunan skala besar bertanggung jawab atas hilangnya lebih dari setengah hutan alam primer di Indonesia," kata Kemen G. Austin, peneliti dari Duke University

"Dari 2014 hingga 2016, rata-rata lebih dari 800.000 hektar hutan primer hilang setiap tahun, tetapi perkebunan skala besar hanya 25 persen. Jadi, meskipun laju deforestasi keseluruhan tumbuh, penyebab lain bertanggung jawab atas sebagian besar dari itu," kata Austin.

Konversi hutan menjadi padang rumput meningkat tajam pada 2015 dan 2016 ketika El Niño menyebabkan kekeringan parah dan aktivitas kebakaran yang lebih tinggi di banyak pulau di Indonesia.

Pertanian skala kecil juga ditemukan memainkan peran yang lebih besar, terhitung sekitar seperempat dari seluruh kehilangan hutan.

Ini menunjukkan pentingnya merancang intervensi pengelolaan hutan yang memperhitungkan nilai dan persyaratan petani kecil.

Jalan-jalan penambangan dan penebangan juga ditemukan sebagai pendorong penting deforestasi pada waktu yang berbeda selama studi, khususnya di tingkat lokal.

"Pesan yang bisa dibawa oleh para pembuat kebijakan dan konservasionis adalah bahwa penyebab hilangnya hutan di Indonesia jauh lebih bervariasi daripada yang kita duga sebelumnya. Mereka berubah dari satu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu," katanya.

Lebih lanjut kata Austin, "Meskipun kelapa sawit adalah hal pertama yang muncul di kepala kebanyakan orang ketika mereka berpikir tentang deforestasi di Indonesia, itu bukan satu-satunya penyebab, dan kita perlu menyesuaikan kebijakan dan praktik kita untuk menjelaskan itu."

Studi ini adalah yang pertama dalam mendokumentasikan perubahan penyebab deforestasi yang terjadi di Indonesia pada skala nasional.

Beberapa studi global sebelumnya telah memasukkan data nasional dari Indonesia, tetapi menurut Austin tidak pada skala yang sangat bagus.

"Menggunakan 15 tahun citra Google Earth resolusi tinggi spasial dan dataset global baru yang tersedia tentang kehilangan hutan, mari kita selidiki penyebab deforestasi di setiap lokasi dan lihat bagaimana perbedaannya dari satu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu," kata Austin.

Indonesia telah mengalami salah satu tingkat kehilangan hutan alam primer tertinggi di daerah tropis dalam beberapa tahun terakhir.

Hilangnya hutan-hutan ini yang menyerap dan menyimpan sejumlah besar karbon dioksida yang menghangatkan iklim, menyediakan habitat bagi ribuan spesies, dan membantu mengendalikan erosi dan banjir telah menjadi penyebab keprihatinan lingkungan global.

“Menurunnya peran pertanian skala besar dalam menyebabkan hilangnya hutan akhir-akhir ini mungkin berasal dari keberhasilan kebijakan konservasi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia sejak 2011. Komitmen negara dalam membatasi dan mengurangi perusahaan yang memiliki atau mengelola perkebunan kelapa sawit atau kayu. Bisa juga didorong oleh faktor ekonomi, seperti jatuhnya harga komoditas atau meningkatnya persaingan internasional,” kata Austin seperti dilansir Duke.

Baca juga artikel terkait PERTANIAN atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Febriansyah
Editor: Yandri Daniel Damaledo