Menuju konten utama

Studi Baru Menunjukkan Kelemahan Virus Corona Covid-19

Studi ini berhasil memetakan interaksi antibodi manusia dengan virus corona baru pada resolusi skala atom.

Studi Baru Menunjukkan Kelemahan Virus Corona Covid-19
Ilustrasi Corona. foto/istockphto

tirto.id - Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang ditemukan dari survivor pandemi SARS di awal tahun 2000-an dapat mengungkapkan potensi kerentanan virus Covid-19. Studi tersebut dilakukan oleh para ahli di Scripps Research sebagaimana dimuat dalam Science Daily.

Studi ini menjadi penelitian pertama yang berhasil memetakan interaksi antibodi manusia dengan virus corona baru pada resolusi skala atom. Meski antibodi yang diteliti merupakan hasil respons terhadap infeksi SARS (virus SARS-CoV), namun terdapat reaksi silang dengan virus Corona baru Covid-19 (SARS-CoV-2).

Kedua virus Corona tersebut menampakkan peta struktural yang hampir identik, terikat oleh antibodi dan menunjukkan situs yang secara fungsional penting dan rentan untuk keluarga virus Corona.

"Pengetahuan tentang situs yang diteliti ini dapat membantu dalam desain vaksin dan terapi berbasis struktur terhadap SARS-CoV-2, dan ini juga akan melindungi terhadap virus corona lainnya termasuk yang mungkin muncul di masa depan," kata senior dalam studi tersebut, Ian Wilson, DPhil, Hansen Profesor Biologi Struktural dan Ketua Departemen Biologi Struktural dan Komputasi Integratif dikutip dari Science Daily.

Melansir UPI, studi ini difokuskan pada antibodi anti-SARS-CoV CR3022 yang pertama kali diisolasi pada tahun 2006 oleh perusahaan farmasi Crucell Holland BV. Penelitian lain sebelumnya, yang telah diterbitkan di jurnal Emerging Microbes and Infections bulan Februari lalu, menunjukkan bahwa antibodi CR3022 tersebut bereaksi silang terhadap SARS-CoV-2.

Tim Wilson menggunakan donor darah dari orang yang telah pulih dari Covid-19 serta metode pemetaan struktural resolusi skala atom, menentukan bagaimana antibodi berikatan dengan virus Covid-19 tersebut.

Analisis penelitian menemukan pula bahwa tempat pengikatan antibodi relatif jauh dari bagian virus yang memegang reseptor protein permukaan sel untuk menembus sel di paru-paru, bahkan pada tempat yang biasanya tidak dapat diakses oleh antibodi. Ini menunjukkan bahwa setidaknya untuk SARS-CoV, CR3002 dapat menetralkan kemampuan virus untuk menginfeksi sel secara tidak langsung.

Akan tetapi, antibodi tersebut berikatan kurang erat dengan SARS-CoV-2 yang menyebabkan virus tidak dapat menjadi netral dalam tes lab.

Namun, temuan menunjukkan bahwa situs pengikatan untuk antibodi ini pada SARS-CoV-2 merupakan situs kerentanan. Antibodi lain yang mengikatnya lebih erat akan berhasil menetralkan virus.

Antibodi penetralisasi seperti itu, jika dikembangkan menjadi terapi, dapat digunakan untuk mengobati pasien Covid-19 serta memberikan perlindungan sementara dari virus kepada individu yang tidak terinfeksi, misalnya petugas kesehatan.

Di samping itu, laboratorium Wilson juga dikenal telah melakukan studi struktural terkait dengan antibodi pada virus lain termasuk HIV dan Influenza. Studi-studi ini telah digunakan untuk menginformasikan desain vaksin dan obat antibodi, serta terapi lainnya. Bersama dengan ratusan laboratorium lain di seluruh dunia, tim Wilson sekarang fokus pada SARS-CoV-2.

"Tujuan utama kami di sini adalah untuk memperoleh informasi struktural tentang antibodi dan situs pengikatannya, dan menggunakannya untuk memandu desain vaksin SARS-CoV-2, seperti yang dilakukan laboratorium kami dengan influenza dan HIV," kata rekan penulis studi ini Nicholas Wu, PhD, rekan penelitian pascadoktoral di laboratorium Wilson.

Virus Covid-19 atau SARS-CoV-2 pertama kali muncul di kota Wuhan, Cina pada tahun 2019 lalu. Peta global John Hopkins mencatat total kasus 1.484.811 di setidaknya 184 negara di seluruh dunia termasuk Indonesia, per Kamis (9/4/2020) pukul 09.33.

Dari jumlah kasus tersebut menunjukkan bahwa Coronavirus baru lebih menular dibandingkan dengan SARS-CoV yang menyebabkan SARS yang juga berasal dari Cina, pada tahun 2002. WHO mencatat jumlah kasus SARS setidaknya 8.096 dari 1 November 2002 hingga 31 Juli 2003.

Sementara itu, Science Daily menuliskan bahwa pengembangan vaksin dan pengobatan yang efektif dapat secara signifikan memperbaiki krisis dunia akibat pandemi global Covid-19 ini.

Fakta bahwa situs pengikatan dalam penelitian ini ternyata sangat dilestarikan antara SARS-CoV dan SARS-CoV-2 juga mengisyaratkan bahwa mungkin ada antibodi, yang masih harus ditemukan, yang dapat secara efektif menetralkan kedua virus.

Di sisi lain, dapat dimungkinkan dengan cara yang sama, antibodi akan menetralkan coronavirus yang muncul di masa depan sebelum dapat menyebabkan pandemi seperti yang terjadi sekarang.

Laboratorium di Scripps Research dan di seluruh dunia saat ini mencari antibodi, melalui donor darah, dari orang-orang yang telah pulih dari COVID-19 untuk penelitian lebih lanjut di sepanjang jalur ini.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Alexander Haryanto