tirto.id - Pada Jumat, 17 Maret 2017 beredar video siaran langsung bunuh diri di Facebook yang dilakukan oleh seorang pria di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kejadian ini hanya contoh bahwa Indonesia belum bebas dari persoalan kesehatan mental masyarakat.
Apa yang terjadi di Indonesia juga bagian dari masalah yang dihadapi oleh banyak negara di dunia. Berdasarkan data yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) pada 2012, sebanyak 804.000 kematian di dunia disebabkan oleh bunuh diri setiap tahunnya.
Secara global, tingkat rasio bunuh diri adalah 11,4 orang per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan perempuan, laki-laki cenderung lebih rentan melakukan bunuh diri dengan rasio sebesar 15 orang per 100.000 penduduk.
Di ASEAN pada 2012, negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi adalah Myanmar dengan rasio 13,1 orang per 100.000 penduduk diikuti oleh Thailand sebesar 11,4 orang per 100.000 penduduk. Sementara tingkat bunuh diri terendah berada di Filipina sebesar 2,9 orang per 100.000 penduduk dan Malaysia 3 orang per 100.000 penduduk.
Berdasarkan jenis kelamin, tingkat bunuh diri laki-laki tertinggi berada di Thailand dengan rasio 19,1 orang per 100.000 penduduk dan Myanmar dengan rasio 16,5 orang per 100.000 penduduk. Sedangkan negara dengan tingkat bunuh diri perempuan tertinggi adalah Myanmar sebesar 10,3 orang per 100.000 penduduk dan Laos 6,6 orang per 100.000 penduduk.
Di Indonesia, tingkat rasio bunuh diri mencapai 1,6 sampai 1,8 orang untuk setiap 100.000 penduduk pada 2001. Di 2005 mengalami kenaikan, rasio bunuh diri di Indonesia mencapai 11,4 orang per 100.000 penduduk. Sementara itu pada 2012, rasio bunuh diri menurun menjadi 4,3 orang per 100.000 penduduk dan tergolong rendah di antara negara ASEAN lainnya.
Menariknya, Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang tingkat bunuh diri tertingginya adalah perempuan, dengan rincian laki-laki sebesar 3,7 orang per 100.000 penduduk dan perempuan 4,9 orang per 100.000 penduduk.
Beberapa laporan mengenai bunuh diri perempuan di Indonesia umumnya terjadi pada kelompok ibu rumah tangga. Dari penelitian yang dilakukan oleh Chris Girard “Age, Gender, and Suicide: A Cross-National Analysis” pada 1993, bunuh diri pada perempuan disebabkan karena kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, tekanan sosial, dan kesulitan ekonomi. Sedangkan pada laki-laki diakibatkan oleh ketidakmampuan memenuhi peran-peran sosial yang secara tradisional dibebankan pada laki-laki seperti peran sebagai kepala keluarga. Keduanya memiliki persoalan serupa, lantaran dipicu oleh gejala depresi.
Pada titik tertentu, depresi dapat berujung pada bunuh diri. Data yang dikeluarkan oleh WHO pada 2012 memperkirakan terdapat 350 juta orang mengalami depresi, baik ringan maupun berat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia pada 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional --yang ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan-- adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang.
Selain tingginya jumlah penduduk yang mengalami depresi, ketersediaan tenaga profesional kesehatan jiwa, khususnya psikiater, juga merupakan salah satu hal yang memengaruhi kesehatan mental masyarakat.
Data WHO di 2011 dan 2014 menunjukkan bahwa Indonesia kekurangan tenaga psikiater. Bila dibandingkan dengan ASEAN, Indonesia termasuk berada pada posisi terendah--setelah Laos dan Kamboja--dengan rasio sebesar 0,01 psikiater per 100.000 penduduk pada 2011 dan 0,29 psikiater per 100.000 penduduk pada 2014. Data dari Kementerian Kesehatan pun menyatakan hanya ada 600-800 psikiater di seluruh Indonesia. Artinya satu orang psikiater terlatih harus menangani 300.000-400.000 orang.
Apabila dicermati, rasio psikiater memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental masyarakat. Merujuk pada data, Malaysia dan Filipina --yang memiliki tingkat bunuh diri lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia-- memiliki rasio psikiater yang lebih tinggi dari Indonesia. Rasio psikiater pada 2014 di Filipina adalah 0,46 psikiater per 100.000 penduduk dan Malaysia 0,76 psikiater per 100.000 penduduk. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia. Sebaliknya, Myanmar --yang memiliki tingkat bunuh diri tertinggi-- memiliki rasio psikiater yang tergolong rendah, yaitu 0,29 psikiater per 100.000 penduduk.
Masalah bunuh diri dan kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baik di tingkat Pusat maupun daerah, serta perhatian dari seluruh masyarakat.
Kementerian Kesehatan mencatat kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen. Ini artinya kurang dari 10 persen penderita gangguan jiwa mendapatkan pelayanan terapi dari petugas kesehatan. Pemerintah mau tak mau harus menambah jumlah tenaga kesehatan jiwa profesional.
Sementara bagi Anda yang merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan tenaga kesehatan jiwa profesional seperti psikolog atau psikiater maupun klinik kesehatan jiwa.
Intinya, tindakan bunuh diri dapat dicegah dengan upaya struktural dari pemerintah, dan yang tak kalah penting kesadaran dan perhatian kita terhadap orang-orang terdekat atau di sekeliling masing-masing. Jangan lagi masalah darurat kesehatan mental ini dibiarkan.
========================
Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdikusi dengan pihak terkait, seperti psikolog atau psikiater maupun klinik kesehatan jiwa. Salah satu yang bisa dihubungi adalah Into the Light yang dapat memberikan rujukan ke profesional terdekat (bukan psikoterapi/ layanan psikofarmaka) di intothelight.email@gmail.com.
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Suhendra