tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan orasi ilmiah soal kebijakan fiskal Indonesia di Universitas Bengkulu, Sumatera Selatan, hari ini, Jumat (22/2/2019). Dalam kesempatan tersebut, ia memaparkan perjalanan panjang penyusunan APBN pemerintah dan sempat menyinggung kebijakan anggaran di era Orde Baru.
Pada masa itu, kata Sri Mulyani, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Keuangan Negara sehingga APBN yang dikelola pemerintah menjadi tidak berimbang (balance).
Hal tersebut lantaran Indonesia belum memiliki Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan masih memakai warisan pemerintahan kolonial yang disebut Indische Comptabiliteitswet (ICW).
"Anda semua barangkali tidak ingat di zaman Orde Baru kita tidak punya UU Keuangan Negara, yang ada uu zaman belanda namanya Indische Comptabiliteitswet (ICW) 1944. Saya aja belum lahir, tapi ini adalah yang mengatur APBN RI hingga tahun 1997 bahkan sampai 2003," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, ketidakseimbangan APBN itu terjadi salah satunya karena anggaran di era Presiden Soeharto menjadikan utang luar negeri sebagai penerimaan negara untuk menutupi defisit antara pendapatan dan belanja pemerintah.
Padahal, menurut dia, seharusnya defisit tersebut ditutupi oleh penerimaan pemerintah dari dalam negeri. Pinjaman yang digunakan untuk defisit tersebut sejatinya adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang.
Sebab itulah, lanjut Sri Mulyani, pada dasarnya APBN pada masa Orde Baru selalu mengalami defisit meskipun disebut menggunakan sistem anggaran berimbang. "Dulu ada yang bilang zaman Soeharto APBN Balance, dari namanya saja sebetulnya enggak balance," ungkapnya.
Saat ini, tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, kebijakan fiskal Indonesia telah jauh lebih baik ketimbang era Orde Baru lantaran banyaknya perubahan fundamental dalam sistem keuangan negara.
"Anda barangkali tidak percaya [saat itu]. Karena Anda bilang bilang kita sudah merdeka, berdaulat adil dan makmur tapi tahun 2003 kita masih menggunakan ICW. Karena itu saya mengajak kita semua kalau punya semangat kemerdekan letakkan juga dalam konteks historis Indonesia," imbuhnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri