tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan berkomentar mengenai maskapai penerbangan Merpati Airlines yang telah dikabulkan proposal perdamaiannya oleh Pengadilan Negeri Niaga Surabaya.
Menurut Sri Mulyani, urusan yang terkait dengan putusan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) Merpati itu telah menjadi pembahasan internal dengan Kementerian BUMN.
“Saya tidak ada komentar lagi kalau soal itu. Kan sudah disampaikan bahwa kami akan terus melakukan kerja sama dengan BUMN. Dalam rangka untuk bagaimana menggunakan aset yang ada semaksimal mungkin,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Politeknik Keuangan Negara STAN, Tangerang Selatan pada Minggu (18/11/2018).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merupakan kreditur terbesar dari utang yang dimiliki Merpati. Namun Kemenkeu mengisyaratkan belum ada rencana untuk melepaskan jaminan yang ditahan karena utang Merpati yang belum dilunasi.
Saat diminta tanggapannya mengenai PT Intra Asia Corpora selaku investor Merpati yang bakal menyuntikkan dana sebesar Rp6,4 triliun, Sri Mulyani juga memilih tidak berkomentar.
Akan tetapi pada Senin (12/11/2018) lalu, Sri Mulyani sempat menyebutkan investor Merpati harus kredibel serta memiliki rekam jejak yang baik guna memberikan nilai tambah pada bisnis Merpati yang sedang mati suri.
“Untuk tata kelola kredibilitas dari investor itu semuanya silakan dari Kementerian BUMN,” ujar Sri Mulyani.
Kuasa hukum Merpati Airlines Rizky Dwinanto menegaskan kliennya akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan Kemenkeu. Meski pengadilan telah mengeluarkan putusan homologasi atau damai untuk mengakhiri kepailitan, tapi Rizky menyebutkan sikap Kemenkeu yang menolak perjanjian damai tidak bisa dipandang sebelah mata.
Ia pun sempat menekankan putusan pengadilan tersebut bukan berarti penolakan dari Kemenkeu tidak berpengaruh.
“Kemenkeu sebagai kreditur kami tentu tidak bisa kami kesampingkan. Kami akan melakukan bagaimana caranya agar ini tidak lantas menimbulkan efek,” ungkap Rizky kepada Tirto pada Rabu (14/11/2018) lalu.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Dipna Videlia Putsanra