Menuju konten utama

Sopir Sebut Robin Pattuju Sering Komunikasi dengan Azis Syamsuddin

Agus Susanto adalah rekan Stepanus Robin yang sejak Agustus 2020 membantu Robin mengantar ke sejumlah tempat, termasuk mengurus sejumlah perkara di KPK.

Sopir Sebut Robin Pattuju Sering Komunikasi dengan Azis Syamsuddin
Tersangka mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju berjalan memasuki ruangan saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/6/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.

tirto.id - Agus Susanto selaku rekan dari Stepanus Robin Pattuju menyebut mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu pernah menceritakan sedang mengurus perkara yang melibatkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

"Dalam Berita Acara Saudara menyebutkan 'Kasus-kasus yang diurus Saudara Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain antara lain kasus masalah hukum di KPK berkaitan dengan Azis Syamsuddin selaku Wakil Ketua DPR RI termasuk membantu di lapas wanita dan anak Rita Widyasari tetapi saya tidak mengetahui masalahnya tentang apa. Saya mengetahui masalah itu dari pemberitahuan Stepanus Robin Pattuju kepada saya', benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Heradian Salipi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/9/2021) dilansir dari Antara.

"Benar, saya tahu dari Pak Stepanus Robin dan komunikasi antara Pak Stepanus Robin dan Maskur Husain," jawab Agus Susanto.

Agus Susanto adalah rekan Stepanus Robin yang sejak Agustus 2020 membantu Robin untuk mengantar Robin ke sejumlah tempat, termasuk untuk mengurus sejumlah perkara di KPK.

"Kasus lainnya adalah kasus Wali Kota Tanjungbalai. Menurut Stepanus Robin Pattuju, dia diberi uang untuk mengurus perkara ini dan sudah diberi uang Rp200 juta, lalu kasus Wali Kota Cimahi. Saya hadir ketika Stepanus Robin Pattuju menerima uang sebesar Rp500 juta dari Ajay Muhammad Priatna di kamar Hotel Treehouse di Setiabudi Jakarta Selatan', apakah ini juga benar?" tanya jaksa.

"Untuk masalah Rp200 juta saya dengar setelah Pak Robin pulang dari Medan, dan yang Wali Kota Cimahi benar," jawab Robin.

Agus mengaku tahu bahwa Robin mengurus perkara Wali Kota Tanjungbalai non-aktif M. Syahrial karena setelah pulang dari Medan, Robin menyebut mendapatkan rezeki dari Medan.

"Kok, bisa dikaitkan dengan perkara?" tanya jaksa.

"Karena berkomunikasi dengan 'Pak Jeck' atau siapa begitu dan ada momen tertentu termasuk ada pertemuan di rumah Pak Azis saat pertemuan DPP Golkar ada yang dari Tanjungbalai itu," ungkap Agus.

Agus mengaku mengenal Robin pada 2018. Namun, hubungan tidak berlanjut sampai akhirnya pada 2020 dia meminta bantuan Robin mengurus SIM miliknya yang bermasalah di Medan agar dapat membuat SIM di Tangerang.

"Awal kenalan dari Saudara Martin, saya minta tolong kepada Pak Robin untuk koordinasi dengan polsek, waktu itu Pak Robin masih di PTIK," ucap Agus.

Dari situ hubungan Agus dan Robin berlanjut dengan Agus menjadi sopir Robin.

"Dalam BAP 5 Saudara mengatakan 'Saya juga pernah menngatar robin ketemu Azis di Guci, Tegal Jawa Tengah, hadir juga Agus Supriadi selaku Kasatreskrim Jawa Tengah, saya hanya minta disupiri ke Brebes Jawa Tengah', apakah benar?" tanya jaksa.

"Itu penghujung tahun 2020, ada acara rapat Pak Azis di Guci dan Pak Robin ikut ke sana sekaligus pertemuan dengan Pak Agus Supriyadi karena Pak Agus pernah ada urusan dengan Pak Robin untuk urus keponakan masuk Polri jadi silaturahmi," jawab Agus.

Dalam perkara ini, Robin dan Maskur didakwa menerima dari M. Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000,00 dan 36.000 dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000,00 sehingga total suap mencapai Rp11,5 miliar.

M. Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi non-aktif, Usman Effendi adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat, dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.

Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021), Robin mengelak menerima uang dari Azis dan Aliza. Sementara untuk nama-nama lain, Robin mengaku tidak menerima suap melainkan menipu yang bersangkutan.

“Saya sudah khilaf menipu dan membohongi banyak pihak dalam perkara yang saya lakukan ini,” ujar Robin.

Pernyataan Robin dinilai sebagai sebuah strategi untuk mengurangi masa hukuman. Sebagai seorang penyidik dari kepolisian, Robin menyadari sanksi atas perbuatan tercelanya berakibat sanksi berat.

“Ancaman hukuman di bidang penipuan ini akan lebih rendah daripada tipikor. Apalagi yang bersangkutan merupakan aparat penegak hukum,” ujar Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman kepada reporter Tirto, Rabu (15/9/2021).

Baca juga artikel terkait SUAP PENYIDIK KPK

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto