Menuju konten utama

Solusi Optimalisasi Jembatan Timbang Versi Pakar Transportasi

Optimalisasi kinerja jembatan timbang masih perlu dilakukan oleh Kemenhub mengingat masih tingginya angka pelanggaran ketentuan beban muatan angkutan barang.

Ilustrasi Jembatan timbang. FOTO/Istock

tirto.id - Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarna merumuskan sejumlah solusi untuk optimalisasi operasional jembatan timbang agar lebih efektif mengendalikan pelanggaran ketentuan berat muatan kendaraan pengangkut barang. Menurut dia, rumusan solusi itu berdasar pantauannya ke kinerja 7 jembatan timbang yang menjadi pilot project Kementerian Perhubungan.

"Desember presentasi akhir, nanti saya sampaikan apa saja yang direkomendasikan di sana," ujar Djoko kepada Tirto melalui telpon pada Minggu (19/11/2017).

Djoko mengusulkan kepolisian terlibat semakin aktif dalam pendisiplinan aturan muatan kendaraan. Selain itu, dia merekomendasikan perluasan area jembatan timbang minimal menjadi 1 hektar agar tidak menimbulkan antrean panjang kendaraan.

Menurut Djoko, kualifikasi perangkat penimbang juga masih harus ditingkatkan karena beberapa angkutan barang, seperti truk trailer, tidak bisa ditimbang karena persediaan alatnya di jembatan timbang belum memenuhi syarat. Jika dipaksakan, alat penimbang itu akan rusak.

Sementara untuk angkutan barang, yang terbukti melebihi ketentuan berat, Djoko menyarankan, ada sanksi berupa surat tilang dan kewajiban tegas menurunkan muatannya. "Kalau berlebih diturunkan aja di kawasan khusus, seperti kawasan industri atau pelabuhan," kata dia.

Sanksi ekstrim juga bisa diterapkan dengan mencabut izin jalan dari angkutan itu sekaligus pemberian hukuman bagi pemilik barang, termasuk perusahaan-perusahaan besar dan BUMN.

"Para pemilik barang kalau diundang diskusi oleh Kemenhub enggak pernah hadir, yang jadi tumbal kan supir. Jadi nanti, pemilik barang bisa dikenai sanksi. Itu memungkinkan, tapi enggak pernah terjadi," ujar dia.

Djoko menambahkan perlu ada aturan baru angkutan logistik, yaitu untuk angkutan barang harus dibatasi jaraknya, maksimal 500 kilometer (Km). Kalau melebihi itu perjalanan akan tidak efisien sehingga akan memicu muatan berlebih atau harga jual komoditas yang diangkut menjadi lebih tinggi.

Dia juga mengusulkan adanya ketentuan batas atas dan bawah tarif angkutan barang. "Ke depan ada baiknya ada tarifnya kayak (angkutan) penumpang, terendah dan tertinggi," ujar dia.

Djoko mencatat, hasil pemantauan Kemenhub atas program pilot project 7 jembatan timbang di Jawa dan Sumatera periode September-Oktober 2017, menghitung jumlah kendaraan angkutan barang sebanyak 308.500 unit. Tapi, 76 persennya atau 234.193 unit tidak masuk Jembatan Timbang. Berarti, hanya 24 persen kendaraan yang masuk jembatan timbang atau 75.307 unit.

Sedangkan, dari data kendaraan yang masuk 7 jembatan timbang pilot project Kemenhub, ditemukan 68,91 persen (51.893 unit) melakukan pelanggaran. Pelanggaran daya angkut (overload) menduduki peringkat teratas, yakni 54,66 persen. Disusul kemudian pelanggaran dokumen 23,94 persen, pelanggaran dimensi 16,27 persen, pelanggaran persyaratan teknis 5,02 persen, dan pelanggaran tata cara muat 3,16 persen.

Menurut Djoko, ada 25 perusahaan yang kerap melakukan pelanggaran berdasar data di 7 jembatan timbang pilot project Kemenhub. Lima diantaranya BUMN, yaitu PT Semen Indonesia, PT Pupuk Indonesia Holding Company, PT Semen Gresik, PT Petrokimia Gresik dan Perum Perhutani.

"BUMN sebaiknya bisa memberi contoh untuk tidak memaksakan kelebihan muatan. Kelebihan muatan ini perlu dilakukan penindakan, baik secara hukum, ekonomi, dan kesisteman," ungkapnya.

Sebelumnya, Kasubdit Pembinaan Keselamatan Solihin Purwanta mengatakan 7 pilot project jembatan timbang dibentuk bertujuan mencari solusi ideal mewujudkan program nasional Zero overload. Untuk menjalankan program pilot project ini, Kemenhub menggandeng Sucofindo dan Surveyor Indonesia.

Pengoperasian 7 Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang menerapkan pola baru itu diharapkan memainkan tiga fungsi, yaitu pengawasan, pencatatan dan penindakan. Ketujuh UPPKB itu 3 di Sumatera dan 4 di Jawa. Di Sumatera ada UPPKB Seumadam, UPPKB Sarolangun, dan UPPKB Senawar Jaya. Sementara di Jawa adalah di jalur pantai utara (pantura) ada UPPKB Losarang dan UPPKB Widang, di jalur pantai selatan (pansela) ada UPPKB Wanareja dan UPPKB Widodaren.

Baca juga artikel terkait PENGIRIMAN BARANG atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom