Menuju konten utama

Soal Kebocoran Anggaran, BPN Minta Lihat Rekam Jejak Prabowo

Kebocoran anggaran sudah terjadi sebelum pilpres tahun 2014.

Soal Kebocoran Anggaran, BPN Minta Lihat Rekam Jejak Prabowo
Ketum Partai Gerindra Prabowo. FOTO/Instagram/Prabowo

tirto.id -

Juru Bicara (Jubir) Badan Pemenangan Nasional (BPN) Muhammad Syafi'i membantah jika pernyataan Prabowo Subianto soal kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rp500 triliun memiliki unsur politis karena momen pemilihan presiden (pilpres).

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III itu mengatakan jika kebocoran anggaran sudah terjadi sebelum pilpres tahun 2014.

Syafi'i menambahkan kebocoran anggaran tersebut sudah dimuat oleh Prabowo dalam bukunya Paradox Indonesia. Sehingga ia meminta untuk melihat rekam jejak calon presiden (capres) nomor urut 02 tersebut.

"Coba lihat jejak digital pidato Prabowo, dia mengatakan kebocoran sebelum pilpres 2014," ujarnya saat di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (7/2/2019).

"Kalo tidak aktif melihat jejak digital pidato Prabowo, pasti baru diucapkan hari ini, itu jauh sebelum 2014 dan sudah dibuat di bukunya Paradox Indonesia. Jadi bukan karena pemilu. Kalau kaya gitu itu Jokowi pencitraan, kalo Prabowo nggak pernah pecitraan," tambahnya.

Ia menuturkan sebelumnya pernyataan Prabowo soal kebocoran anggaran ditertawai oleh banyak orang. Namun, setelah meluncurkan buku Paradox Indonesia, Syafi'i mengklaim pernyataan Prabowo tersebut kini telah diakui oleh banyak pakar.

"Sekarang sudah diakui oleh banyak pakar, memang Indonesia ini mengalami kebocoran anggaran," terangnya.

Syafi'i pun menjelaskan beberapa kebocoran anggaran yang terjadi di jaman pemerintahan Jokowi.

Salah satunya adalah membeli saham Freeport, menurut Syafi'i pada tahun 2021 nanti kontrak karya sudah berakhir. "Membeli Freeport seolah-olah menjadi pahlawan. Padahal tidak dengan uang satu rupiah pun 2021 itu memang kembali ke tangan kita, bocorkan," pungkasnya.

Selanjutnya ia juga mempertanyakan maksud dari menteri BUMN yang menyuruh Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawa untuk membeli sumur minyak. Padahal jika dikalkulasikan dengan teknologi sudah tidak menghasilkan lagi.

"Saya kira hanya orang yang memang sangat buta dan tidak mengikuti perkembangan pemerintahan ini yang masih perlu data-data yang masih bisa dibuat kapan saja dan siapa saja. Sekarang faktanya saja lihat," tegas Syafi'i.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari