tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angkat bicara soal tertangkapnya tiga anak di bawah umur dalam kasus peretasan situs Pengadilan Negeri Unaaha, Sulawesi Tenggara.
Menurut Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, orang tua harus mampu mengawasi anaknya agar tidak salah melangkah. Kendati demikian, Rita mengakui bahwa pengawasan tersebut sulit dilakukan karena anak-anak di zaman sekarang sangat erat dengan teknologi.
Ia juga yakin para orang tua masih belum mengerti cara mengawasi anaknya yang mahir memainkan teknologi apalagi hingga mampu melakukan peretasan. Pasalnya, orang tua juga seringkali gagap teknologi.
“Orang tua sendiri tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk memahami anak-anak mereka bagaimana berselancar. Proses yang paling sulit adalah adanya gap pengetahuan antara orang tua dengan anak. Ini yang kemudian menjadi kunci,” tegas Rita di Gedung Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Rita berharap pengawasan orang tua bisa lebih bersifat komunikatif. Dengan adanya komunikasi yang baik dan pengawasan, kata Rita, orang tua bisa mencegah anaknya terjerat dalam pidana.
“Makanya kita endorse bapak-bapak untuk lebih aktif, tidak hanya ibu, untuk mengawasi anak-anak berselancar di dunia maya,” tegas Rita.
Berdasar data KPAI pada 2018, masalah tren kasus pornografi dan siber terhadap anak makin meningkat. Ketua KPAI Susanto menegaskan kasus pornografi dan siber ada pada peringkat ketiga sebanyak 252 kasus.
“Ini bukan tanggung jawab pemerintah dan orang tua semata, ini sebenarnya juga tanggung jawab korporasi sosial media,” kata Susanto di lokasi yang sama.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil menangkap empat orang peretas atau hacker dengan metode defacing/hacking. Tiga di antaranya masih berusia di bawah 17 tahun. Beruntung polisi memproses secara bijak dan mengembalikan ketiga anak tersebut kepada keluarganya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto