tirto.id - Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengizinkan sekolah-sekolah dasar di wilayah tersebut memberikan materi pelajaran kepada siswa secara tatap muka satu kali dalam satu minggu.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bahron Rasyid, di Gunung Kidul kebijakan ini diambil untuk menyikapi keterbatasan jaringan internet.
Bahron mengatakan dari 436 sekolah dasar yang tersebar di 18 kecamatan/kapanewon di Gunung Kidul, 70 persen siswanya mengalami kesulitan internet untuk melaksanakan metode belajar dari rumah secara daring.
"Kami memberikan kesempatan sekolah-sekolah tertentu untuk memberikan pelayan pendidikan secara tatap muka seminggu sekali, agar gurunya bisa memberikan tugas atau materi belajar," kata Bahron dilansir Antara.
Ia mengatakan geografis di Gunung Kidul mayoritas berbukit-bukit, sehingga jaringan internet sudah diakses oleh masyarakat.
Selain itu, ada pula masyarakat atau wali orang tua yang tidak memiliki telepon genggam atau hp android, dan laptop. Untuk itu, pihaknya mengeluarkan kebijakan siswa masuk sekolah guna mengambil materi belajar.
Ia menambahkan, saat ini, jaringan internet hanya terpusat di titik-titik tertentu dan tidak merata sehingga menjadi pekerjaan rumah bersama jika ingin melaksanakan belajar daring selama masa pandemi COVID-19 ini.
Ia juga mengatakan dilema dengan ada permasalahan ini, tetapi semua harus dipahami semua pihak demi proses belajar yang lebih baik.
"Kami berharap metode ini para siswa tetap bisa memperoleh pelajaran di masa pandemi. Kami harap guru tetap menjaga protokol kesehatan, sekolah tertentu boleh mendatangkan siswa tetapi dibagi jumlahnya dan tidak bergerombol," katanya.
Sementara itu, salah seorang guru di SD Negeri Slametan, Kalurahan/Desa Kelor, Kepanewonan/Kecamatan Karangmojo Anika Kurniawati mengatakan dirinya memberikan pelayanan pendidikan dengan mendatangi siswa didik seminggu sekali, pada Sabtu. Kegiatan ini dilaksanakan setelah mendapat izin dari kepala sekolah dan wali murid.
"Kelas I di SD Negeri Slametan ada 14 murid. Kemudian, mereka dibagi menjadi tiga kelompok untuk datang ke salah satu rumah orang tua siswa untuk belajar bersama. Kami datangi kelompok untuk memberikan materi belajar dan mengajari materi pelajaran," katanya.
Anika mengaku metode belajar yang ia terapkan, bukan karena keterbatasan akses internet namun karena ingin melihat secara langsung anak didiknya belajar. Seperti diketahui, siswa kelas 1 merupakan siswa transisi dari TK ke sekolah dasar, diperlukan pemahaman ekstra agar bisa memahami pelajaran.
"Kalau pelajaran tatap muka bisa mengetahui secara langsung perkembangannya seperti apa, kalau menggunakan hp kita tidak mengetahui tulisan yang dikirimkan benar-benar dari siswa atau milik orang tuanya," ucap Anika.
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH