tirto.id - Ziarah, film pencarian makam sang suami yang meninggal saat perang, akan tayang di stasiun televisi TVRI pada hari ini, Selasa (9/6/2020) pukul 21.30 WIB. Penayangan film ini bisa berubah sewaktu-waktu, sesuai kebijakan stasiun televisi.
Para pemain yang bergabung di antaranya Ponco Sutiyem, Rukman Rosadi, Ledjar Subroto, dan Vera Prifatamasari. Ziarah berada dalam arahan sutradara dan penulis naskah BW Purba Negara. Film berdurasi 87 menit ini rilis pertama kali pada 18 Mei 2017.
Sebelum tayang di bioskop, Ziarah terlebih dahulu tayang di beberapa festival luar negeri dan Indonesia. Pada tahun 2016, film ini mendapat penghargaan di ajang Festival Film Indonesia kategori Penulis Skenario Asli Terbaik.
Sementara pada ajang Asean International Film Festival and Award tahun 2017, Ziarah mendapat empat penghargaan dalam kategori Best Film, Best Screenplay (BW Purba Negara), Best Actress (Ponco Sutiyem), dan Best Director (BW Purba Negara).
Selain Ziarah, berikut beberapa film lain yang BW Purba Negara sutradarai di antaranya:
- Doremi & You (2019)
- Kamu di Kanan Aku Senang (2013)
- Bermula Dari A (2011)
- Say Hello To Yellow (2011)
- Cheng Cheng Po (2007)
- Panggung Kasetyan Balekambang (2006)
- Rantemas (2006)
- Panggung Kesetyan Balekambang (2006)
- Berdiri di Atas Kaki Sendiri (2005)
Sinopsis Ziarah
Belanda melakukan Agresi Militer yang ke-2 pada tahun 1948. Beberapa orang pergi berperang, termasuk Prawiro, suami Mbah Sri. Sejak kepergian Prawiro untuk berperang, mereka berpisah.
Seusai perang, Prawiro tidak pernah kembali. Puluhan tahun berlalu dan Mbah Sri menjanda hingga masa tua. Sahabat-sahabat terbaiknya juga satu-persatu meninggal. Teman-temannya yang meninggal dimakamkan di sebelah makan suaminya.
Mbah Sri juga berharap dia bisa menemukan tanah terbaik untuk pemakamannya kelak. Dia ingin berada di satu petak tanah di sebelah makam orang yang dia cintai. Malangnya, Mbah Sri tidak tahu lokasi makan suaminya.
Pada suatu hari di tahun 2012, Mbah Sri bertemu dengan tentara veteran yang mengenal Prawiro. Tentara itu mengetahui lokasi Prawiro tertembak oleh Belanda pada 1949. Berbekal informasi yang tidak utuh, Mbah Sri mencari makam suaminya.
Selama perjalanan pencarian itu, Mbah Sri bertemu dengan banyak orang. Dia mendengar obrolan tentang tanah, yang memperjuangkan tanahnya, dan yang tersingkir dari tanahnya. Menurut Mbah Sri, perjalanannya mencari makam sang suami tidak sekadar perjalanan menyusuri sejarah cintanya, tapi juga menyusuri luka-luka sejarah bangsanya.
Hingga pada suatu tempat, Mbah Sri harus mengetahui hal yang sangat tidak dia duga. Hal itu membuatnya terpuruk dan menang dalam waktu yang bersamaan.
Penulis: Sirojul Khafid
Editor: Yulaika Ramadhani