Menuju konten utama

Signifikansi Pendidikan Pancasila Sejak Dini ala Jokowi dan Prabowo

FSGI menilai tidak ada strategi baru soal konsep pendidikan Pancasila yang ditawarkan Jokowi dan Prabowo.

Signifikansi Pendidikan Pancasila Sejak Dini ala Jokowi dan Prabowo
Capres nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Calon presiden petahana Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto sepakat akan menanamkan ideologi Pancasila melalui edukasi, bukan sekadar indoktrinasi. Jokowi menginginkan sejak pendidikan PAUD hingga perguruan tinggi, sementara Prabowo mulai tingkat TK.

Pernyataan kedua kandidat itu menjawab pertanyaan moderator soal bagaimana menumbuhkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus dengan tidak mengutamakan pendekatan indoktrinasi, saat debat ke-4 Pilpres 2019, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam (30/3/2019).

Namun, hal itu dikritik Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) karena dinilai tidak menjawab strategi apa yang akan dilakukan kedua kandidat. Sebab, saat ini ideologi Pancasila sudah diberikan kepada generasi bangsa melalui kurikulum di sekolah.

“Jadi tampak sekali jika tidak ada strategi baru atau tawaran solusi yang mengandung unsur kreatif dari para capres,” kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Satriwan Salim dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.

Menurut Satriwan, selama ini Pancasila sebagai ideologi sudah dimasukkan ke dalam kurikulum, setidaknya melalui beberapa hal, yaitu: Pertama, menjadi mata pelajaran, seperti PPKn/PKn di sekolah. Kedua, melalui kegiatan ekstrakurikuler. Ketiga, melalui proses pembiasaan yang dibangun menjadi budaya sekolah.

Ketiga hal itu, kata Satriwan, sebagai upaya dalam dunia pendidikan, mulia dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dalam rangka menanamkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila.

Akan tetapi, kata Satriwan, yang menjadi kelemahan dalam kurikulum Pancasila saat ini di sekolah dan perguruan tinggi adalah tidak menariknya metode penyampaian. Sebab, kebanyakan guru dan dosen memberikan pemahaman Pancasila masih didominasi dengan ceramah satu arah, dan paling "canggih" presentasi.

Karena itu, kata Satriwan, FSGI meminta pemerintah agar meng-upgrade para guru dan dosen PPKn/PKn melalui pelatihan-pelatihan yang berkualitas, berbobot, bermanfaat, berdampak, dan berkelanjutan, serta evaluatif.

“Inilah yang saat ini masih minim didapatkan oleh para pegiat Pancasila di pendidikan formal,” kata Satriwan.

Respons Kubu Jokowi dan Prabowo

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga menyatakan pendidikan Pancasila bagi kategori PAUD dapat diterapkan melalui permainan anak.

“Misalnya anak-anak itu diperkenalkan dengan gambar suku dan agama di Indonesia atau melalui permainan yang mengajarkan tentang Tuhan, beribadah, gotong-royong, kerja sama, perbedaan. Tidak dipaksa diajarkan melalui teori,” kata Arya ketika dihubungi reporter Tirto, Minggu (31/3/2019).

Arya menambahkan cara itu sebagai implementasi terhadap Pancasila tanpa harus rumit memberikan pemahaman ideologi terhadap anak usia dini. “Itu sudah simpel, bukan ada guru ideologi yang mengajarkan,” kata dia menambahkan.

Menurut Arya, politikus saat ini kurang paham bermain dan berinteraksi kepada anak-anak. “Kalau Jokowi, biasa berkomunikasi dengan anak, seperti ke Jan Ethes dan Sedah Mirah, itu yang dia lihat dan bisa diajarkan,” kata Arya.

Ia juga menegaskan bagi kalangan masyarakat berpendidikan S2 dan S3 juga penting terkait pendidikan Pancasila. “Mereka lebih ke ideologi, sistem pemerintahan, sistem manajemen dalam Pancasila. Mereka juga bisa jadi pengajar Pancasila,” ucap Arya.

Selain itu, kata Arya, orang yang berpendidikan tinggi itu dapat menaikkan seseorang berdasarkan sistem, bukan berasaskan perbedaan suku agama.

“Ideologi itu tidak melihat tua-muda seseorang, tapi ideologi masuk ke setiap orang. Malah mereka bisa jadi kader sebagai trainer ideology,” ucap Arya.

Sementara Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Slamet Ma'arif mengatakan tidak hanya penanaman ideologi itu mulai dari usia dini sampai perguruan tinggi. Namun, kata dia, yang terpenting saat ini adalah pemahaman dan pengamalan Pancasila.

“Jangan cuma teriak Pancasila, tapi pemahaman dan pengamalannya di masyarakat hilang, kondisi sekarang seperti itu. Kini Pancasila jadi simbol saja sehingga muncul kesepakatan, upaya, ideologi lain bisa masuk,” kata dia saat ditemui di depan kantor KPU, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2019).

Karena itu, kata Ma'arif, pemerintah harus memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai dan penerapan Pancasila. Ia mengklaim, selama ini kubu Prabowo telah menunjukkan sikap Pancasilais dan nasionalisme yang luar biasa.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz