tirto.id - Unjuk gigi dalam ajang Consumer Electronic Show (CES) 2018—ajang pameran teknologi dunia—tentu sebuah kebanggaan bagi perusahaan elektronik. Vivo misalnya, vendor smartphone asal Cina mampu memamerkan smartphone yang mengusung teknologi in-display fingerprintsensor atau sensor sidik jari pada layar yang akan diproduksi.
“Dengan upaya kami dalam riset konsumen yang menyeluruh serta investasi jangka panjang pada riset dan pengembangan teknologi, Vivo berada pada posisi strategis untuk menjadi pionir dalam mengembangkan teknologi pemindai sidik jari,” ucap Alex Feng, Senior Vice President Vivo dalam keterangan resminya.
Apa yang dipamerkan Vivo di ajang yang digelar di Las Vegas, Amerika Serikat (AS) pada 9-12 Januari itu memang cukup mengejutkan. Ini terutama terkait dengan tren desain smartphone masa kini yang mengusung konsep full display—sebagai konsep yang mengusung rasio screen-to-body selebar-lebarnya.
Tren ini dipopulerkan oleh Samsung Galaxy S8 dan Apple iPhone X. Galaxy S8 memiliki rasio screen-to-body sebesar 83,6 persen. Sementara iPhone X memiliki rasio screen-to-body sebesar 82,9 persen.
Sayangnya, manisnya tampilan dengan konsep full display memakan korban. Sensor sidik jari harus hengkang dari bagian muka smartphone. Galaxy S8 dan mayoritas smartphone lainnya, mengubah penempatan sensor sidik jari ke bagian belakang. Sementara iPhone X memilih menghapus total sensor itu. iPhone X kemudian menggantinya dengan Face ID, teknologi autentifikasi wajah yang memanfaatkan kamera depan.
Namun, dua pilihan tersebut melahirkan kelemahan. Sensor sidik jari yang dipindah ke belakang menyulitkan pengguna . Apalagi saat smartphone diletakkan di meja. Sementara itu, sensor sidik jari yang diganti teknologi autentifikasi wajah dinilai kurang praktis.
Selain isu privasi, lokasi atau tempat minim cahaya menjadi masalah yang mengemuka pada Face ID. Sensor sidik jari harus kembali ke tempat asalnya, yaitu di bagian muka smartphone. Vivo mencoba mengembalikkan sensor sidik jari di bagian muka smartphone tanpa mengorbankan desain layar penuh pada ponsel. Lewat sensor sidik jari, kunci layar smartphone bisa membuka seketika.
Smartphone Vivo yang mengusung sensor sidik jari pada layar memanfaatkan teknologi sensor bernama FS9500 alias Clear ID dari Synaptics Incorporates—perusahaan yang fokus pada pengembangan dan penciptaan teknologi human interface.
Clear ID, menurut penjelasan Synaptics, merupakan sensor sidik jari yang khusus dibuat demi kebutuhan infinity display, sebagai istilah lain untuk mengganti nama full display yang dipopulerkan Samsung. Clear ID akan muncul secara “magis” pada layar smartphone ketika dibutuhkan.
Clear ID bekerja dengan menangkap pola sidik jari memanfaatkan light emitting, dua dari empat kata yang menyusun kepanjangan OLED alias organic ligh emitting diode—teknologi layar yang diusung Galaxy S8 dan iPhone X. Itu kemudian menjadi syarat mutlak untuk menghadirkan teknologi ini. Smartphone harus memakai layar OLED.
Menurut klaim Synaptics, Celar ID mampu bekerja dua kali lebih cepat dibandingkan autentifikasi dengan teknologi pengenalan wajah seperti Face ID. Clear ID, akan melakukan autentifikasi dalam waktu sekitar 7 milidetik.
Namun, Vlad Savov, jurnalis The Verge yang telah mencoba teknologi Clear ID yang tersemat ada smartphone Vivo, mengatakan bahwa autentifikasi yang dilakukan terasa “lebih lamban tapi tidak terlalu problematis.”
Sebelum memperkenalkan Clear ID, Synaptics telah mempopulerkan sensor sidik jari konvensional bernama Natural ID. Natural ID, merupakan sensor sidik jari untuk segala varian ukuran yang mengusung kriptografi RSA-2048 sebagai bagian pengaman. Posisi Clear ID adalah sebagai versi pembaruannya.
Lahirnya teknologi sensor sidik jari pada layar semacam Clear ID seakan tak terlalu mengherankan. Alasannya karena bila melihat laporan tahunan Synaptics pada 2017, perusahaan ini mempekerjakan banyak sumber daya di bidang pengembangan.
Tercatat ada 1.262 pegawai yang khusus menangani divisi yang melahirkan inovasi di perusahaan. Juga dengan adanya sokongan dana ratusan juta dolar AS yang mengalir untuk divisi pada 2017. Hasilnya, ada 991 paten aktif dan 1.045 paten yang sedang diajukan Synaptics, termasuk paten bagi Clear ID.
Selain Vivo dan Synaptics, teknologi sejenis Clear ID telah cukup banyak dicoba diwujudkan. Qualcomm pernah mengujicobakan teknologi ini dengan nama Qualcomm Fingerprint Sensors. Qualcomm Fingerprint Sensors disebut dapat digunakan di balik kaca dan metal.
Selain Qualcomm, pada Maret 2016 lalu, LG memperkenalkan teknologi serupa. Alih-alih menambahkan lapisan sensor baru, klaim LG, sensor itu langsung menyatu pada layar. Sayangnya, tak ada smartphone dengan teknologi tersebut selepas setahun LG mengumumkannya.
Apa Itu Teknologi Sidik Jari?
Ihwal sensor sidik jari diulas dalam jurnal yang berjudul “Authenticating Users on Handheld Devices” yang ditulis Wayne A. Jansen—penelitidariNational Institute of Standards and Technology, AS. Teknologi ini bekerja melalui serangkaian garis yang disebut “ridge” dan celah di antara garis yang disebut “valley”. Gabungan Ridge dan valley itu menjadi semacam tatakan bagi “minutiae”—istilah bagi anatomi jari manusia.
Ketika minutiae menekan tatakan yang terbentuk dari ridge dan valley, ada kumpulan titik-titik koordinat yang tercipta di tatakan itu. Titik-titik tersebut kemudian diekstraksi ke dalam kode sebagai template yang disimpan di memori suatu perangkat. Kemudian, template itu dicocokkan dengan basis data sidik jari yang telah dimiliki sebelumnya. Jika sama, sensor sidik jari akan memberikan izin untuk menggunakan perangkat.
Sensor sidik jari setidaknya memiliki tiga varian. Ketiga varian itu antara lain optical scanners, capacitive scanners, dan ultrasonic scanners.
Clear ID, dan mayoritas sensor sidik jari yang hari ini tersemat pada smartphone, merupakan varian capacitive scanner. Sensor sidik jari capacitive scanner bekerja dengan menggunakan serangkaian kapasitor—komponen elektroda yang menyimpan arus listrik—kecil untuk mengumpulkan data sidik jari.
Jansen, lebih lanjut mengatakan bahwa penggunaan sensor sidik jari disukai karena teknologi ini merupakan salah satu teknologi yang tercepat melakukan proses autentifikasi. Ia lebih cepat dibandingkan mengisi kata kunci misalnya.
Salah satu paten pertama teknologi sidik jari yang disematkan pada ponsel didaftarkan oleh Motorola pada 1998. Dalam keterangan paten tersebut, teknologi sidik jari yang disematkan pada ponsel berguna untuk melindungi ponsel saat berada dalam genggaman orang lain atau bukan pemiliknya.
Teknologi ini tentu tak bisa diremehkan begitu saja oleh nama-nama besar seperti Samsung dan Apple. Faktor keamanan dan kepraktisan smartphone akan menjadi pilihan konsumen, dan ini nampaknya akan dijawab oleh teknologi sensor sidik jari.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra