tirto.id - “Sudah dua kali mereka meminta waktunya diundur dan baru kali ini ada audiensi,” ujar Komisioner Ombudsman, Adrianus Meilala.
Adrianus menyampaikan hal itu saat berbincang usai audiensi dengan Korps Lalu Lintas Polri, Komisi Kepolisian Nasional dan juga Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Selasa (9/8/2016)
Audiensi itu ditujukan untuk mendengar pendapat dari Korlantas Polri dan juga LKPP tentang telatnya pasokan bahan dasar untuk pembuatan pelat nomor kendaraan bermotor yang masih bermasalah hingga kini. Gara-gara itu juga, ratusan orang di beberapa wilayah Pulau Sumatera mengadu ke Ombudsman.
Mereka membuat pengaduan setelah sebelumnya ditilang karena dianggap belum memperpanjang pelat nomor kendaraan. Padahal setelah mereka mengurus perpanjangan pelat nomor kendaraan, kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) tidak memberikan pelat nomor baru. Samsat beralasan, ketersedian bahan dasar untuk membuat pelat nomor habis.
Dalam laporan yang dibuat oleh Ombudsman, ada enam wilayah di Pulau Sumatera yang sampai saat ini masih kosong ketersediaan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Wilayah itu adalah Way Kanan, Tulang Bawang dan empat wilayah Lampung, yaitu Lampung Timur, Metro, Lampung Selatan dan Bandar Lampung.
Di Way Kanan, ada 112 laporan masyarakat belum menerima pelat nomor, sedangkan di wilayah Tulang Bawang, ada 131 laporan. Sementara di Lampung dari total empat wilayah ada 399 laporan masyarakat yang belum menerima pelat nomor setelah mereka membayar pajak.
“Ada yang sudah bayar namun belum terima pelat sampai sekarang. Ada juga yang sudah menerima pelat nomor asli tapi palsu malah kena tilang,” kata Adrianus.
Langkanya material bahan untuk membuat pelat nomor ini tidak hanya terjadi di beberapa wilayah Pulau Sumatera, tetapi juga beberapa wilayah lainnya.
Pada 2015, sebanyak 5.910 unit kendaraan roda dua masih menunggu pelat nomor di wilayah Sangatta, Kutai Timur. Sedangkan kendaraan roda empat jumlahnya mencapai 1.747. Sementara di daerah Lubuklinggau jumlahnya mencapai 2.000 dan untuk daerah Palembang jumlahnya mencapai 15.000 kendaraan bermotor.
Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Brigadir Jenderal Indrajit mengatakan untuk mengatasi kelangkaan TNKB yang terjadi di beberapa daerah, kepolisian memastikan pengadaannya akan segera dilaksanakan pada bulan September tahun ini. Indrajit juga meminta maaf kepada masyarakat dan menginstruksikan jajarannya agar pelanggaran lalu lintas karena kelangkaan TNKB tidak dijadikan sasaran.
“Pertama saya dari Korlantas mewakili Polri, meminta maaf atas kelangkaan TNKB,” ujar Indrajit.
Bermasalah di Lahan Basah
Hasil laporan Ombudsman mengenai kelangkaan bahan dasar pembuatan pelat nomor oleh Korlantas Polri ditemukan beberapa poin. Dalam laporan disusun oleh Tim III Bidang Penyelesaian Laporan Ombusdman, ditemukan permasalahan tentang pelayanan TNKB. Dalam inti sari laporan dari temuan diketahui bahwa proses pengadaan Lelang TNKB sarat intervensi.
Ada pembatasan peserta lelang tender dilakukan oleh Korlantas dan diduga adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam pengadaan TNKB. Kemudian pada 2015, pengadaan bahan baku TNKB digugat melalui PTUN.
Adrianus pun mempertanyakan soal intervensi ini. Di depan peserta audiensi, Adrianus mempertanyakan tugas pokok Korlantas Polri yang seharusnya tak menjamah pengadaan TNKB. Kasus Irjen Djoko Soesilo dalam kasus Simulator bisa jadi contoh, dalam kasus berbuntut cicak buaya jilid dua itu menunjukkan ini adalah proyek panas yang anggarannya mencapai triliunan.
Dalam situs lelang elektronik LKPP “E-Lelang Katalog Pengadaan Materiil TNKB Korlantas Polri T.A. 2015” tertulis pagu anggaran sebesar Rp473.664.248.000. Lelang itu dilakukan setiap setahun sekali. Lelang pengadaan ini sempat bermasalah. Kepala Korlantas Polri dan Kepala Polri digugat oleh peserta lelang, yaitu PT Mitra Alumindo Selaras di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Majelis Hakim pun mengabulkan gugatan PT Mitra Alumindo Selaras.
Masih dalam situs itu, ada tiga perserta yang mengunggah dokumen penawaran. Masing-masing adalah PT Mitra Alumindo Selaras dengan penawaran Rp321.191.670.150, PT Starmas Inti Aluminium Industry dengan penawaran Rp337.373.977.081, dan PT Indoaluminium Intikarsa Industri dengan penawaran Rp376.260.847.660.
Belakangan penawaran yang dimenangkan oleh PT Alumindo Selaras justru dibatalkan dan diganti dengan PT Starmas Inti Aluminium Industry. Pembatalan itu pula yang kemudian membuat PT Mitra Alumindo Selaras melakukan gugatan dengan alasan harga penawaran perusahaan mereka lebih rendah dibanding dengan yang lain.
PT Starmas Inti Alumunium Industry, selaku pemenang tender pengadaan material TNKB dan Kelompok Kerja E-Katalog Kelompok XXII, Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Kepolisian, Pertanian (Pokja Katalog) yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan oleh LKPP pun mengajukan Kasasi di Mahkamah Konstitusi terkait putusan PT TUN.
Pada November 2015, Mahkamah Konstitusi pun menolak kasasi diajukan oleh kedua pemohon. Dikutip dalam salinan putusan MA nomor 585 K/TUN/ 2015 mengenai perkara itu, dalam pertimbangannya Majelis Hakim beranggapan, hakim PTTUN dalam mengambil keputusan tidak bertentangan dengan perundang-undangan.
Menangapi soal pengadaan yang sempat bermasalah ini termasuk juga kelangkaan TNKB di beberapa wilayah, Direktur Advokasi dan Penyelesaian Sanggah Wilayah I LKPP Yulianto Prihandoyo memberikan menjelaskannya, sejauh ini perusahaan yang bisa menyediakan bahan dasar pembuatan TNKB, baru ada tiga perusahaan. Ia meluruskan soal anggapan lelang yang dinilai tidak terbuka. Menurutnya, peserta lelang yang tidak memenangkan tender karena tidak memiliki syarat seperti tercantum dalam kualifikasi pengadaan tender.
“Ada kendala dari pihak produsen. Nah, penyedia pelat nomor ini terbatas. Produsennya ada di Cikupa, Karawang dan Bekasi,” ujar Yulianto.
Perusahaan di Kasus Simulator
Produsen penyedia bahan materiil pembuatan TNKB memang hanya ada di Pulau Jawa. Ada tiga perusahan yang memang merujuk soal penyedian bahan dasar pembuatan TNKB atau pelat kendaraan bermotor itu. Yulianto tak menyebut nama tiga perusahaan yang memang memenuhi spesifikasi dan mampu menyediakan bahan-bahan dasar itu.
Merujuk pada alamat, perusahaan itu adalah PT Indoaluminium Intikarsa Industri beralamat di Desa Gandamekar Km. 24 Cibitung, Bekasi, kemudian PT Mitra Alumindo Selaras beralamat di Dusun Klapanunggal RT 027/07, Klari Kabupaten/Kota Karawang dan PT Starmas Inti Aluminium Industry. Perusahaan ini beralamat di Kawasan Industry dan Pergudangan Cikupa, Jalan Cikupa Mas Raya No 16 , Cikupa-Tangerang.
Dari penelusuran tirto.id di situs Layanan Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE) LKPP dan LPSE Polri, ketiga perusahaan itu memang pernah memenangi tender pengadaan Materiil TNKB Korlantas Polri. PT. Starmas Inti Alumunium Industry, perusahaan ini memenangi E-Lelang Katalog Pengadaan Materiil TNKB Korlantas Polri T.A. 2015 dengan penawaran Rp337.373.977.081.
Sedangkan PT Indoaluminium Intikarsa Industri juga pernah memenagi E-Lelang Katalog Pengadaan Materiil TNKB Korlantas Polri T.A. 2014 dengan penawaran Rp431.916.830.025. Sementara, PT Mitra Alumindo Selaras juga pernah memenangi Pengadaan Materiil TNKB Korlantas Polri T.A. 2013. Berdasarkan Layanan Pengadaan Elektronik Polri, PT Mitra Alumindo Perkasa memenangi tender dengan penawaran Rp184.820.248.618.
Jika merujuk pada alamat perusahan, PT Mitra Alumindo Selaras memiliki alamat yang sama dengan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA), yaitu di Klari, Karawang. Pada 2012, PT CMMA terlibat mega proyek simulator Korlantas Polri. Kasus ini pun menyeret nama Irjen Djoko Soesilo yang duduk sebagai Kepala Korlantas Polri pada saat itu.
KPK pun menyeret Presiden PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto. Budi dituding merugikan negara hampir mencapai Rp200 miliar. Budi juga memiliki saham di PT Mitra Alumindo Selaras.
Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Brigadir Jenderal Indrajit saat dikonfirmasi mengenai soal pengadaan ini mengatakan dalam evaluasi ke depannya, perusahaan yang bermasalah tidak akan ditunjuk.
“Kalau bermasalah tidak akan ditunjuk, istilahnya tidak dijadikan penyedia di LKPP,” ujar Brigjend Indrajit.
Terkait rekomendasi pengadaan TNKB yang seharusnya dilimpahkan ke sarana prasarana Polri oleh Ombudsman, Indrajit menegaskan akan segera mengkaji hal tersebut. Jadi, kita tunggu saja bermuara di mana sengkarut pengadaan bahan baku TNKB ini.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti