tirto.id - Hari itu, 26 Maret 1920, penerbit Scribner merilis sebuah novel perdana karya penulis baru, pemuda dari Saint Paul, Minnesota berusia 23 tahun. Tiga ribu cetakan pertama novel berjudul “This Side of Paradise” langsung terjual habis hanya dalam tiga hari. Si penulis langsung tenar mendadak.
Penulis muda itu adalah Francis Scott Key Fitzgerald, atau yang lebih dikenal sebagai F. Scott Fitzgerald. Dalam novel setebal 305 halaman itu, ia menceritakan kisah seorang mahasiswa dari Universitas Princeton bernama Amory Blaine yang terlibat cinta dengan dua orang gadis kaya raya. Fitzgerald memutuskan akhir yang tragis karena tak satu pun dara berakhir di pelukan Amory.
Novel pertama itu adalah segala-galanya untuk Fitzgerald. Ia berharap besar novelnya bisa diterbitkan untuk memenangkan hati kekasih yang mencampakkannya. Ia yakin, kalau sampai novel itu meledak—laris di pasaran, maka sang kekasih akan kembali meliriknya. Naskah itu sempat beberapa kali ditolak oleh penerbit. Namun, ia tak putus asa. Hingga akhirnya ia dijanjikan tanggal terbit di awal musim semi 1920.
Novel pertamanya disapu bersih pembeli dalam waktu singkat. Angan-angannya terwujud. Ketika kesuksesan novelnya datang, sang kekasih kembali ke pelukannya. Hanya selang seminggu setelah novel itu terbit, Fitzgerald resmi menjadi suami Zelda pada 3 April 1920. Kehidupannya berubah, ia pun menjadi selebriti dadakan berkat karyanya.
Fitzgerald yang 24 September 1896, memang tak datang dari keluarga berada meski tak bisa juga disebut miskin. Ayahnya, Edward Fitzgerald, adalah keturunan Irlandia-Inggris yang pindah ke Maryland, Amerika Serikat karena dampak Perang Dunia. Edward bekerja sebagai tenaga pemasaran di P&G. Kehidupan mereka cukup untuk bisa menyekolahkan Fitzgerald sampai ke Universitas Princeton.
Kesuksesan yang datang mengubah jalan hidup Fitzgerald. Ia pun menjadi gemar pada alkohol dan dekat dengan dunia yang glamor. Tahun 1920-an memang dikenal sebagai era glamor, di mana muda-mudinya dipengaruhi besar oleh musik jazz yang sedang tenar. Era itu dikenal dengan nama Jazz Age, sesuatu yang kelak akrab dengan karya-karya Fitzgerald.
Bersama sang istri yang memang terlahir dari kalangan atas, Fitzgerald lantas dikenal sebagai emblem dari Jazz Age. Memang, ia tetap di jalurnya sebagai penulis, bahkan menjadikan profesi ini sebagai ladang utama menafkahi keluarga. Sejumlah cerita pendek yang kelak juga dikenal sebagai karya luar biasa khas Fitzgerald, diterbitkannya dalam bentuk antologi.
Sebagian dari 171 cerita pendek paling populer karya Fitzgerald adalah The Saturday Evening Post and Esquire, The Diamond as Big as the Ritz, The Curious Case of Benjamin Button, The Camel's Back, dan The Last of the Belles.
Dua tahun setelah novel pertama, akhirnya novel keduanya terbit pada 1922. The Beautiful and Damned, bercerita tentang kisah rumah tangga penuh masalah keluarga Anthony dan Gloria Patch. Lagi, karakter dalam novel Fitzgerald terasa begitu dekat dengan kehidupan asli sang penulis. Hubungan penuh kecurigaan antara Anthony-Gloria diduga sejumlah kritikus terinspirasi dari Fitzgerald dan Zelda.
Karya ini juga berhasil meraup keuntungan. Semula penerbit hanya menargetkan mencetak 20.000 salinan, tetapi akhirnya menembus 50.000 cetak. Selain, diduga hasil curhat, novel kedua Fitzgerald ini dianggap sebagai bentuk konsistensinya merekam kehidupan para masyarakat kelas atas Jazz Age. Louise Field dari New York Times merasakan talenta Fitzgerald yang lihai betul menggambarkan budaya foya-foya, boros, dan ambisiusnya muda-mudi jaman itu secara satir. Dalam tulisan berjudul “Karya Fiksi Terbaru” yang terbit 1922 itu, Louise bahkan menyebut Fitzgerald jenius.
Setelah kesuksesan karya keduanya, Fitzgerald langsung berhasrat menerbitkan novel ketiga. Lepas tiga bulan setelah The Beautiful and Damned terbit, ide itu sudah muncul. Namun, karena sibuk dengan naskah teater pertamanya, Fitzgerald baru selesai merampungkan The Great Gatsby pada 1925. Novel ini dicetak hingga 50.000 salinan, mengingat dua kesuksesan sebelumnya. Namun, kenyataan jauh dari harapan. Seperti yang dilaporkan The Huffington Post, hanya 20.870 cetak The Great Gatsby yang terjual. Setelahnya kembali dicetak 3000 salinan, tapi tak laku satu pun.
Fitzgerald selama hidupnya, hanya memperoleh $3.939 dari The Great Gatsby. Padahal, novel ini adalah salah satu dari 10 novel terbaik sedunia sepanjang abad 20. Times memilih novel ini karena Fitzgerald dianggap benar-benar luar biasa merekam Jazz Age ke dalam karyanya. Sehingga The Great Gatsby, yang latar belakang ceritanya terjadi setelah Perang Dunia II dinilai sebagai salah satu karya paling berpengaruh bersama dengan 9 karya penulis hebat lainnya seperti Leo Tolstoy, Gustav Falubert, Vladimir Nabokov, dan lainnya.
Di abad ke-21, The Great Gatsby jadi bacaan wajib siswa dan mahasiswa di Amerika Serikat, sebab telah dimasukkan ke dalam kurikulum.
Setelah mencapai ketenarannya di awal usai 20, Fitzgerald dikenal sebagai peminum alkohol kelas berat. Nancy Milford, penulis biografi Zelda, bahkan membeberkan penyakit tubercolosis yang diidap Fitzgerald di tahun 1930-an. Tapi hal ini dirahasiakan Fitzgerald.
Setelah kegagalan The Great Gatsby yang tak sempat disapu bersih seperti dua pendahulunya, hidup Fitzgerald makin kacau. Zelda, istri sekaligus inspirasi dalam tiap karyanya didiagnosis skizofrenia, sebuah gangguan kesehatan mental yang membuat penderitanya berhalusinasi dan delusi. Oleh Fitzgerald, Zelda dikirim ke beberapa rumah sakit. Salah satunya di Baltimore, Maryland, kampung halaman Fitzgerald, pada tahun 1932.
Novel keempat yang diakuinya sebagai naskah paling bombastis yang pernah dikerjakannya terbit 1934. Naskah berjudul Tender is The Night itu berjarak 9 tahun dari pendahulunya, yang tak terlalu memberi efek positif bagi kantong cekak Fitzgerald kala itu.
Rupanya, karya keempat yang terinspirasi masalah kesehatan jiwa istrinya itu jauh lebih parah. Ia hanya terjual 12.000 salinan. Terhitung sebagai karya Fitzgerald paling anjlok. Karya ini juga disebut ditulis saat Fitzgerald berada dalam kondisinya yang paling buruk.
Dua tahun berikutnya, Fitzgerald masih terbenam dalam lingkaran alkohol dan depresi. Akhirnya, pada 1937 ia membanting setir menjadi penulis naskah dan penulis lepas di Hollywood. Pendapatannya jadi lebih stabil meski tak bisa membawanya kembali pada kejayaan. Di tengah kesibukan itu, The Love of the Last Tycoon mulai ditulisnya sejak 1939. Fitzgerald tetap berambisi terus menghasilkan novel-novel berkualitas. Tapi sayang, saat naskah itu baru jadi separuh, ia mangkat karena serangan jantung pada 21 Desember 1940. Tutup di usia yang relatif muda, yakni 44 tahun.
F. Scott Fitzgerald meninggal dalam keadaan meyakini bahwa dirinya gagal. Tak ada karyanya yang meraih prestasi apa-apa selain keuntungan royalti semasa hidupnya. Namun, setelah kematiannya, reputasi Fitzgerald mulai bangkit sendiri. Ia dianggap sebagai satu-satunya penulis Amerika yang bisa menangkap Jazz Age dan mendeskripsikannya dengan apik. The Great Gatsby setelah itu terjual jutaan cetak di abad 21. Lebih dari itu, telah menjadi inspirasi bagi banyak sekali penulis dari generasi ke generasi.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti