Menuju konten utama

Sel Surya Anta di Mako Brimob: Bekas ISIS & Disetel Lagu Kebangsaan

Surya Anta dan ke-5 rekan Papua ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya dengan pasal "makar" karena mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Sel Surya Anta di Mako Brimob: Bekas ISIS & Disetel Lagu Kebangsaan
Puluhan mahasiswa asal Papua menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/8/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Surya Anta Ginting, Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dan aktivis HAM pembela Papua, ditahan di sel Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, lantaran dituduh menyuarakan makar.

Pendeta Suarbudaya Rahadian, Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, membenarkan ihwal sel yang ditempati Surya terpisah dari sel tahanan lain. "Menurut informasi dari Surya yang dia dapatkan dari penjaga, ruangan isolasi yang ia tempati pernah ditempati oleh tahanan terduga ISIS," ucap Suar kepada reporter Tirto, Kamis (5/9/2019).

Informasi itu diketahui saat Suarbudaya dan kelima rekannya membesuk Surya sekitar pukul 11.00. Bahkan, dalam penahanan, pihak Mako Brimob menyetelkan lagu-lagu kebangsaan kepada Surya.

"(Diperdengarkan melalui) speaker yang ada di seluruh penjuru Mako," sambung Suar.

Ia menirukan pernyataan Surya bahwa lagu-lagu kebangsaan disetel sepanjang hari, setiap jam, tapi tidak full 60 menit. "Dari yang saya dengar, selama kami di sana, diputar juga lagu-lagi itu. Lagu nasional versi komposer Addie MS, bukan versi RRI zaman dahulu," jelas Suar.

Dalam pertemuan 2,5 jam itu, para pembesuk tidak menanyakan alasan pemutaran lagu kebangsaan. Suar berencana menanyakan hal itu kepada pihak polisi esok hari saat besuk selanjutnya.

Kunjungan Pendeta Suar dan rekannya itu diizinkan oleh polisi bertemu dengan Surya di area yang Suar sebut "lorong".

Pada tatap muka itu polisi mengizinkan lima tahanan lain di Mako Brimob, yakni Ambrosius Mulait, Carles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, dan Wenebita Wasiangge.

Para pembesuk duduk di velbed, sedangkan para tahanan duduk di kursi panjang bersandar pada kawat pembatas. Dua meter kanan-kiri dari mereka ada polisi yang menyandang senjata laras panjang.

"Saat kami bicara, empat penjaga dengan laras panjang siaga, lima orang berpakaian preman dan lima lainnya pejabat Polda Metro," ucap Suar.

Satu pejabat Polda Metro Jaya yang ia kenal adalah Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Suyudi Ario Seto.

Hampir semua aparat yang berpakaian dinas maupun tidak, membawa pistol di pinggangnya.

Suar berkata merasa terintimidasi lantaran penjagaan ketat dan isi pembicaraan mereka terbatas pula. Tiada mungkin berbicara detail, ditambah polisi merekam kegiatan tersebut, ujar Suar.

Mereka makan siang. Dalam kesempatan itu, Surya berkata, "Kalau soal makanan, di sini istimewa," ujar Suar meniru ucapan Surya.

Surya sehat namun sedikit linglung, kata Suar, karena rekannya itu tidak bisa berpikir jernih, hanya melihat tembok yang mengelilinginya dan mendengarkan lagu-lagu kebangsaan. Surya makan di dalam sel, tidak bisa keluar jeruji.

"Bisa kena cahaya matahari, bisa merokok, kalau lagi ada pertemuan dengan pengacara. Selebihnya di dalam sel," ucap Suar.

Dua hari lalu Surya dikirimkan celana dalam dan kaus baru. Suar juga memberikan novel karya Eka Kurniawan berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Pertemuan itu ditutup dengan doa bersama. Hari ini dia dan rekannya masih berkoordinasi dengan pihak Polda Metro Jaya untuk niat besuk esok siang.

Semula ada delapan aktivis Papua yang ditahan Polda Metro atas tuduhan makar karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara pada Rabu, 28 Agustus lalu. Namun, kepolisian melepaskan Naliana Lokbere dan Norince Kogoya karena dianggap tidak ikut aksi pengibaran itu. Surya bersama lima rekan lain ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat Pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahri Salam