tirto.id - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menyuarakan keprihatinannya mengenai dampak negatif terkait kebijakan imigrasi yang melarang masuknya pengungsi dari tujuh negara dengan mayoritas warga Muslim ke Amerika Serikat pada Rabu (1/2/2017).
Ia mengatakan kepada wartawan di Markas Besar PBB, New York, transmigrasi seringkali “menjadi satu-satunya penyelesaian yang mungkin” untuk orang yang menyelamatkan diri dari konflik atau penghukuman.
Perintah Eksekutif yang ditandatangani oleh Donald Trump melarang semua warga dari Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman memasuki AS selama 90 hari ke depan, menghentikan seluruh program pengungsi AS selama 120 hari, serta melarang masuknya pengungsi Suriah sampai batas waktu yang belum ditentukan.
"Menurut pendapat saya, ini bukan cara terbaik untuk melindungi AS atau negara mana pun berkaitan dengan keprihatinan serius yang ada mengenai kemungkinan penyusupan pelaku teror," kata Sekretaris Jenderal PBB tersebut jelasnya kepada wartawan mengenai kunjungan pertamanya sebagai pemimpin PBB ke Afrika.
"Saya kira ini bukan cara yang efektif untuk melakukan itu." seperti dikutip Antara pada Kamis (2/2/2017).
Berdasar laporan Xinhua di Jakarta, ketika ditanya mengenai dampak larangan tersebut, Sekjen PBB mengatakan transmigrasi adalah sebuah “keharusan” dan “warga Suriah adalah orang yang saat ini memiliki keperluan paling dramatis”. Larangan perjalanan AS bukanlah cara terbaik untuk melindungi AS atau negara mana pun, tambahnya.
"Apa yang kurang ialah kapasitas untuk memiliki pendekatan menyeluruh bagi masalah tersebut," kata Guterres mengenai larangan AS itu. Ia menambahkan sangat penting untuk mengkaji "situasi yang sangat dramatis yang dihadapi pengungsi ketika mereka tak memiliki peluang untuk memperoleh perlindungan".
"Dan saya kira tindakan ini lebih baik segera dicabut," kata pemimpin PBB tersebut.
Bukan hanya mengundang kecaman keras dari negara di belahan dunia lain, kebijakan baru tersebut juga memicu protes keras dari Washington DC dan lebih dari 30 bandar udara di Amerika Serikat.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri