tirto.id - KPK akhirnya menguak dugaan praktik mafia migas di Pertamina Energy Trading Limited atau Petral dengan menangkap mantan direktur utamanya, Bambang Irianto. Sejarah Petral sempat dikaitkan dengan lingkaran Cendana atau orang-orang dekat Presiden ke-2 RI Soeharto kendati ada bantahan terkait hal tersebut.
Pada Selasa (11/9/2019), KPK menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka. Ia adalah Direktur Utama Petral sejak 2014 sebelum diganti pada 2015. KPK menduga Bambang menerima suap saat menjabat sebagai Managing Director Pertamina Energy Service (PES) periode 2009-2013.
Tugas Bambang Irianto di PES adalah mengurusi pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT. Pertamina (Persero). Aktivitas ini dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, juga trade, salah satunya adalah Kernel Oil.
“KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni BTO [Bambang Irianto],” ungkap Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).
“Perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES atau PT Pertamina [Persero]," lanjutnya.
Bambang Irianto diduga mengamankan jatah alokasi dari Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah alias produk kilang. “Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri," papar Laode.
Sebagai penampung kiriman uang itu, Bambang Irianto lantas membentuk perusahaan cangkang bernama Siam Group Holding di British Virgin Islands atau Kepulauan Virgin Britania Raya yang terletak di Karabia.
Kepulauan Virgin Britania Raya menerapkan tax haven country. Negara penganut aturan ini mengenakan pajak yang lebih rendah, bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali. Menurut identifikasi KPK, Bambang Irianto telah menarik uang sebesar 2,9 juta dolar AS dari rekening Siam Holding Limited.
Balada Petral & Pertamina
Mengutip laporan Detik Finance (25 September 2014) berdasarkan data Pertamina, PT Petral Group didirikan pada 1969. Saham perusahaan ini dimiliki oleh dua pihak, yakni Petra Oil Marketing Corporation Limited yang terdaftar di Bahama dan berkantor di Hong Kong, serta Petral Oil Marketing Corporation yang terdaftar di California, Amerika Serikat.
Sedangkan Sri Bintang Pamungkas dalam buku Ganti Rezim Ganti Sistim: Pergulatan Menguasai Nusantara (2014) menuliskan, ada dugaan bahwa Petral didirikan oleh Ibnu Sutowo, Direktur Utama Pertamina 1968-1976, atas izin Soeharto selaku pejabat presiden kala itu.
Kedua perusahaan pemilik saham PT Petral Group kemudian melakukan merger pada 1978 dan namanya pun diganti menjadi Petra Oil Marketing Limited yang terdaftar di Hong Kong.
Setelah itu, saham Petra Oil Marketing Limited dibeli oleh Zambesi Invesments Limited yang terdaftar di Hong Kong dan Pertamina Energy Services (PES) yang terdaftar di Singapura.
Sebagian saham Petra Oil Marketing Limited diakusisi oleh PT Pertamina (Persero) pada 1998 seiring runtuhnya Orde Baru.
Tahun 2001, dikutip dari Mutasi DNA Powerhouse: Pertamina on the Move (2008) karya Rhenald Kasali, nama perusahaan itu berubah lagi menjadi PT Pertamina Energy Trading Limited atau yang disingkat Petral.
Dugaan Jaringan Cendana
Pada Agustus 2006, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada mantan Wakil Direktur Petral, Zainul Arifin, selaku terdakwa kasus korupsi di anak perusahaan Pertamina itu.
Majelis hakim menyatakan, Zainul Arifin telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengeluarkan surat perintah set off kepada Bank Credit Suisse Singapore (CSS) yang mengakibatkan hilangnya uang Petral senilai 8 juta dolar AS.
“Karena Petral adalah anak perusahaan Pertamina yang sahamnya 100 persen dimiliki oleh Pertamina yang dimiliki oleh negara, maka dengan adanya kerugian Petral, pada gilirannya adalah kerugian negara,” kata Ketua Majelis Hakim, Agus Subroto, dilansir Antara (14 Agustus 2006).
Kegiatan utama Petral adalah jual-beli minyak yang memang dilakukan di Singapura, terutama untuk dijual ke Pertamina.
Dari tahun ke tahun, keuntungan Petral terus meningkat. Detik Finance mencatat, pendapatan usaha Petral pada 2013 mencapai angka 33,35 miliar dolar AS dengan laba bersih 43 juta dolar AS.
Faisal Basri saat menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Tim Antimafia Migas) mengatakan, ada orang-orang di lingkaran Cendana yang pernah memiliki saham Petral, yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan Bob Hasan.
“Komposisi kepemilikan sahamnya pertama kali itu Pertamina 40 persen, Tommy Soeharto 20 persen, Bob Hasan 20 persen, dan Yayasan Karyawan Pertamina 20 persen,” papar Faisal Basri pada 24 November 2014 sebagaimana diberitakan CNN.
Tudingan Faisal Basri ini disangkal oleh Tommy Soeharto. “Jangan sok tahu, katanya ada saham saya 20 persen di Petral, data dari mana itu,” tukas putra bungsu Presiden RI ke-2 ini, dikutip dari BeritaSatu (14 Februari 2015).
Beberapa bulan setelah sangkalan Tommy Soeharto tersebut, Petral dibubarkan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) tanggal 13 Mei 2015.
Nama Petral kembali menyeruak usai KPK mengumumkan penangkapan dan penetapan Bambang Irianto sebagai tersangka suap kasus dugaan mafia migas pada 11 September 2019.
Editor: Abdul Aziz