Menuju konten utama

Sejarah Perang Vietnam vs Amerika: Penyebab & Kronologi Konflik

Berikut ini sejarah perang Vietnam vs Amerika Serikat beserta penyebab dan kronologi konflik kedua negara.

Sejarah Perang Vietnam vs Amerika: Penyebab & Kronologi Konflik
(Ilustrasi) Bendera Vietnam dan Amerika Serikat. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kekalahan bukanlah sesuatu yang sering diterima oleh Amerika Serikat (AS) selepas Perang Dunia II. Akhir perang Indochina II (Perang Vietnam) pada 1975 jadi pukulan telak bagi negara adikuasa tersebut.

Kemenangan Vietnam Utara sekaligus menandai kegagalan AS dan blok barat dalam membendung pengaruh komunis di daratan Asia Tenggara. Konflik bersenjata memang tidak berhenti total usai bala tentara AS angkat kaki dari Vietnam. Masih ada Perang Indochina III yang membara selama 15 tahun.

Namun, pada 1975, setidaknya dapat dipastikan bahwa Vietnam Utara dan Selatan yang berseteru sejak kolonialisme Prancis bubar, akhirnya bersatu. Sejak itu, negara Republik Demokratik Vietnam (RDV) yang dideklarasikan pada 1945 bertahan kokoh hingga kini.

Penyebab Perang Vietnam vs Amerika Serikat

Bermodal kemenangan di Perang Dunia II, AS diuntungkan untuk mengatur tatanan global sesuai dengan status quo sebagai adidaya. Demi bersaing dengan Uni Soviet serta membatasi pengaruh raksasa komunis itu di level global, AS menggencarkan kampanye ideologi demokrasi liberal.

Perang dingin kontra Rusia, menurut Dockrill dan Hopkins dalam The Cold War, 1945-1991 (2006), mendorong AS mengintervensi politik dunia ketiga, termasuk dengan proksi militeristik. Keputusan terjun di medan perang Vietnam menjadi bagian dari strategi tersebut.

Sebastion Rosato melalui ulasan "The Flawed Logic of Democratic Peace Theory" di jurnal American Political Science Review (Vol. 97, 2003) menuding langkah AS itu wujud sikap anti-demokratik. Dia berpendapat politik luar negeri AS justru bertentangan dengan misi perdamaian dari demokrasi.

Latar belakang langkah AS menjalankan intervensi militer di Vietnam berhulu pada teori Domino's Effect. Sebagaimana dipresentasikan oleh Min Shu di International Relations of Southeast Asia (6 November 2017), teori ini menyatakan suatu wilayah yang terdampak ideologi tertentu, berpotensi menularkan imbas ideologi di wilayah sekelilingnya.

Perang Vietnam atau Perang Indochina II bermula dari bentrok kubu Utara vs Selatan sejak tahun 1955. Konflik berlarut ini memperdalam campur tangan blok komunis (Rusia dan China) serta AS dan sekutunya (blok barat) dalam perang saudara di Vietnam. Mengutip laman History, pada tahun 1962, AS sudah mengirim 9000 pasukan ke Vietnam Selatan.

Andrew Mumford lewat Proxt Warfare (2013) menggambarkan keberlangsungan konflik ini sebagai wujud nyata Perang Dingin. Menurut Andrew, keterlibatan AS di perang Vietnam ialah manifestasi puncak perseteruan liberalisme dan komunisme di Asia Tenggara.

Kronologi Perang Vietnam dan Amerika

Suatu siang, 2 September 1945, di hadapan ratusan ribu pasang mata, Ho Chi Minh membacakan deklarasi kemerdekaan negara baru, Republik Demokratik Vietnam, dengan kalimat pembuka:

"Semua manusia diciptakan setara; bahwa mereka diberkahi oleh sang Pencipta dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut; di antaranya adalah (hak untuk) hidup, bebas, dan mengejar kebahagiaan."

Kalimat pembuka deklarasi di alun-alun Ba Dinh, Hanoi tersebut jelas mengutip tanpa edit penggal bait legendaris dari piagam Declaration of Independence 1776 yang menyatakan kemerdekaan AS. Ironisnya, Amerika Serikat kelak mengutus jutaan serdadu guna meruntuhkan republik besutan Ho Chi Minh.

Konflik antara Vietnam Utara dengan AS lazim disebut Perang Indochina II. Ketika pertempuran ini berlangsung, Vietnam masih terbelah. Pengikut Ho Chi Minh menguasai Vietnam Utara, sedangkan Vietnam Selatan menjadi wilayah negara yang disokong oleh AS: Republic of Vietnam (RVN).

Sebelum invasi militer AS, konflik yang disebut Perang Indochina I telah membakar Vietnam nyaris satu dekade. Perang tersebut pecah beberapa bulan usai deklarasi Republik Demokratik Vietnam, 2 September 1945. Biang keladi perang adalah Prancis yang enggan melepas koloninya di Vietnam.

Baru ketika militer Viet Minh (pimpinan Ho Chi Minh) menggasak tentara Prancis hingga tersudut di tahun 1954, lima negara pemenang PD II menyerukan perdamaian. Perang Indochina I berujung dengan kesepakatan di Konferensi Jenewa pada 20-21 Juli 1954 yang membelah Vietnam menjadi 2: Selatan dan Utara.

Sekalipun memicu kelahiran negara Republic of Vietnam atau Vietnam Selatan, putusan Konferensi Jenewa sebenarnya mengamanatkan penyelenggaraan pemilu guna proses unifikasi. Pemilu untuk penyatuan Vietnam seharusnya dilangsungkan pada Juli 1956 sesuai kesepakatan Jenewa.

Namun, beberapa bulan sebelum agenda, Vietnam Selatan justru menolak pemilu unifikasi dengan dalih tidak ikut menandatangani putusan Jenewa. Padahal Konferensi Jenewa diinisiasi Uni Soviet, China, AS, Inggris, dan Prancis. Tiga negara terakhir adalah penyokong RVN.

Penolakan dinyatakan Vietnam Selatan tidak lama setelah Ngo Dinh Diem merebut kursi presiden RVN pada 26 Oktober 1955. Keputusan RVN ini segera mengerek ketegangan dengan kubu Ho Chi Minh (Vietnam Utara alias Viet Minh). Mulai dari sini, Perang Indochina II bermula.

Kapasitas tempur tentara dan milisi Vietnam Utara tampaknya membikin AS cemas akan perluasan pengaruh komunis di Indochina. Karena itu, AS mulai meningkatkan dukungannya pada rezim Ngo Dinh Diem yang berhaluan anti-komunis.

Menukil catatan James E. Westheider dalam The Vietnam War (2007), dukungan AS kepada sekutu liberalnya merupakan implementasi Doktrin Truman. Tidak hanya dari segi politik, dukungan juga diberikan oleh AS dalam bentuk finansial, pendampingan hukum, hingga militer.

Kendati demikian, dukungan AS kepada Vietnam Selatan tidak membuahkan hasil konkret. Insiden pemberontakan National Liberation Front (NLF) yang menewaskan Presiden Diem pada 1963 malah membikin kacau situasi internal RVN. AS menuduh gerakan NLF didanai oleh Vietnam Utara.

Ancaman kegagalan membendung pengaruh komunis di Vietnam pun meningkat. Dalam situasi ini, AS hanya butuh secuil alasan untuk turun tangan langsung.

Ada Kurnia dan Dyah Kumalasari dalam jurnal Risalah (Vol. 5, 2018) menerangkan, penanda awal keterlibatan AS secara langsung dalam Perang Indochina II ialah penerbitan Resolusi Teluk Tonkin, 7 Agustus 1964. Pengesahan Resolusi Teluk Tonkin oleh Kongres AS menjadi alasan pembenar bagi pemerintahan Presiden Lyndon B. Johnson guna menginvasi Vietnam Utara.

Pemantik resolusi adalah serangan militer Vietnam Utara terhadap 2 kapal perusak milik AS. Pada 2 Agustus 1964, kapal USS Maddox menjadi sasaran saat berpatroli di dekat Teluk Tonkin. Kapal ini sedang menjalankan patroli intelijen dalam Operasi Desoto ketika dikejar oleh tiga kapal Skuadron Torpedo 135 milik Angkatan Laut Vietnam Utara. Malam berikutnya, ketika USS Maddox bertandem dengan kapal USS Turner Joy, keduanya kembali diserang.

Namun, mengutip laporanThe New York Times, sebelum insiden USS Maddox terjadi, pemerintah AS sudah menyiapkan skenario peningkatan tekanan militer ke Vietnam Utara. Draf resolusi yang akan disodorkan kepada Kongres AS telah disiapkan oleh Gedung Putih, dan bahkan target sasaran bom di Vietnam Utara sudah ditentukan.

Robert J. Hanyok dalam "Skunks, Bogies, Silent Hounds, and the Flying Fish: The Gulf of Tonkin Mystery, 2-4 August 1964" mengatakan insiden USS Maddox sebenarnya dipicu kesalahpahaman.

Sejarawan cum analis intelijen yang pernah bekerja untuk Departemen Pertahanan AS itu menulis laporan buat NSA, bahwa USS Maddox semula hanya melepas 3 tembakan peringatan saat kapal-kapal Vietnam Utara dinilai mengganggu Operasi Desoto.

Namun, 3 kapal Skuadron Torpedo 135 Vietnam Utara menganggap tembakan itu adalah serangan. Kapal-kapal tersebut lantas memberondong USS Maddox dengan senapan mesin.

Pertempuran laut tak terelakkan. Sebuah pesawat terbang AS rusak. Tiga kapal Skuadron Torpedo 135 remuk, sementara 4 marinir Vietnam Utara tewas dan enam lainnya luka-luka.

Pertempuran lainnya juga terjadi di Pleiku pada 7 Februari 1965. Korban tewas berjumlah 8 orang. Sedangkan 20 unit pesawat dilaporkan Michael D. Kennedy dalam Decisionmaking In Operation Rolling Thunder (2009) hancur. Sebagai respons, pada 13 Februari 1965, Presiden AS, Lyndon B. Johnson mememerintahkan serdadunya melancarkan operasi udara bertajuk Rolling Thunder.

Tujuan besar operasi ini meluluhlantahkan kekuatan militer Vietnam Utara. Operasi ini berlangsung mulai 2 Maret 1965, diawali serbuan ke basis-basis vital penopang kubu komunis Vietnam.

Operasi Rolling Thunder mulanya mengebom pusat BBM di Hanoi dan Haiphong pada Juni 1966. Akibatnya, Vietnam kehilangan 65% suplai bahan bakar. Kemudian pesawat-pesawat khusus menghancurkan pembangkit listrik, yang menyisakan 59% kapasitas setrum utama. Selain itu, 55% jembatan penyeberangan utama juga dihancurkan.

Lessie J. Cullen dalam tesisnya, A Bridge Here And There Will Not Do The Job (1994) menyatakan dampak Operasi Rolling Thunder sangat parah. Tidak hanya infrastruktur, ekonomi Vietnam Utara merosot drastis.

Walakin, bukannya melemah, Vietnam Utara justru tidak pernah merasa kalah sedikit pun. Mereka bahkan masih mampu mengerahkan 80.000 serdadu pada Serangan Tet. Serangan yang dilakukan pada Januari 1968 itu berhasil menduduki separuh Vietnam Selatan.

Akibat Serangan Tet, pihak AS sepakat menggelar evaluasi perang. Mereka menilai Rolling Thunder merupakan operasi yang kurang gemilang. Ditambah lagi, pembiayaannya sangat besar, mencapai hingga 250 juta dolar AS. Bahkan demi operasi ini, pembangunan dalam negeri semasa Presiden Johnson menjadi terhambat.

Akhirnya, Operasi Rolling Thunder resmi diberhentikan penuh pada 31 Oktober 1968. Di samping itu, Johnson pun menyatakan tak lagi mencalonkan diri pada pemilu berikutnya lantaran merasa malu terhadap kegagalan AS menumpas Vietnam Utara.

Tahun-tahun berikutnya semakin menegaskan kekalahan AS. Perang Vietnam berakhir pada 30 April 1975, ditandai penyerahan tanpa syarat Saigon kepada Vietnam Utara.

Salah satu faktor eksternal penyebab berakhirnya perang ialah intensitas demonstrasi anti-perang di AS. Invasi besar-besaran AS membuat gerakan anti-perang di sana mencuat. Para akademisi sipil menganggap AS terlalu berlebihan dalam mencampuri urusan dalam negeri Vietnam.

Stephani Dania dalam "Kekalahan Amerika Sebagai Negara Super Power Pada Saat Perang Vietnam (1954-1975)" yang dimuat di Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional (Vol. 9, 2013) menjelaskan AS mulai mengurangi pasokan militernya semenjak demonstrasi anti-perang menggalak. Apalagi, duit untuk biaya perang AS di Vietnam sampai menyentuh angka USD200 miliar dolar.

Data Statista menunjukkan AS mengerahkan 3,4 juta serdadunya ke Asia Tenggara selama 1964-1975. AS bahkan menjatuhkan 1,4 juta ton bom ke Vietnam Utara hanya pada periode 1965-1970. Serangan brutal masih ditambah 18,8 juta galon herbisida yang ditebar oleh pesawat-pesawat AS di tahun 1965-1971.

Perang Indochina II yang berlangsung selama 1955-1975, merujuk data History, menelan korban sekitar 3 juta jiwa, mayoritas rakyat Vietnam. Sepanjang perang ini, militer AS terlibat langsung pada kurun 1964-1973, dan terpaksa mundur usai 58.209 tentaranya tewas di pertempuran.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Abi Mu'ammar Dzikri

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abi Mu'ammar Dzikri
Penulis: Abi Mu'ammar Dzikri
Editor: Addi M Idhom