tirto.id - Henk Ngantung adalah seniman kenamaan yang pernah menjadi Gubernur Jakarta pada 1964 hingga 1965. Sejarah hidupnya cukup miris. Setelah diberhentikan dari jabatannya yang hanya berlangsung singkat, Henk terlunta-lunta lantaran ia dituding terkait Partai Komunis Indonesia (PKI).
Aktivitasnya di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dianggap dekat dengan PKI membuat karier politik Henk Ngantung benar-benar tamat pasca-terjadinya Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Setelah pengaruh Sukarno meluruh dan kendali negara berada di bawah kuasa rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, kehidupan Henk Ngantung amat sengsara. Ia sakit-sakitan hingga ajal menjemput. Henk Ngantung wafat pada 12 Desember 1991, hari ini tepat 27 tahun silam.
Inilah titik-titik penting dalam hidup Henk Ngantung:
1921
Lahir di Manado
Henk Ngantung di Manado, Sulawesi Utara, pada 1 Maret 1921, dengan nama asli Hendrik Hermanus Joel Ngantung, putra dari pasangan Arnold Rori Ngantung dan Maria Magdalena Kalsun.
________________________________
1940
Hijrah ke Ibukota
Pada 1904, Henk Ngantung memutuskan hijrah ke Batavia atau Jakarta yang saat itu masih menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Di ibukota, Henk Ngantung bergiat di Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Di sini pula, ia mulai berinteraksi dengan pelukis kenamaan, Sudjojono.
________________________________
1944
Sketsa Perjuangan
Henk Ngantung membuat karya berupa gambar sketsa perempuan Indo yang dijadikan pelayan militer Jepang. Ia juga membikin lukisan “Memanah” dengan Bung Karno sebagai modelnya. Dua karya ini menjadi koleksi Bung Karno. Tahun 1947, ia juga membuat sketsa tentang Perundingan Linggarjati.
________________________________
1946
Gelanggang Seniman Merdeka
Tanggal 29 November 1946, Henk Ngantung menjadi salah satu pendiri Gelanggang Seniman Merdeka yang mengihimpun kaum seniman Angkatan 45, termasuk Chairil Anwar, Haruddin M.S., Mochtar Apin, Basuki Resobowo, Asrul Sani, dan lainnya.
________________________________
1948
Menggelar Pameran
Pada Agustus 1948, Henk Ngantung menggelar pameran di Gedung Taman Siswa Kemayoran & Hotel Des Indes Jakarta. Setelah itu, ia berkeliling ke berbagai tempat di Indonesia meskipun sedang dalam situasi perang.
________________________________
1955
Indonesia-Cina
Henk Ngantung tercatat sebagai pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok hingga tahun 1958.
________________________________
1957
Dewan Nasional
Henk Ngantung telah menjelma menjadi salah satu seniman papan atas tanah air yang dekat dengan Presiden Sukarno. Oleh presiden, ia digaet untuk bergabung sebagai anggota Dewan Nasional (cikal-bakal Dewan Pertimbangan Agung).
________________________________
1959
Seniman Lekra
Di Solo, Henk Ngantung tercatat sebagai Sekretaris Umum Lekra, wadah kebudayaan yang disebut-sebut dekat dengan PKI. Ia juga menjabat salah Ketua Lembaga Seni Rupa (Lesrupa) yang merupakan bagian dari Lekra.
________________________________
1962
Patung Selamat Datang
Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962, dan untuk itu, Henk Ngantung ditugaskan merancang karya berupa Patung Selamat Datang di depan Hotel Indonesia (HI) lengkap dengan air mancurnya.
1960
Wakil Gubernur
Melalui Keputusan Presiden nomor 20/1960, Henk Ngantung resmi menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta mendampingi Gubernur Soemarno dan dilantik tanggal 9 Februari 1960.
________________________________
1964
Pemimpin Jakarta
Henk Ngantung diangkat sebagai Gubernur Jakarta untuk menggantikan Soemarno yang naik level menjadi Menteri Dalam Negeri.
________________________________
1965
Dicopot Mendadak
Tanggal 15 Juli 1965, Henk Ngantung dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur Jakarta. Dalam buku Henk Ngantung: Saya Bukan Gubernurnya PKI (2017) karya Obed Bima Wicandra, tidak diungkapkan alasannya, hanya disebutkan Henk Ngantung sedang berobat ke Austria saat pencopotannya itu.
________________________________
1991
Hidup Lama tapi Merana
Henk Ngantung masih aktif melukis kendati dalam kondisi sakit-sakitan, bahkan nyaris buta. Tanggal 12 Desember 1991, Henk Ngantung wafat dalam usia 70 tahun.
________________________________
Editor: Iswara N Raditya