Menuju konten utama

Sejarah Hari Artileri & Hari Jadi Korps Armed TNI AD 4 Desember

Hari Artileri Nasional dan Hari Jadi Korps Armed TNI AD jatuh setiap 4 Desember.

Sejarah Hari Artileri & Hari Jadi Korps Armed TNI AD 4 Desember
komandan pusat kesenjataan arhanud brigjen tni nurchahyanto (tengah) melakukan pengecekan kondisi prajurit dan sarana prasarana satuan detasemen artileri pertahanan udara (arhanud) 001 aceh di pulo rungkom, aceh utara, provinsi aceh, jumat (29/7). pengecekan itu dilakukan dalam rangka melihat kesiapan persenjataan dan prajurit yang dibekali lima kemampuan disiplin, jago perang, jago tembak, jago bela diri, dan fisik prima prajurit arhanud dalam menjalankan pertahanan udara dari serangan musuh di tanah air. antara foto/rahmad/pd/16

tirto.id - Hari Artileri Nasional yang jatuh setiap 4 Desember diperingati sebagai tonggak sejarah mengenang perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Persenjataan artileri digunakan untuk bertempur melawan penjajah dan mengusir tentara Sekutu, serta pasukan Agresi Militer Belanda.

Menurut KBBI, artileri adalah senjata untuk melontarkan proyektil jarak jauh. Istilah ini kemudian berkembang menjadi pasukan tentara yang menggunakan senjata berat, semacam meriam dan senjata-senjata berat jarak jauh lainnya.

Dalam catatan sejarah, Nusantara baru mengenal artileri dari meriam yang diimpor dari Cina. "Konon ditemukan di Jawa tertanggal 1421," tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia (2005: 208).

Penggunaan senjata artileri amat populer dalam sejarah peperangan dunia. Saking ampuhnya, Joseph Stalin menyebutnya sebagai "God of War" atau "Dewa Perang" karena dianggap sebagai persenjataan darat yang efektif dan paling mematikan.

Pada masa penjajahan Belanda, Soerie Santoso adalah orang Indonesia pertama dengan pangkat tertinggi artileri di bidang militer. Ia adalah mayor dengan jabatan komandan bataliyon artileri di Jagamonyet, Batavia (sekarang Jakarta).

Soerie Santoso adalah satu-satunya kapten pribumi dari 66 kapten KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger). Pangkat terakhirnya adalah kolonel di angkatan perang Belanda.

Pada masa itu, pemuda Indonesia dilatih Belanda mengoperasikan persenjataan artileri. Di antara mereka adalah Soeriosantoso, Memet Rahman Ali Soewardi, Sadikin, Oerip Soemohardjo, Raden Askari, R.M. Pratikno Suryosumarno, Tjhwa Siong Pik, Giroth Wuntu, Rudy Pirngadi, Abdullah, J. Minggu, Aminin, hingga T.B. Simatupang.

Dari banyak nama di atas, Raden Askari, Aminin, dan T.B. Simatupang adalah tiga dari pemuda Indonesia yang menerima tanda Mahkota Perak atas usaha belajar militer di Akademi Militer Kerajaan Belanda di Bandung.

Pengoperasian artileri di bawah militer Belanda usai ketika Jepang menjajah Indonesia pada 1942-1945.

Belajar Artileri dari Belanda, Mengambil Alih Artileri Jepang

Di tengah pergolakan Jepang di kancah perang dunia, Sadikin, sersan mayor di Heiho (pembantu tentara) di Artileri Pertahanan Udara Tentara Kekaisaran Jepang mendengar berita penyerahan diri Jepang pada 16 Agustus 1945 malam.

Sadikin yang dulunya pernah jadi sersan KNIL di masa penjajahan Belanda, bersama-sama pemuda Indonesia mengambil alih sarana artileri Jepang sambil menyatakan dukungannya pada Indonesia yang baru.

Usai proklamasi kemerdekaan, ketika dibentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 5 Oktober 1945, banyak pemuda Indonesia yang menguasai meriam Jepang, namun tidak tahu cara mengoperasikannya.

Nugroho Notosusanto dalam Pertempuran Surabaya (1985) menuliskan bahwa sebelum Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 melawan tentara Sekutu: Britania Raya dan India Britania, beruntunglah Surabaya memiliki J. Minggu, bekas artileris KNIL yang sudah terlatih mengoperasikan artileri. Ia mengoordinir penggunaan meriam Jepang untuk menembaki tentara Sekutu selama beberapa pekan di Pertempuran Surabaya.

Usai Pertempuran Surabaya, sebulan setelahnya, Letnan Jendral Urip Sumohardjo meresmikan Markas Artileri, yang merupakan bagian dari jawatan persenjataan Markas Besar Tentara (MBT) berkedudukan di Yogyakarta pada 4 Desember 1945. Pada saat bersamaan juga, Letnan Kolonel R.M Pratikno Suryosumarno diangkat sebagai komandan artileri pertama Indonesia.

Kodiklat TNI AD menuliskan bahwa pengangkatan 4 Desember sebagai Hari Artileri Nasional berdasarkan peresmian markas artileri pertama di Indonesia di atas.

Tanggal 4 Desember itu turut menjadi hari jadi Korps Artileri TNI AD, yang kemudian seiring perkembangannya ditetapkan menjadi hari jadi Korps Armed TNI AD.

Pasukan artileri Indonesia juga mengalami pasang surut. Pada 19 Desember kemudian, Agresi Militer Belanda II dilancarkan, kesatuan artileri Indonesia babak belur dan terpaksa jadi pasukan geriliya. Beberapa waktu setelahnya, komandan artileri R.M Pratikno Suryosumarno juga terbunuh. Usai pengakuan kedaulatan Indonesia pada Desember 1949, barulah divisi artileri Angkatan Darat dibangun lagi.

Saat ini, sebagaimana dilansir dari laman Petra.ac.id, terdapat dua bataliyon artileri Indonesia: satuan artileri darat di bawah Bataliyon Artileri Medan (Pussenarmed) dan satuan artileri udara di bawah Bataliyon Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud).

Pada 2020, menurut laman Global Fire Power, kekuatan militer Indonesia menduduki peringkat 16 dari 138 negara di dunia. Persenjataan artileri Indonesia cukup kuat dengan jumlah 153 artileri swagerak, 366 artileri tarik, serta 36 peluncur roket.

Baca juga artikel terkait HARI ARTILERI NASIONAL atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Hukum
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani