Menuju konten utama

Sejarah Gunung Mas, Lokasi Ibu Kota Baru RI Pilihan Jokowi

Menurut sejarah, Gunung Mas pernah menjadi lokasi tambang emas di masa Belanda.

Sejarah Gunung Mas, Lokasi Ibu Kota Baru RI Pilihan Jokowi
Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhukam Wiranto, dan Mensesneg Pratikno memberi keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (3/9/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah paling siap dijadikan ibu kota baru Republik Indonesia. Sejarah penamaan Gunung Mas sendiri terkait dengan praktik penambangan emas di wilayah itu sejak zaman penjajahan Belanda.

Gunung Mas terbilang kabupaten baru di Provinsi Kalimantan Tengah. Wilayah yang pada masa Republik Indonesia Serikat (1946-1950) termasuk dalam Kawasan Dayak Besar ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002.

Sejak dahulu, Kawasan Dayak Besar memang memiliki potensi sumber daya alam berupa kandungan logam seperti emas, perak, tembaga, timah hitam, besi, mika, batu bara, dan lainnya. Dulu, penambangan hanya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat setempat.

Bekas Tambang Emas

Terungkap dalam buku Geografi Budaya Daerah Kalimantan Tengah (1977) karya Dium Rangin dan Kiwok Rampai, emas serta perak seringkali ditemukan daerah yang dialiri sungai-sungai besar. Warga pedalaman biasanya mendulang emas di sungai, terutama saat musim kemarau.

Hasil pendulangan yang berupa pasir emas dijual penduduk kepada pedagang yang datang ke pedalaman untuk selanjutnya diperdagangkan kembali di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kala itu, Banjarmasin menjadi pusat Kawasan Dayak Besar, termasuk pusat perekonomian.

Belanda mulai menambang emas dengan lebih modern, menggunakan mesin atau bersifat mekanis, menjelang Perang Dunia Kedua. Pusat tambang emas Belanda di Kalimantan Tengah pada waktu itu berada di Tewah yang saat ini menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Mas.

Di Tewah, terdapat perbukitan dengan kandungan emas yang biasanya menempel pada bebatuan, dengan kadar antara 18 sampai 22 karat. Belanda pun menggali beberapa terowongan di perbukitan tersebut. Hingga kini, terowongan bekas penggalian emas zaman Belanda itu masih bisa ditemukan.

Namun, penambangan emas di Tewah tidak berlangsung terlalu lama. Kekalahan Belanda dari Jepang dalam Perang Dunia II yang berdampak pada pengambilalihan wilayah Indonesia sejak 1942 membuat aktivitas tambang dihentikan.

Setelah itu, penduduk mulai menambang lagi meskipun masih dengan cara tradisional dan skala kecil. Hingga tahun 1984, beberapa kali masih ditemukan emas di wilayah Kabupaten Gunung Mas.

Ideal Jadi Ibu Kota?

Sebelum dimekarkan menjadi kabupaten sendiri, Gunung Mas termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan wilayah Kalimantan Selatan di sebelah timur, Gunung Mas di sisi baratnya, dan Laut Jawa di ujung selatan.

Penamaan Kabupaten Gunung Mas yang mulai digunakan sejak 2002 sebenarnya masih menuai kontroversi. Selain nama Gunung Mas yang mengingatkan pada praktik eksploitasi sumber daya alam di wilayah itu oleh Belanda, nama ini juga disebut tidak selaras dengan kearifan lokal.

Motto kabupaten ini menggunakan bahasa lokal Dayak Ngaju, yakni "Habangkalan Penyang Karuhei Tatau", yang berarti "Kebulatan Tekad, Kekuatan Jiwa, dan Semangat Spiritual, serta Daya Upaya untuk Mencapai Kesejahteraan".

Dikutip dari artikel bertajuk “Asal Mulai Nama Gunung Mas di Kalimantan” yang dimuat SinarHarapan edisi 5 Maret 2018, penamaan kabupaten–sebelum dinamakan Gunung Mas–semestinya memakai bahasa Dayak Ngaju atau Dayak Uud Danum sebagai warga mayoritas di wilayah ini sekaligus untuk mengangkat identitas lokal.

Kini, seiring wacana pindahnya ibu kota dari Jakarta yang sudah penuh sesak, rawan banjir, macet, kumuh, dan berbagai persoalan lainnya, Presiden Jokowi menyebut Kabupaten Gunung Mas sebagai pilihan paling tepat untuk pusat pemerintahan yang baru.

Tak hanya tersedia lahan yang amat luas, wilayah ini, kata Jokowi, juga bebas dari banjir serta gempa bumi. Hanya saja, untuk menjadikan Gunung Mas sebagai pusat pemerintahan, maka infrastrukturnya harus dibangun dari nol.

"Urusan banjir mungkin di sini tidak, ya, kan? Urusan gempa di sini tidak," ujar Jokowi kepada wartawan saat meninjau Kabupaten Gunung Mas, Rabu (8/5/2019) lalu.

"Tapi, kesiapan infrastruktur harus dimulai dari nol lagi. Itu juga salah satu pertimbangan, masalah sosial politiknya, masalah sosiologi masyarakatnya, semuanya," imbuh presiden.

Namun, benarkah banjir bukan menjadi masalah di Kabupaten Gunung Mas? Baru awal Mei 2019 kemarin, Pemerintah Kabupaten Gunung Mas menetapkan status tanggap darurat banjir.

Dilaporkan Antara, Bupati Gunung Mas, Arton S. Dohong, menyebut beberapa desa terendam banjir yang tersebar di Kecamatan Sepang, Mihing Raya, Kurun, Tewah, Kahayan Hulu Utara, dan Damang Batu.

Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Gunung Mas terkena banjir, kecuali satu yakni Kecamatan Miri Manasa. Hanya saja, di kecamatan itu justru terjadi bencana tanah longsor yang melanda satu desa dan beberapa titik ruas jalan.

Kendati begitu, sebagaimana yang diyakini Presiden Jokowi setelah datang langsung, Gunung Mas bisa saja dijadikan ibu kota atau pusat pemerintahan mengingat aspek-aspek lain yang sangat mendukung.

"Saya ini ke lapangan hanya satu, mencari feeling-nya, biar dapat feeling-nya. Kalau enggak dapat feeling-nya, nanti kalkulasinya, hitung-hitungannya, memutuskan itu lebih mudah," tandas Jokowi.

Baca juga artikel terkait PINDAH IBUKOTA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Mufti Sholih