Menuju konten utama

Sejarah dan Arti GANEFO: Kapan, Negara Peserta, & Alasan Bubar

Sejarah Hari Ganefo 10 November, apa itu Ganefo, dan mengapa Ganefo dibubarkan.

Sejarah dan Arti GANEFO: Kapan, Negara Peserta, & Alasan Bubar
Wibawa Bung Karno. Sumber foto diambil dari buku kenangan Lukisan Perjuangan Rakyat Indonesia 1945-1950 yang diterbitkan Kementerian Penerangan Jakarta 1950 oleh Bentara Budaya Yogyakarta.

tirto.id - Sabtu, 10 November 1963, Stadion Gelora Bung Karno ramai dengan riuh rendah pawai dan pertunjukan.

Hari itu adalah hari pembukaan ajang olahraga GANEFO. Soekarno, Presiden Indonesia kala itu, hadir di sana untuk membukanya.

Ajang ini dikenang tak sekadar sebagai ajang berlaga para atlit berbagai negara, ajang ini lebih dikenang sebagai geliat Soekarno dalam perpolitikan dunia masa itu.

Games of the Emerging Forces atau GANEFO, merupakan pesta olahraga yang diprakarsai Soekarno.

Penyelenggaraan GANEFO merupakan buntut dari konflik Komite Olimpiade Internasional (IOC) dengan Indonesia, selaku panitia penyelenggara Asian Games ke-4 tahun 1962.

Kala menyelenggarakan Asian Games, Indonesia tak mengundang Israel dan Taiwan.Tindakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama IOC karena dua negara tersebut merupakan anggota IOC.

Laporan Ewa T. Pauker untuk RAND Corporation, menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan Indonesia karena menganggap Israel sebagai bangsa penjajah Palestina dan karenanya perlu diboikot.

Sedangkan untuk Taiwan, Indonesia menganggapnya masih menjadi bagian dari Republik Rakyat Cina (RRC).

Beberapa bulan setelah Asian Games ke-4 rampung dilaksanakan, tepatnya pada 7 Februari 1963, IOC memutuskan untuk menangguhkan keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade.

Indonesia dinilai telah melakukan pelanggaran berupa memasukkan pertimbangan politik dalam ajang olahraga. Bagi IOC, ajang olahraga harus lepas dari politik, harus netral.

Penangguhan tersebut, kata IOC, bakal dicabut andaikata Indonesia mau berjanji untuk tidak mengulangi kejadian seperti ini lagi.

Keputusan IOC ini membuat Soekarno dongkol. Bagi Soekarno, IOC juga mencampuradukkan politik dan olahraga.

“Mari berkata jujur.. Saat mereka (IOC) mengucilkan RRC, apakah itu bukan politik? Saat mereka tak ramah dengan Republik Arab Bersatu, apakah itu bukan politik? Saat mereka tak ramah pada Korea Utara, itu bukan politik? Saat mereka mengucilkan Vietnam Utara, itu bukan politik? Saya hanya sedang jujur,” katanya sebagaimana tertulis dalam Buletin Ganefo edisi pertama (Juli 1963).

Lagi pula, bagi Soekarno olahraga bukan hal yang terpisah dari politik. Baginya, olahraga dapat ditafsirkan sebagai salah satu saluran aspirasi politik.

Nefo-Oldefo dan Terbentuknya GANEFO

Mundur ke tahun 1961, Soekarno menelurkan konsepsi tentang pembagian dunia yang terdiri atas Oldefo dan Nefo.

Oldefo, akronim dari The Old Established Forces, merupakan para imperialis-kolonialis, kekuatan lama yang telah ada dari lama dan mapan. Oleh Soekarno, negara-negara Barat merupakan bagian Oldefo.

Sedangkan Nefo (The New Emerging Forces), merupakan kelompok negara-negara progresif yang mewakili kekuatan baru di tengah perang dingin Blok Barat dan Blok Timur. Negara-negara Nefo bermunculan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Negara-negara ini berusaha bebas dari neo-kolonialisme dan neo-imperialisme Oldefo dan berusaha membangun tatanan dunia tanpa eksploitasi sesama manusia.

Komite Olimpiade Internasional (IOC), dalam kacamata Soekarno, tak ubahnya bagian dari Oldefo. Sikap IOC atas negara-negara yang disebutkan Soekarno di atas menjadi buktinya.

Beberapa hari setelah keputusan IOC tersebut keluar, tepatnya ketika berpidato pada 13 Februari 1963, Soekarno lantas mengumumkan bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan IOC dan mengusulkan membentuk GANEFO.

“Selaku Presiden Republik Indonesia, selaku Panglima Tertinggi Republik Indonesia, selaku Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, dan selaku Pemimpin Besar Partai Nasional Indonesia, saya memerintahkan Indonesia: Keluar dari IOC," kata Soekarno dalam pidatonya tersebut, sebagaimana yang dicatat George Modelski dalam buku New Emerging Forces: Documents on the Ideology of Indonesian Foreign Policy.

"Saudara-saudaraku, selain perintah untuk keluar dari IOC, saya juga perintahkan: Persiapkan GANEFO secepat-cepatnya, Games of The New Emerging Forces, untuk Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara sosialis lainnya,” lanjut Soekarno.

Langkah Soekarno tersebut sontak mendapat dukungan dari rakyat dalam negeri. Masyarakat Indonesia kala itu memandang langkah Pemimpin Besar Revolusi tersebut sebagai sikap yang berani.

Persiapan penyelenggaraan GANEFO pun dikejar. Menteri Olahraga kala itu, Maladi, ditunjuk sebagai ketua pelaksana.

Dua belas negara diundang dalam ajang olahraga tandingan Olimpiade ini, yakni Kamboja, RRC, Guinea, Indonesia, Irak, Pakistan, Mali, Vietnam Utara, Republik Arab Bersatu (Mesir dan Suriah), dan Uni Soviet, Ceylon (Sri Lanka) dan Yugoslavia, meskipun pada saat pelaksanaan, Ceylon dan Yugoslavia hanya hadir sebagai peserta peninjau dan tak mengirim kontingennya.

Pembangunan Stadion Gelora Bung Karno pun digenjot setelah mendapat bantuan dana 10,5 juta dolar AS dari Uni Soviet yang menyambut baik ide Soekarno sejak awal.

Kontroversi Dunia Olahraga

Sejak awal, pembentukan GANEFO memang dimaksudkan Soekarno untuk menautkan olahraga dengan politik.

Dengan GANEFO, Soekarno seolah hendak menunjukkan pada dunia bahwa olahraga bisa dijadikan alat perlawanan atas neo-imperialisme dan neo-kolonialisme bangsa-bangsa Oldefo.

"Olahraga memiliki kaitan dengan politik. Indonesia menawarkan untuk mencampurkan olahraga dengan politik, maka mari bangun GANEFO melawan Oldefo,” katanya sebagaimana tercatat dalam Buletin Ganefo edisi pertama (Juli 1963).

Namun, hal ini memicu kontroversi dalam dunia olahraga. Penyelenggaraan GANEFO tepat setahun sebelum Olimpiade Musim Panas yang diproyeksikan digelar di Jepang pada 1964.

Negara-negara yang sejatinya hendak ikut serta pun harus berpikir dua kali bila ingin berpartisipasi dalam GANEFO.

Mengikuti GANEFO, yang berarti ikut menentang IOC, berpotensi besar akan mendapatkan hukuman larangan ikut serta dalam Olimpiade.

Bila hal tersebut terjadi, persiapan-persiapan yang telah dilakukan sejak jauh-jauh hari pun akan sia-sia belaka.

Oleh karenanya, banyak dari negara-negara tersebut mengirimkan kontingen atlet "kelas dua" dan menjadikan GANEFO sebagai ajang pemanasan menuju Olimpiade Musim Panas setahun berselang.

Hal ini telihat, misalnya, dari keputusan Jepang dan Rusia untuk mengirim atlet "kelas dua" mereka untuk menghindari kesulitan dalam Olimpiade Musim Panas.

Maka, bukan hal mengejutkan bila dalam gelaran GANEFO pertama, Jepang kalah dalam cabang olahraga Judo yang notabene berasal dari Jepang sendiri. Atau, anomali lain macam Rusia yang kalah dalam bidang olahraga gimnastik.

Membuat Dunia Melihat Indonesia

Dalam sejarahnya, penyelenggaraan GANEFO hanya berhasil dilakukan selama dua kali. GANEFO pertama dilaksanakan di Indonesia pada 1963 dan GANEFO kedua berlangsung di Pnom Penh, Kamboja, pada 1966.

GANEFO ketiga sejatinya diproyeksikan berlangsung di Korea Utara pada 1970, namun tak pernah terlaksana hingga organisasi penyelenggaranya keburu kolaps.

Meski demikian, penyelenggaraan GANEFO pertama membuat Indonesia mencuri perhatian dalam perpolitikan dunia.

Setelah melayangkan politik konfrontasi pada Malaysia yang dituding negara boneka imperialis Inggris, Soekarno kemudian membuat Olimpiade tandingan.

Nama Soekarno dan Indonesia kemudian kian terdengar dalam pentas perpolitikan global. Negara yang baru seumur jagung kala itu, telah membuat gebrakan demi gebrakan yang tak jarang mengganggu kepentingan para penguasa lama.

Baca juga artikel terkait HARI GANEFO atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Dhita Koesno