tirto.id - Gunung Merapi berstatus siaga sejak 5 November lalu. Dari pantauan otoritas setempat, aktivitas kegempaan meningkat. Dampaknya magma terangkat ke puncak hingga kurang dari 1,5 kilometer.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta, Hanik Humaida menyebut peningkatan aktivitas Gunung Merapi tercatat di antaranya dari gempa multiphase atau vulkanik meningkat.
Hanik menyebut kondisi rawan bencana letusan Merapi berada di sisi barat laut atau sekitar Desa Krinjing, Dukun, Magelang. Kemudian sebelah barat (Magelang) hingga tenggara gunung (Klaten).
Ia merekomendasikan masyarakat Kabupaten Magelang di barat laut-tenggara atau Magelang-Klaten dari Gunung Merapi agar meningkatkan kewaspadaan. Namun warga di sisi utara dan timur laut hingga timur atau wilayah Boyolali juga harus waspada.
"Potensi bahaya arah letusan Merapi, utamanya masih ke Kali Gendol, tetapi karena guguran dari puncak berkali-kali ke arah barat dan barat laut, maka ada potensi juga ke Kali Lamat, dan Senowo [Magelang]," kata Hanik.
Setelah status siaga, BPPTKG juga mencatat peningkatan guguran dari gunung namun hanya material pasir dan tanah, namun dipastikan bukan lava baru atau bukan lava pijar.
"Jadi di atas itu ada lava 98 yang merupakan lava sisa erupsi tahun 1998, kemudian ada juga lava 48 artinya sisa erupsi tahun 1948. Lava-lava itu yang sering terjadi guguran pada saat ini," katanya.
Merapi kali terakhir mengalami letusan dahsyat pada 2010 silam. Namun, menurut Hanik, aktivitas Merapi akhir-akhir ini tidak akan sampai melebihi letusan satu dekade lalu. Data menunjukkan prediksi kekuatan erupsi serupa pada peristiwa 2006.
Sejak erupsi terakhir, Merapi menyandang status waspada pada 21 Mei 2018. Dua setengah tahun kemudian, status meningkat jadi siaga pada 5 November 2020. Zona bahaya eruspi telah ditetapkan lima kilometer dari puncak. Aktivitas manusia hingga hewan ternak direkomendasikan berhenti. Kini dari empat daerah terdampak ada ribuan warga telah mengungsi.
Editor: Zakki Amali