tirto.id - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) prihatin dengan kekerasan yang terjadi selama dan setelah Pemilu 2019. Hal ini ia nyatakan dalam pidato refleksi akhir tahun yang digelar di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
"Pertama kali dalam sejarah, terjadi banyak korban jiwa, baik karena kekerasan maupun bukan," kata SBY.
Pada 22 Mei lalu sejumlah orang meninggal dunia dalam bentrokan yang pecah setelah demonstrasi menolak hasil pemilu di Bawaslu. Ratusan petugas KPPS juga meregang nyawa karena durasi kerja yang panjang--serta faktor-faktor lain.
Dalam pidato itu SBY juga menyinggung politik politik identitas "yang melebihi takarannya."
Politik identitas yang dimaksud terutama soal siapa kelompok yang mengklaim paling Islami dibanding yang lain. Faktanya politik identitas dimainkan kedua belah pihak yang berseteru--yang kini ada dalam satu gerbong.
Atas alasan tersebut, Presiden ke-6 Indonesia itu menilai kini saatnya yang tepat mengevaluasi sistem kepemiluan secara menyeluruh, mulai dari tataran legal-formalnya hingga mekanisme penyelenggaraanya.
SBY tidak menjelaskan apa persisnya evaluasi yang dia maksud. Tapi beberapa pekan terakhir beredar usulan mengembalikan pemilu langsung ke legislatif.
"Yang sudah baik kita pertahankan, yang belum baik kita perbaiki. Itulah harapan Partai Demokrat. Saya yakin itu pula harapan rakyat kita," kata SBY.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino