tirto.id -
"Harus lihat efisiensinya menurut saya," kata Saut kepada Tirto, di Gedung DPR, Selasa (12/9/2017).
Sebab, menurutnya, di dalam penegakan hukum juga harus mempertimbangkan kadar untung rugi dari kasus tersebut. "Jangan sampai malah merugikan," katanya.
Selain itu, Saut juga meminta Kejagung untuk mempertimbangkan kondisi Novel saat ini setelah penyerangan yang menimpanya beberapa waktu lalu.
"Ya, itu juga dipertimbangkan ya," kata Saut.
Namun, saat ditanya apakah KPK akan mendampingi Novel ketika kasus itu benar dibuka kembali, Saut enggan menjawab.
Perihal ini, sebelumnya Komisi III DPR dalam RDP dengan Kejaksaan, Senin (11/9/2017), menanyakan kemungkinan kasus Novel Baswedan yang menganiaya pencuri sarang burung walet untuk dibuka kembali.
Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan kasus tersebut bisa dibuka kembali asal ada desakan dari masyarakat. Sebab, menurutnya, kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada Februari 2016.
"Saat ditangani ada pro dan kontra apakah sudah kadaluarsa atau belum. Ada juga tuduhan politisasi dan kriminalisasi pelakunya. Kita tidak menghendaki adanya kegaduhan," kata Prasetyo di DPR, Senin (11/9/2017).
Namun, anggota Komisi III Benny K Harman menyebut tidak perlu kasus ini dibuka kembali karena sudah lama dan meminta agar kasus ini ditutup.
Menanggapi hal itu, Prasetyo menyatakan dalam menangani sebuah kasus harus juga dilihat kadar kemanfaatan di dalamnya.
"Sampai saat ini belum ada (rencana membuka kembali kasus Novel), saya katakan tadi bahwa penegakan hukum itu bukan hanya sekedar keadilan dan kepastian tapi juga kemanfaatan itu seperti apa. Dan manfaat yang dirasa selalu berubah. Kami lihat nanti," kata Prasetyo usai RDP dengan Komisi III DPR RI.
Kasus dugaan penganiayaan yang dimaksud terjadi tahun 2004 silam dan sidang etik Polri telah menyimpulkan bahwa Novel Baswedan bukanlah pelakunya. Namun kenyataannya kasus tersebut dibuka kembali, saat Novel sedang gencar-gencarnya mengungkap kasus korupsi yang ada di tubuh Polri. Saat itu, Novel menegaskan bahwa penahanan dirinya merupakan salah satu upaya kriminalisasi KPK.
Akan tetapi, akhirnya Novel Baswedan bernapas lega setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 22 Februari 2016 memutuskan menghentikan penuntutan kasus dugaan penganiayaan yang menjerat Novel itu. Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu meneken surat keterangan penghentian penuntutan (SKP2) Nomor B-03/N.7.10/EP.1/02/2016.
Baca juga: Jejak Novel baswedan dan Teror-teror yang Dialami
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri