tirto.id - Orang Indonesia pasti akrab dengan potongan kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya, dan penampakannya seperti pipa tabung dengan beragam corak garis kotak-kotak. Ia biasa dikenakan untuk menutup tubuh bagian bawah.
Masyarakat di berbagai belahan dunia punya banyak ucapan yang berbeda. Di Arab dikenal dengan sebutan “Izaars”. Orang India menyebutnya “Mundus”, di Oman dikenal sebagai “Wizaars”, orang Indonesia kebanyakan menyebutnya sebagai “Sarung”.
Dalam paparan singkat A Brief History on Sarongs oleh Michelle Lee, komposisi bahan dan cara pemakaian sarung erat kaitannya dengan simbol atau status sosial seseorang.
Aksi Presiden Jokowi yang bersarung ria di Istana Bogor telah menarik perhatian publik. Ia mengenakan kain sarung kotak-kotak bercorak hitam putih, di saat orang-orang gegap gempita merayakan pesta kembang api pergantian tahun ke 2017. Bukan kali itu saja ia mengenakan sarung. Saat fajar pertama 2016 lalu di Raja Ampat, ia duduk bersahaja dan bersila dengan sarung kotak-kotak dominasi warna coklat.
“00.00 Tahun 2017 di rumah saja SELAMAT TAHUN BARU,” cuit Jokowi seperti dikutip dari @jokowi
Sebelum penampilan foto-fotonya yang bersarung di masa jadi presiden, Jokowi sudah akrab dengan sarung. Saat pergantian tahun ke 2013, kala masih menjabat gubernur DKI Jakarta, ia mengeluarkan peraturan soal kewajiban para PNS DKI memakai pakaian adat Betawi. Untuk PNS pria, sarung dikalungkan di leher, tak kecuali Jokowi. Kebijakan ini bagian dari simbol pelestarian budaya Betawi.
Sarung sebagai simbol bukan hanya di DKI Jakarta saja, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi belum lama ini, mencanangkan kewajiban penggunaan kain sarung dan peci hitam bagi pelajar dan PNS Pemkab Purwakarta setiap Jumat. Ini bagian dari upaya Pemkab Purwakarta mengambil momentum Hari Santri Nasional
"Sarungan itu khas Indonesia, khas Nusantara," kata pria yang sering menggunakan sarung ini dikutip dari laman Antara.
Beberapa bulan sebelum Dedi beride soal sarung, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mensosialisasikan jalan sehat menggunakan sarung. Gus Ipul ingin menjadikan jalan sehat dengan sarung sebagai pembeda dengan provinsi lain. Kegiatan bersarung ria juga pernah digelar saat kompetisi lari jarak jauh bertajuk "Sarong Fun Run" yang diikuti lebih dari 5.000 peserta dalam rangka Pra Muktamar ke-33 NU.
"Selain di Jatim, belum pernah ada jalan sehat menggunakan sarung dan ini akan menjadi ikon," kata Gus Ipul dipacak dari laman Antara.
Sarung memang sudah jadi salah satu bagian tradisi sandang orang Indonesia, sama hal di negara-negara Asia lainnya, hingga Afrika. Artinya, sarung punya potensi pasar yang besar di dunia.
Lebih dari Sekadar Simbol
Jokowi tak hanya menyuguhkan simbol sarung dari beberapa aktivitasnya. Mantan Wali Kota Solo ini cukup melek untuk mempromosikan sarung Indonesia agar bisa mendunia. Misalnya saat Jokowi gagal bertemu penyanyi asal Inggris, Gordon Matthew Thomas Sumner atau Sting Maret lalu. Jokowi melalui utusannya, akhirnya memberikan oleh-oleh sebungkus kopi luwak dan selembar kain sarung kepada Sting. Dua barang tersebut merepresentasikan kekhasan Indonesia, yang memang layak mendunia.
Di dunia, sarung Indonesia sudah cukup dikenal. Di negara-negara yang punya akar budaya bersarung, produk sarung Indonesia dapat diterima oleh masyarakat Arab Saudi, Yaman, Afrika Selatan, Malaysia, Myanmar, Niger, Nigeria, dan lain-lainnya. Sarung asal Indonesia dianggap berkualitas dan produk yang beragam.
Industri sarung di Indonesia sebagian masih sebagai produk sampingan dari sebuah industri kain tekstil. Meski beberapa industri sudah fokus membuat produk sarung sebagai bisnis inti mereka, sebut saja nama BHS Tex dan Pismatex di Pekalongan dengan sarung Gajah Duduk-nya. Beberapa sentra sarung lainnya juga ada seperti di Majalaya, Kabupaten Bandung, sebagian telah menembus pasar ekspor.
Ekspor sarung tradisional Indonesia ke negara-negara tujuan cenderung naik turun, dan jumlahnya belum terlalu besar. Ekspor sarung masih dimasukkan sebagai kategori produk tekstil dan pakaian yang bercorak. Ini juga diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, ekspor sarung belum menggembirakan meski sebarannya sudah luas ke berbagai benua.
“Ekspor sarung Indonesia sudah ke Timur Tengah, Afrika, dan Myanmar, namun nilainya tidak signifikan,” kata Ade kepada Tirto.
Mengacu dari Comtrade, ekspor produk sarung dan tekstil sejenisnya dari Indonesia masih didominasi ke Arab Saudi, pada 2014 sempat tercatat 2,7 juta dolar AS, jumlah ini lebih rendah dibandingkan 2010 yang sempat menembus 3 juta dolar AS. Selain Arab, beberapa negara Afrika, sarung Indonesia mampu dikirim ke Nigeria dengan nilai hanya 422.000 dolar AS, lalu ada Uni Emirat Arab sebesar 117.000 dolar AS, dan lainnya. Jumlah ini tentu belum ada apa-apanya dibandingkan dari total ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia yang pertahunnya bisa mencapai sekitar 12-13 miliar dolar AS.
Butuh terobosan agar sarung Indonesia bisa berkembang di pasar ekspor. Terobosan terhadap sarung sudah dikembangkan di Sri Lanka. Pada 2015, lahir merek sarung global dengan nama “Lovi” yang didesain di San Francisco tapi dibuat di Sri Lanka. Salah satu inovasi dari Lovi adalah membuat sarung yang berkantong dengan ikat pinggang praktis untuk memudahkan penggunanya, tentunya dengan desain yang kekinian dan bahan yang nyaman.
“Orang-orang awalnya berkata kepada saya, 'kamu tidak bisa menyematkan kantong pada sarung',” kata CEO LOVI Ceylon Asanka de Mel dikutip dari lovisarongs.com.
Sarung memang banyak dipakai sebagai simbol-simbol, tapi ia juga butuh sentuhan kreativitas tanpa batas. Jokowi yang melekat sebagai sang pembawa trend setter seperti jaket, payung, sandal, punya kesempatan menularkan hal baru untuk sarung buatan Indonesia.