tirto.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sareh Wiyono mengaku kenal dengan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Rohadi saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara asusila yang dilakukan penyanyi dangdut, Saipul Jamil.
"Hanya konfirmasi saja, kenal tidak [dengan Rohadi], ya kenal, sudah! Tidak ada apa-apa. Dulu kan saya bekas Ketua PN Jakut," kata Sareh seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Sareh adalah mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan juga pernah menjadi mantan Ketua PN Jakarta Utara. Ia pensiun pada 2013 dan sejak Oktober 2014 menjadi anggota DPR dari fraksi Gerindra dan bahkan sempat menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Legislasi (Baleg) DPR saat masih berada di Komisi III DPR.
Sareh pun mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Rohadi. "Tidak pernah [komunikasi], tidak ada rekaman sadapan," ungkap Sareh.
Ia juga mengatakan tidak pernah meminta tolong Rohadi untuk melakukan sesuatu. "Tidak ada, tidak ada [minta tolong]. Tidak di PT Bandung juga, aku sudah pensiun," tambah Sareh.
Selain Sareh, KPK juga memeriksa empat hakim yang menangani perkara Saipul Jamil yaitu Hasoloan Sianturi yang juga juru bicara PN Jakut, Dahlan, Sahlan Effendi dan Jootje Sampaleng.
KPK sedang mengembangkan penyidikan kasus ini karena menduga Rohadi tidak hanya mengurus perkara Saipul Jamil.
Perkara ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Rabu (15/6/2016) di beberapa tempat terkait dengan pemberian suap sebesar Rp500 juta kepada Rohadi untuk mengurangi masa hukuman Saipul Jamil dari tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
KPK dalam perkara ini sudah menetapkan empat orang tersangka yaitu tersangka penerima suap panitera PN Jakut Rohadi dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima suap dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan dua pengacara Saipul yaitu Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji serta abang Saipul Samsul Hidayatullah menjadi tersangka pemberi suap.
Ketiganya disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang orang yang memberikan suap kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Majelis hakim PN Jakarta Utara yang diketuai oleh Ifa Sudewi dengan anggota majelis hakim Hasoloan Sianturi memvonis Saipul Jamil pada 14 Juni 2016 selama tiga tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan pencabulan anak berdasarkan pasal 292 KUHP tentang perbuatan pencabulan terhadap sesama jenis.
Padahal jaksa penuntut umum menuntut Saipul agar dipenjara selama tujuh tahun berdasarkan pasal 82 UU Perlindangan Anak dan alternatif dakwaan kedua adalah Pasal 290 KUHP.