Menuju konten utama

Sapardi Djoko Damono Dimakamkan di Bogor Usai Salat Ashar

Sebelum dimakamkan, jenazah Sapardi Djoko Damono akan disemayamkan di Kompleks Dosen UI no 113 Jalan H Djuanda Ciputat, Tangerang Selatan.

Sapardi Djoko Damono Dimakamkan di Bogor Usai Salat Ashar
penyair sapardi djoko damono menunjukkan buku mewarnai untuk orang dewasa yang berjudul "hujan bulan juni" yang dialihwahanakan dari buku puisinya dengan judul yang sama, saat diluncurkan di gedung sekolah pascasarjana institut kesenian jakarta (ikj), senin (16/5). buku mewarnai itu dibuat ilustrasinya oleh para pengajar seni rupa ikj, yang diterbitkan oleh gramedia. antara foto/dodo karundeng/nz/16.

tirto.id - Sastrawan Sapardi Djoko Damono yang meninggal dunia di rumah sakit Eka Hospital, Tangerang Selatan, Banten, Minggu dinihari, akan dimakamkan di Taman Pemakanan Giritama, Giri Tonjong, Bogor.

Dilansir Antara, Humas Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Chysa, mengatakan, sebelum dimakamkan, jenazah akan disemayamkan di Kompleks Dosen UI no 113 Jalan H Djuanda Ciputat, Tangerang Selatan.

"Jenazah akan dimakamkan usai Salat Ashar," katanya di Depok, Minggu (19/7/2020).

Pihak keluarga memohon doa untuk mendiang dan meminta agar kerabat serta sahabat tidak ikut mengantar di pemakaman karena kondisi pandemi COVID-19.

Penyair yang terkenal dengan puisi Hujan Bulan Juni tersebut juga Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Sapardi yang lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940 tersebut juga pernah menjabat sebagai dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia periode 1995 hingga 1999.

Sapardi telah aktif menulis karya dan mengirimnya ke majalah-majalah sejak lulus dari SMA Negeri 2 Surakarta pada 1958.

Minatnya pada sastra makin menggebu saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ia dikenal melalui puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Sejumlah buku puisinya di antaranya Hujan Bulan Juni (1994), Perahu Kertas (1984), Namaku Sita (2012), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro (2002), Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita (2012), dan Arak-Arakan (2014). Buku puisinya yang berjudul Hujan Bulan Juni bahkan sudah diadaptasi menjadi novel dan film.

Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada 1986 ia mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada 2003.

Semasa aktif sebagai akademikus, ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam". Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar dan menikah dengan Wardiningsih.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, juga mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Sapardi Djoko Damono atau yang disingkat dengan SDD tersebut.

"Selamat jalan, Pak Sapardi," tulis Hilmar di akun Instagramnya.

Hilmar juga menyitir puisi karya SDD yang berjudul "Yang fana adalah waktu" dalam unggahan tersebut.

Baca juga artikel terkait SAPARDI DJOKO DAMONO

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH