tirto.id - Ada yang menarik dalam pertandingan Liga Spanyol antara Real Madrid melawan Sporting Gijon pada Sabtu, (26/11/2016) lalu. Sesuatu yang jauh lebih menggoda dari dwigol Cristiano Ronaldo dalam pertandingan tersebut. Sesuatu yang lebih asyik daripada menyaksikan bagaimana Real Madrid sempat keteteran menghadapi Gijon yang dikenal sebagai klub gurem di Spanyol.
Hal menarik itu adalah seragam klub yang dikenakan oleh pemain-pemain Los Blancos.
Real Madrid memang masih memakai seragam kebesaran putih-putih mereka. Bedanya, kostum Madrid saat itu tidak dipenuhi logo sponsor atau simbol klub seperti biasa. Kostum tersebut hanya bercorak polos dengan berbalurkan warna putih agak pucat. Atribut yang tersisa hanyalah emblem La Liga di lengan kanan dan nomor punggung semata. Sementara itu, lambang klub dan sponsor hanya tercetak samar-samar.
Ketika hujan deras mampir di tengah-tengah pertandingan, sontak baju tersebut basah dan berubah menjadi tembus pandang. Ada apa sebenarnya dengan kostum tersebut?
Ternyata, Real Madrid memang sedang memakai kostum khusus buatan produsen apparel-nya, Adidas. Untuk membuat satu kostum, Adidas menghabiskan 28 botol plastik bekas. Sampah plastik yang dipakai pun tak main-main karena berasal dari program pembersihan limbah plastik di Samudera Hindia dekat wilayah Maladewa.
Adidas sengaja merancang kostum itu sebagai bagian dari kampanye kebersihan laut bekerjasama dengan organisasi Parley for the Ocean” yang sudah dijalin sejak April 2015. Kampanye tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran atas pencemaran lautan yang selalu meningkat tiap tahunnya akibat abainya masyarakat dunia. Jika dilihat lebih teliti, kita dapat menemukan sulaman “For the Ocean” yang dijahit di bagian kerah seragam ini.
“Produk ini adalah bagian dari program Adidas untuk menghasilkan produk yang berkelanjutan: produk yang dibuat dengan metode daur ulang untuk membuat dunia lebih baik. Setiap helai benang sangat berarti : bahan polyester hasil daur ulang dapat menghemat sumber daya alam sekaligus mengurangi emisi,” tulis Adidas dalam situs resminya saat menggambarkan produk ini.
Produsen alat olahraga asal Jerman ini membanderol kostum edisi khusus ini seharga 99,95 euro untuk versi lengan panjang dan 89,95 euro untuk lengan pendek. Harga ini masih lebih murah dibandingkan kostum asli Madrid yang mencapai 119,95 euro.
“Lautan adalah tempat yang sangat dekat dengan hatiku karena aku lahir dan besar di Rio de Janeiro, dan aku memiliki banyak kenangan indah saat bermain sepakbola di pantai semasa kecil dulu, “ ujar Marcelo, salah satu pemain Real Madrid yang dipilih menjadi duta kampanye “Parley for the Ocean” kepada CNN.
“Aku merasa tersanjung bisa menjadi bagian dari kampanye ini dan sangat bangga bahwa klub yang kucintai ini bisa terlibat dalam upaya untuk membuat perubahan supaya lautan tetap bersih,” imbuhnya.
Sebelum Real Madrid, klub raksasa lainnya, Bayern Munchen, telah lebih dulu memakai kostum Adidas Parley ini saat menjamu Hoffenheim pada 5 November lalu. Adidas secara khusus membuatkan kostum kandang Bayern yang didominasi warna merah dengan desain serupa Real Madrid. Sayangnya, kostum itu kurang bertuah karena Bayern hanya menuai hasil seri 1-1 dengan Hoffenheim.
Namun, hal itu tidak mengurangi antusiasme pemain-pemain Bayern terhadap seragam itu.
“Saya adalah seorang anak yang tumbuh di pinggir pantai Spanyol, sehingga saya sangat bahagia bisa memakai kostum yang berasal dari limbah lautan. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk mempromosikan pentingnya menjaga lautan,” papar Xabi Alonso, salah satu pemain Bayern yang juga dipilih sebagai duta kampanye Adidas Parley, kepada laman resmi Bayern Munchen.
Bermula dari Nike
Penggunaan metode daur ulang limbah plastik untuk seragam klub atau perlengkapan olahraga lainnya sebenarnya dirintis oleh Nike. Kompetitor utama Adidas dalam pasar perlengkapan olahraga ini sudah merintis metode daur ulangnya sejak 2010.
Salah satu produk daur ulang pertama Nike adalah seragam yang dipakai sembilan tim nasional dalam gelaran Piala Dunia 2010. Kesembilan tim nasional itu antara lain Brazil, Portugal, Slovenia, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Serbia, Amerika Serikat, dan sang finalis Piala Dunia, Belanda.
Kostum-kostum ini diproduksi dari sampah plastik dari pesisir Taiwan dan Jepang. Seperti diberitakan Daily Mail, produksi kostum ini secara massal, menurut Nike, dapat menyerap hingga 13 juta botol plastik dan menghasilkan hingga 254 ton limbah polyester. Jumlah ini cukup untuk menutupi 29 lapangan sepakbola ukuran standar.
Nike menggunakan delapan botol plastik untuk membuat satu set kostum. Merek olahraga asal Amerika Serikat ini memasang harga 50 pundsterling untuk satu seragam. Charlie Denson, presiden Nike, mengklaim bahwa produk ini tidak hanya bertujuan untuk kampanye lingkungan, tapi juga mementingkan kualitas dan kenyamanan serta membantu meningkatkan performa para atlet.
Selepas kesuksesan seragam-seragam tim di Piala Dunia 2010, Nike makin mengembangkan teknologi daur ulangnya. Pada ajang Piala Dunia Sepakbola Wanita 2015, Nike kembali mengeluarkan kostum khusus bagi tim nasional Amerika Serikat. Kali ini, Nike menggunakan 18 botol plastik untuk memproduksi satu set kostum, lebih banyak 10 botol dari kostum edisi 2010.
Selain itu, Nike turut mengumumkan bahwa dalam kurun waktu 2010 hingga 2015, mereka telah suskses mendaur ulang sejumlah dua miliar botol plastik menjadi kain polyester. Jumlah ini setara dengan hampir 3.500 lapangan sepakbola.
Pasar yang menjanjikan
Bisnis pakaian yang berasal dari daur ulang limbah sebenarnya dimulai pertama kali oleh perusahaan perlengkapan outdoor Patagonia Inc. pada 1993. Mereka memproduksi pakaian untuk kebutuhan mendaki gunung atau hiking dengan menggunakan benang hasil daur ulang sampah plastik.
Belakangan, seperti diberitakan Forbes, langkah Patagonia Inc. ini diikuti oleh perusahaan lain seperti Coca-Cola yang memproduksi. Seiring dengan makin populernya isu pelestarian lingkungan, perusahaan-perusahaan apparel olahraga mulai mencium aroma keuntungan dan ikut masuk ke dalam bisnis ini. Nike merupakan produsen apparel olahraga pertama yang masuk ke dalamnya.
Langkah Nike segera diikuti kompetitornya, Adidas. Selanjutnya, merek-merek lain seperti Under Armour Inc. dan Reebok—yang sudah diakuisisi Adidas—turut meramaikan pasar produk “hijau” di olahraga. Hampir seluruh produsen tersebut menggunakan pendekatan yang sama : berusaha untuk memadukan pendekatan populer (“kekerenan”) dengan isu kelestarian lingkungan (“kepedulian”).
Berdasarkan data BCC Search, perkiraan uang yang berputar dalam industri daur ulang menunjukkan tren peningkatan. Pada 2011, perkiraan uang yang beredar menyentuh angka 14 miliar euro. Angka ini meningkat menjadi 21 miliar euro pada 2015. Putaran uang ini diperkirakan akan melesat hingga menyentuh angka 35 miliar euro pada 2020 mendatang.
Potensi industri daur ulang yang sangat besar agaknya sudah masuk ke dalam radar perusahaan-perusahaan olahraga besar di dunia. Oleh sebab itu, di masa depan, kita akan makin sering melihat bintang-bintang olahraga terkemuka dunia mengenakan “sampah” di tubuhnya. Dan, mungkin saja kita menjadi salah satunya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Zen RS